Kami memasuki gapura Desa Modangan Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar pada pagi itu. Suasana perkampungan di bekas perkebunan Karangnongko yang asri dan cuaca sedikit mendung membuat suasana pagi itu sedikit sayu. Pukul 09:30 WIB kami sampai di depan rumah dan disambut oleh perempuan yang memakai daster. Dialah pemilik rumah yang ingin kru LPM Dimensi temui, Gendro Wulandari. Percakapan demi percakapan terjadi, membuat kami lebih mengenal siapa sebenarnya dia.
Gendro adalah salah satu warga Karangnongko yang aktif dalam mengawal isu pelaksanaan redistribusi tanah bekas perkebunan Karangnongko yang masih bertahan hingga sekarang.
Kasus Karangnongko bergulir secara hukum ketika 154 warga penggarap mengajukan gugatan perdata terhadap tanah HGU No. 05/Modangan 1.650.000 M2 dan HGU No. 03/Modangan seluas 589,375 M2 pada tahun 1999.
“Karena mungkin pada saat itu melalui jalur permohonan kepada birokrasi tidak berjalan dengan baik, jadi melalui jalur hukum.gugatan perdata. Bapakku (Sutrisno) dan Ibuku (Ginem) termasuk warga penggugat yang mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Blitar”,tutur Gendro.
Gugatan perdata tersebut antara Boiman, dkk melawan 1. PT Veteran Sri Dewi, 2. Bupati Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Blitar, 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar dengan nomor perkara sebagai berikut: Pengadilan Negeri Blitar Nomor :68/Pdt.G/1999/PN.Blt Putusan tanggal 20 Januari 2000, Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor : 412/Pdt/2000/PT.Sby Putusan tanggal 26 Oktober 2000, Mahkamah Agung RI Nomor : 2191K/Pdt/2001 Putusan tanggal 20 Nopember 2007, Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor : 615PK/Pdt/2011 Putusan tanggal 20 Mei 2013 Penetapan Pengandilan Negeri Blitar No : 68/Pen.Pdt.G/1999/PN.Blt ditetapkan tanggal 12 Juni 2008, Berita Acara Eksekusi No : 68/BA.Pdt.G/1999/PN.Blt dieksekusi tanggal 27 Oktober 2008.
Adapun bunyi amar putusan tersebut sebagai berikut :
Bunyi amar Putusan Sela Pengadilan Negeri Blitar tanggal 18 November 1999 Perkara Nomor : 68/Pdt.G/1999/PN.Blt
DALAM KONPENSI
Halaman 18 Putusan Pengadilan Negeri Blitar
“Menimbang, bahwa oleh karena itu pula maka Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 3 dan Nomor 5 atas nama PT. Veteran Sri Dewi desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, haruslah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum;
Menimbang, bahwa dengan dinyatakannya Sertifikat Hak Guna Usaha tersebut diatas tidak mempunyai kekuatan hukum, maka menghukum kepada Tergugat I dan siapapun yang memperoleh hak dari padanya untuk meniggalkan dan mengosongkan tanah perkebunan Karangnongko tersebut dalam sub 13 posita gugatan dari segenap harta dan warganya untuk kemudian dibagikan kepada para penggugat;”
DALAM REKONPENSI
Halaman 19 Putusan Pengadilan Negeri Blitar
“Menimbang, Penggugat Rekonpensi menuntut agar jual beli saham yang dilakukan oleh PT. Veteran Sri Dewi (Penggugat Rekonpensi) di hadapan Notaris Budi Dharma, SH Blitar supaya dinyatakan sah, maka sesuai dengan pertimbangan pada bagian kompensi, dimana telah dinyatakan bahwa Sertifikat Hak Guna Usahan Nomor 3 dan 5 tidak mempunyai kekuatan hukum, maka dengan sendirinya peristiwa jual beli saham sebagaimana yang dimaksudkan Penggugat Rekopensi haruslah dinyatakan cacat hukum dan haruslah dinyatakan batal;
Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Penggugat Rekopensi agar para Tergugat Rekopensi dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memasuki , menduduki dan menggarap tanah sengketa , Majelis berpendapat bahwa Penggugat Rekopensi dipersidangan tidak dapat membuktikan hal tersebut, maka tuntutan tersebut haruslah ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana yang diuraikan diatas, maka gugatan rekonpensi harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya dan menghukum Penggugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara.”
Bunyi amar putusan Pengadilan Negeri Blitar tanggal 20 Januari 2000 Perkara Nomor : 68/Pdt.G/1999/PN.Blt
Halaman 20 Putusan Pengadilan Negeri Blitar
- Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian
- Menyatakan menurut hukum bahwa para Penggugat adalah para penggarap yang jujur yang berhak dengan prioritas pertama untuk mengajukan permohonan Hak Milik atas tanah garapan yang terletak diatas perkebunan Karangnongko tersebut dalam posita angka 13 gugatan ini;
- Menyatakan bahwa (1) Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 3 atas nama PT. Veteran Sri Dewi, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, dan (2) Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 5 atas nama PT. Veteran Sri Dewi, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, sebagai akta yang tidak mempunyai kekuatan hukum;
- Menghukum Tergugat I dan siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk meniggalkan dan mengosongkan tanah Perkebunan Karangnongko tersebut dalam sub 13 posita gugatan dari segenap harta dan warganya, selanjutnya untuk diserahkan kepada para Penggugat.
- Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya
Bunyi amar Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 26 Oktober 2000 Perkara Nomor : 412/PDT/2000/PT.SBY
Halaman 15 Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya
DALAM KONPENSI
DALAM EKSEPSI
Menguatkan Putusan Sela Pengadilan Negeri Blitar tanggal 18 November 1999 No .68/ Pdt.G/1999/PN.Blt yang dimohonkan banding bersama-sama Putusan Akhir tanggal 20 Januari 2000 No .68/ Pdt.G/1999/PN.Blt tersebut.
DALAM POKOK PERKARA
Menguatkan dengan perbaikan Putusan Pengadilan Negeri Blitar tanggal 20 Januari 2000 No .68/ Pdt.G/1999/PN.Blt, sehingga amar selengkapnya berbunnyi sebagai berikut :
- Mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian
- Menyatakan menurut hukum bahwa para Penggugat adalah Penghuni/Penggarap yang jujur yang berhak dengan prioritas pertama untuk mengajukan permohonan Hak Milik atas tanah garapan,seluas garapanya sendiri-sendiri yang terletak diatas perkebunan Karangnongko tersebut.
- Menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar untuk mengadakan pemisahan sertifikat Hak Guna Usaha No.3 dan No. 5 atas nama PT. Veteran Sri Dewi, desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar dengan bagian tanah yang secara nyata dihuni/digarap masing-masing Penggugat sesuai status hak para Penggugat masing-masing.
- Menghukum Tergugat I dan siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk meniggalkan dan mengosongkan bagian-bagian tanah hunian/garapan para Penggugat masing-masing untuk diserahkan kepada para Penggugat yang berhak segera setelah sertifikat-sertifikat tersebut diadakan pemisahan.
- Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili petitum ke‑4 dari gugatan penggugat tersebut;
- Menolak gugatan para Penggugat untuk selebihnya
Bunyi amar putusan Mahkamah Agung RI Tanggal 20 November 2007 Perkara Nomor : 2191 K/Pdt/2001
Putusan yang dimohonkan kasasi yaitu Putusan Sela Dan Putusan Pokok Perkara
- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : PT. VETERAN SRI DEWI dan Pemohon Kasasi II : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BLITAR tersebut;
Bunyi Penetapan Pengadilan Negeri Blitar Perkara Nomor : 68/Pen.Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 12 Juni 2008
- Mengabulkan permohonan Pemohon Eksekusi tersebut;
- Memerintahkan kepada Panitera dan atau Jurusita pada Pengadilan Negeri Blitar untuk melaksanakan :
- Sita Eksekusi;
- Eksekusi Riil;
terhadap 2 (dua) bidang tanah Sertifikat Hak Guna Usaha No. 3 dan No. 5 atas PT. Veteran Sri Dewi yang terletak di Desa Modangan Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar;
- Membebankan semua biaya yang timbul dalam penetapan ini kepada Pemohon Eksekusi;
Berita Acara Eksekusi Nomor : 68/BA.Pdt.G/1999/PN.Blt dieksekusi tanggal 27 Oktober 2008
Bunyi amar putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Tanggal 20 Mei 2013 Perkara Nomor : 615 PK/Pdt/2011
- Menyatakan, bahwa permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali I : PT. VETERAN SRI DEWI, Pemohon Peninjauan Kembali II : KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BLITAR tersebut tidak dapat diterima;
Perjuangan 154 warga penggarap terus berlanjut dengan mengirimkan surat permohonan untuk mengajukan Pemecahan, Pengukuran dan Pematokan Tanah pada 02 Februari 2009 kepada Kepala Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Blitar. Namun, aksi tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang baik. Perjuangan tetap dilanjutkan dengan mengirimkan Permohonan Peralihan Hak Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI pada 02 Agustus 2016. Pada 18 Mei 2018, Musnaam selaku kuasa hukum para penggarap mengajukan lagi Permohonan Peralihan Hak Berdasarkan Putusan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap. Surat ini mendapat respon dari Kementerian Agraria, yang kemudian menerbitkan surat dari Dirjen Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah nomor 456/39.3–800/VIII/2018 tertanggal 24 Agustus 2018. Isinya memerintahkan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur untuk melaporkan langkah-langkah yang telah diambil Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar dalam upaya penyelesaian masalah dimaksud kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional dengan tembusan disampaikan kepada Dirjen Penanganan Masalah Agraria, pemanfaatan Ruang dan Tanah.
Masalah kemudian muncul ketika dilaksanakannya Redistribusi Tanah di Karangnongko pada akhir tahun 2021 .Dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah yang ke dua ini, tanah seluas 103,6895 hektare telah terbit sebanyak 839 sertifikat untuk 758 orang.
Dalam Pelaksanaan Redistribusi Tanah ini terdapat indikasi kuat banyak orang yang bukan warga penggarap mendapat Sertifikat Redistribusi Tanah. Terdapat dugaan diskriminasi terkait luasan lahan dan lokasi yang diperoleh penerima Redistribusi Tanah. Bahkan Rumah seseorang terbit SHM Redisrtibusi atas nama orang lain.
Ada 55 warga penggarap yang Keberatan dengan Pelaksanaan Redistribusi Tanah ini karena lokasi dan luas lahan tidak sesuai hak mereka. “Kayak salah satu rumah milik keluargaku dan ada rumah warga yang lain di SHM kan atas nama orang lain”, kata Gendro.
Pada tanggal 22 November 2021, H. Musnaam S.H, M.Hum, dkk. (kuasa hukum para penggarap) ikut serta dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI terkait Proses Pelaksanaan Redistribusi Tanah Karangnongko sehingga menempuh jalur Perdata Mengajukan Gugatan ke PTUN Surabaya pada tanggal 8 Maret 2022 dengan nomor perkara 29/G/2022/PTUN.SBY atas terbitnya SK BPN KanWil Provinsi Jawa Timur Nomor : 223/SK-35.NP.02.03/XII/2021 tanggal 08 Desember 2021.
Laporan Pengaduan dugaan tindak pidana Pemalsuan/Memberi Keterangan Palsu/Menggunakan Keterangan Palsu an. Pengadu SUTRISNO tanggal 02 Maret 2021.
Laporan Pengaduan an. Pengadu Gendro Wulandari tertanggal 21 Januari 2023 tentang dugaan memberikan keterangan palsu dan tertanggal 19 Januari 2023 di Polresta Blitar tentang dugaan memberikan keterangan palsu yang sekarang ditangani oleh Unit Tipikor Satreskrim Polresta Blitar,Laporan Pengaduan an. Pengadu Dwi Laras Ningrum tertanggal 20 Agustus 2022 tentang dugaan pengerusakan dan LP Nomor: LP‑B/46/IV/2024/SPKT/POLRES BLITAR KOTA/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 30 April 2024 tentang dugaan pencurian yang sekarang ditangani oleh Unit TIpikor Satreskrim Polresta Blitar, Laporan Pengaduan an. Pengadu Edi Setiyawan tertanggal 19 Agustus 2022 tentang dugaan pengrusakan yang sekarang ditangani oleh Unit Tipidek Satreskrim Polresta Blitar, Laporan Polisi an. MZ ditangani oleh Unit Pidum Satreskrim Polresta Blitar
Berdasarkan informasi yang Gendro dapatkan, terdapat juga pengaduan di Kejaksaan Negeri Blitar oleh beberapa warga antara lain Sdr. AS, Sdri. S, Sdr. S, Sdr. K.A.P, Sdr. P tentang Mafia Tanah yang didampingi oleh kuasa hukum para penggarap
Pada 10 Januari 2022 H. Musnaam S.H, M.Hum,dkk (kuasa hukum para penggarap) mengajukan Pengaduan ke Ombudsman RI perihal Dugaan Pelanggaran Administrasi Pelaksanaan Redistribusi Tanah Bekas Perkebunan Karangnongko.
Pada 10 Januari 2022 H. Musnaam S.H, M.Hum,dkk (kuasa hukum para penggarap) mengajukan Pengaduan ke Komnas HAM perihal Dugaan Pelanggaran Administrasi Pelaksanaan Redistribusi Tanah Bekas Perkebunan Karangnongko. Surat ini mendapat respon dari Komnas HAM dengan dikirimnya surat tembusan yang ditujukan kepada Sdr. Pujihandi, dkk (kuasa hukum para penggarap) tentang surat yang ditujukan kepada Menteri ATR/BPN RI perihal: Permintaan keterangan dan tindak lanjut dugaan perbuatan melawan hukum, tindakan diskriminatif dan praktik mafia tanah terkait redistribusi tanah Objek TORA Eks Perkebunan Karangnongko.
Perjuangan Gendro dalam menuntut hak para penggarap bekas perkebunan Karangnongko yang menjadi korban Pelaksanaan Redistribusi Tanah tidak semudah menancapkan benih tebu ke dalam tanah agar tumbuh subur. Tahun-tahun yang sulit dan penuh ancaman dialami oleh perempuan yang pernah tergabung dalam Lembaga Pengawas Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) cabang Blitar.
Gendro bahkan pernah dilaporkan dengan UU ITE oleh salah satu penerima redistribusi tanah, pelapor berinisial SB, yang bukan warga Karangnongko. SB melaporkan Gendro atas postingan di akun Facebook @Gendro Wulandari pada 22 Agustus 2022. Gendro memosting data tersebut karena merasa geram dengan oknum oknum yang melakukan pengrusakan tanaman warga secara besar-besaran pada tanggal 18–20 Agustus 2022 dan lambannya tindak lanjut Laporan Pengaduan warga saat itu. “Aku dilaporkan UU ITE, tapi laporannya sudah dicabut oleh Pak SB”, tandasnya.
Dilatar belakangi adanya laporan dugaan berita bohong melalui facebook tersebut diatas Gendro berupaya mengajukan Permohonan Salinan Dokumen terkait proses pelaksanaan Redistribusi Tanah di Karangnongko Bulu, Modangan, Nglegok, Kabupaten Blitar pada tanggal 05 Februari 2023 kepada Menteri ATR/BPN RI, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Kepala BPN Kab. Blitar, Menteri Kominfo, Ketua PPID Provinsi Jawa Timur, Ketua PPID Kab .Blitar, untuk membuktikan bahwa yang dia katakan itu sesuai fakta di lapangan
Namun, hanya Ketua PPID Kab. Blitar yang merespon surat tersebut tertanggal 17 Mei 2023, Nomor : B/440.07.03.02/241/409.23/2023 Hal: Jawaban Permohonan Informasi. Berdasarkan surat tersebut Permohonan Salinan Dokumen terkait Proses Pelaksanaan Redistribusi Tanah di Dsn. Karang Nongko Bulu, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar yang Gendro ajukan tidak bisa penuhi dengan alasan salinan permohonan informasi seperti yang Gendro minta tidak dalam penguasaan Badan Publik(PPID Kabupaten Blitar).
Tidak menyerah, Gendro lalu mengajukan permohonan salinan dokumen , keberatan dan memohon klarifikasi pada tanggal 06 September 2023 kepada Menteri ATR/BPN RI, Gubernur Jawa Timur selaku Ketua GTRA Provinsi Jawa Timur, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur, Bupati Kabupaten Blitar selaku ketua GTRA Kabupaten Blitar, Kepala BPN Kab.Blitar, Kepala Desa Modangan, tidak ada satupun institusi yang merespons surat Gendro tersebut.
Gendro pun mengajukan surat keberatan dan Permohonan Klarifikasi secara tertulis dan resmi pada tanggal 15 September 2023 kepada Bupati Kabupaten Blitar selaku ketua PPL Kabupaten Blitar dan Kepala BPN Kabupaten Blitar. Namun, surat ini tidak ada satupun institusi yang merespon.
Masih tidak menyerah Gendro mengajukan Surat Permohonan Salinan Dokumen, Salinan Nomor Register, Klarifikasi secara tertulis dan Evaluasi pada tanggal 24 September 2023 kepada Menteri Dalam Negeri RI, Gubernur Jawa Timur, Bupati Kabupaten Blitar, Kepala Desa Modangan surat inipun tidak ada satupun institusi yang merespons.
Gerakan penyampaian aspirasi secara langsung tanggal 19–23 Desember 2022 yang dilakukan Gendro yakni dengan menginap 4 hari 3 malam di bawah tiang bendera Kantor Bupati Kabupaten Blitar. Hal tersebut ia lakukan karena kegeraman terhadap pengrusakan besar-besaran yang dilakukan oleh oknum-oknum dan memohon untuk bertemu bupati demi menuntut hak para penggarap akibat carut marut proses Pelaksanaan Redistribusi Tanah di bekas perkebunan Karangnongko pada akhir tahun 2021. Setelah 4 hari 3 malam akhirnya Gendro dibawa ke Pendopo Ronggo Hadi Negoro didampingi Ketua Cabang Blitar Komnas LP-KPK.
Di sana, ia dipertemukan dengan para stakeholder yaitu Bupati Blitar, Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Blitar, Kapolres Kota Blitar, Kepala Bakesbangpol Blitar, Kapolsek Nglegok dan lain-lain. Di sana ia mengatakan bahwa fakta pelaksanaan Redistribusi Tanah di Karangnongko itu banyak kejanggalan, semisal Sertifikat Hak Milik (SHM) yang tidak sesuai dengan pemilik rumah, tanah garapan yang banyak dirampas. “Sama-sama orang Karangnongko, satu orang bisa dapat + 300 m2, satunya dapat + 10.000 m2”, tambah Gendro.
Dalam pertemuannya dengan Mak Rini (panggilan akrab Bupati Blitar), Gendro menyatakan pentingnya bagi pihak-pihak terkait untuk melaksanakan Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 68/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 20 Januari 2000, jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 412/PDT/2000/PT.SBY, jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2191 K/PDT/2001, serta Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 615 PK/Pdt/2011.
Saat pertemuan tersebut, bupati berjanji sanggup akan membentuk tim independen setelah tahun baru 2023. Namun, hingga tulisan ini dimuat, janji tersebut belum terealisasi.
Kasus dugaan kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah di Karangnongko tersebut telah Gendro laporkan sampai ke Mabes Polri dan didesposisikan ke Polda Jatim tanggal 16 Maret 2022. Setelahnya, yang sangat menyakitkan bagi Gendro saat mendapatkan surat SP2HP pertama dari Penyelidik yang justru berisi pemberitahuan SP3 tertanggal 16 Mei 2023, padahal ia sebagai pihak pengadu belum pernah diklarifikasi secara resmi di Polda Jawa Timur.
Gendro mengirim tembusan kedua kalinya kepada Kompolnas perihal Permohonan Informasi secara tertulis tentang perkembangan penanganan atas pengaduannya tanggal 20 Februari 2022 mengenai permohonan perlindungan hukum, keamanan dan tidak dikriminalisasi. Surat tersebut mendapat respon dengan disampaikannya Surat Permohonan Klarifikasi kepada Kapolda Jawa Timur sesuai Surat Ketua Kompolnas Nomor :B‑885A/Kompolnas/6/2023 tanggal 27 Juni 2023.
Gendro juga mengajukan Permohonan Fatwa atas tidak dilaksanakannya Putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap dan sudah dieksekusi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tanggal 05 Februari 2023. Hal itu disebabkan banyaknya tafsir yang berbeda-beda terkait Putusan Pengadilan tersebut karena dalam putusan pengadilan yang sudah inkrah tersebut tidak ditulis secara detail lokasi, dan luas lahan yang menjadi hak masing-masing penggarap serta adanya mediasi sepihak terkait kasus Karangnongko pada tanggal 24 Januari 2020 yang tidak melibatkan 154 warga penggarap dan atau ahli waris.
“Jadi aku memohon fatwa atas tidak dilaksanakannya putusan Pengadilan Negeri yang berkekuatan hukum tetap itu kan sudah ada eksekusi”, jelasnya.
Langkah terbaru yang dilakukan Gendro adalah mengadu ke Ombudsman RI terkait Dugaan penundaan berlarut oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI yang belum menindaklanjuti aduan Gendro menenai Dugaan penyimpangan Prosedur dalam Pelaksanaan Redistribusi Tanah Bekas Perkebunan Karangnongko, Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar .Ombudsman pun merespon aduan Gendro dan mengirimkan surat balasan kepadanya. Namun anehnya, surat tersebut tidak sampai ke tangan Gendro meskipun sudah dikirim via pos. Akhirnya Ombudsman mengirimkan surat tersebut melalui WhatsApp.
Gendro tidak menyerah pada bulan November 2024 ini menanyakan lagi melalui nomor Whatsapp. Pengaduan BPN baru mendapatkan jawaban bahwa surat gendro nomor agenda 34717/AG-100.5/IX/2023 telah dilimpahkan ke Ditjen Penataan. Dua surat Gendro sudah ditindaklanjuti bahwa direktorat terkait telah bersurat ke Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur untuk dilakukan penelitian dan tindak lanjut dari permohonan Gendro dan untuk selanjutnya terkait progress tindak lanjut akan dimonitoring oleh direktorat terkait. Tapi yang menjadi pertanyaan besar hingga saat ini Gendro tidak pernah mendapatkan satu suratpun tembusan atau pemberitahuan dari tindak lanjut tersebut.
Masyarakat Modangan memiliki sikap yang beragam terhadap langkah yang dilakukan Gendro; sebagian mendukung, sementara yang lainnya kurang mendukung. Menurut Gendro, warga yang tidak setuju dengan tindakannya adalah mereka yang telah menjual Sertifikat Hak Milik (SHM) hasil Pelaksanaan Redistribusi Tanah Karangnongko secara ‘di bawah tangan’ kepada pihak lain. karena berdasarkan SK BPN Blitar, dictum keempat kelalaian atau pelanggaran terhadap kewajiban dan syarat-syarat sebagaimana Diktum ketiga dapat menjadi alasan untuk mencabut Hak Milik Tanah yang diberikan.
Dimana dalam Diktum ketiga (d) tertulis “tidak mengalihkan hak atas tanah baik sebagian atau seluruhnya kecuali kepada pihak yang memenuhi persyaratan dengan izin tertulis dari Kepala Kantor Pertanahan dan / atau merupakan jaminan yang digunakan untuk pelunasan pinjaman kepada lembaga keuangan.
Mereka mungkin merasa terancam jika Gendro membuka kejanggalan-kejanggalan dalam administrasi pelaksanaan Redistribusi Tanah Karangnongko.
Selain itu, terdapat juga beberapa oknum perangkat desa yang mendapatkan SHM Redistribusi Tanah ini padahal bukan warga penggarap bahkan lebih luas dari pada warga penggarap.
Menurut Gendro, Warga yang mendukung langkah advokasi yang dilakukan oleh Gendro adalah mereka yang tanah garapan dan tanah huniannya di SHM kan atas nama orang lain sehingga dirampas tanah garapan tersebut dan untuk hunian diminta meninggalkan atau diadukan ke pihak kepolisian dan para penggarap yang tidak mendapat apapun dari Pelaksanaan Redistribusi Tanah bekas Perkebunan Karangnongko walaupun tanah garapannya tidak terbit SHM Redistribusi Tanah/ bukan objek Redistribusi Tanah.
“Orang yang gak suka mengatakan aku keminter, pengen dipuji, serakah. Kalau yang suka dengan speak up nya aku karena keadaan dia dan keluarganya juga tersuarakan”, imbuh Gendro.
Kekerasan verbal menjadi makanan sehari-hari bagi Gendro. Beberapa ancaman verbal dari oknum-oknum preman menghampiri dirinya mulai dari ancaman verbal, Bui. Bahkan tanaman pisang keluarganya dibelakang rumah keluarganya dibabati beberapa oknum. Namun ketakutan sepertinya sudah hilang dari diri Gendro.
“Aku bukan tipikal orang yang takut, semakin diancam semakin aku buktikan bahwa mereka yang menyalahi aturan yang seharusnya”, ucapnya.
Gendro menyadari bahwa banyak warga yang merasa takut jika pengalaman yang dialaminya juga akan terjadi pada mereka. Selain itu, warga mulai pesimis karena yang mereka hadapi adalah orang-orang yang memiliki uang dan jabatan.
Dengan semangat yang membara, Gendro memperjuangkan hak para penggarap korban Pelaksanaan Redistribusi Tanah Karangnongko yang dirampas oleh oknum-oknum dari desa dan kota. Ia berharap kasus ini dapat sampai ke Bapak Prabowo Subianto Presiden Republik Indonesia untuk mengungkap segalanya. “Semoga kasus ini sampai ke Bapak Presiden RI yang baru agar kami mendapatkan keadilan dan kepastian hukum”, harap Gendro.
Penulis: Wildan
Reporter: Wildan
Editor: Novinda