Yogyakar­ta, 24 Agus­tus 2022, kon­fer­en­si pers dilak­sanakan sesu­dah sesi ple­nary 3 guna mem­ba­has soal kasus perkaw­inan anak. Kon­fer­en­si pers ini dilakukan masih dalam serangka­ian acara The 2nd Inter­na­tion­al Con­fer­ence On Indone­sia Fam­i­ly Plan­ning and Repro­duc­tive Health (ICIFPRH) yang dis­e­leng­garakan sela­ma tiga hari bertu­rut-turut. Isu yang diba­has di hari ked­ua penye­leng­garaan forum adalah perkaw­inan anak yang men­ja­di isu nasion­al dan inter­na­sion­al. Masifnya angka kenaikan jum­lah perkaw­inan usia anak men­ja­di kere­sa­han banyak pihak, uta­manya pemer­in­tah negara.

Per­wak­i­lan Kementer­ian Pem­ber­dayaan Perem­puan dan Per­lin­dun­gan Anak (KemenPPA) dihadiri oleh Rohi­ka Kur­nia­di selaku Asis­ten Deputi Per­lin­dun­gan Anak atas Pen­ga­suhan dan Lingkun­gan, men­ja­di salah satu pem­bicara pada forum terse­but. Data KemenPPA yang dita­mpilkan dalam sesi ple­nary 3 mem­ba­has secara spe­si­fik soal fak­tor penye­bab, dampak, upaya, ser­ta ter­ham­bat­nya Indeks Pem­ban­gu­nan Manu­sia (IPM) dan Sus­tain­able Devel­op­ment Goals (SDGs) kare­na perkaw­inan anak.

Fak­tor penye­bab perkaw­inan anak antara lain; daer­ah yang ter­go­long pedesaan, rumah tang­ga den­gan kuin­til lebih ren­dah, dan pen­didikan yang tidak memadai. Pada tahun 2018 diperki­rakan ada 1.220.900 anak perem­puan usia di bawah 18 tahun telah menikah. Resiko yang ditang­gung dalam kasus perkaw­inan anak juga tidak sedik­it, mis­al­nya; dua kali resiko kema­t­ian kare­na melahirkan, stunt­ing, resiko lahir pre­matur, resiko ter­jadinya Kek­erasan Dalam Rumah Tang­ga (KDRT) meningkat, rawan terke­na penyak­it men­tal dis­or­der depre­si, dan masih banyak lagi.

Dampak perkaw­inan anak yang mam­pu meng­ham­bat IPM dan SDGs dalam berba­gai sek­tor dibuk­tikan den­gan aspek pen­didikan (anak putus seko­lah), kese­hatan (Kema­t­ian Ibu dan Anak(KIA)), ekono­mi (anak yang bek­er­ja den­gan upah ren­dah menim­bulkan kemiski­nan), dan lain­nya seper­ti besarnya indika­tor ter­jadinya KDRT. Upaya yang ditawarkan KemenPPA dalam hal ini; lingkun­gan yang meno­lak perkaw­inan usia anak, pen­guatan reg­u­lasi dan kelem­ba­gaan pemer­in­tah untuk berper­an aktif, aksesi­a­bil­i­tas dan per­lu­asan layanan, men­gop­ti­malkan anak agar mam­pu men­ja­di agent of change.

Imp­likasi Pen­didikan Dalam Mence­gah Perkaw­inan Usia Anak

Pen­er­a­pan strate­gi pence­ga­han kasus perkaw­inan usia anak, sudah dilakukan lin­tas negara. Rob­bert Blum dari Seko­lah Kese­hatan Masyarakat Johns Hop­kins Bloomberg Ameri­ka Serikat, dalam kon­fer­en­si pers men­erangkan bah­wa perkaw­inan anak bukan soal nor­ma aga­ma. Pada keny­ataan­nya, yang diinginkan orang tua, masyarakat, dan negara akan san­gat bergan­tung pada pen­didikan. Perbe­daan perkaw­inan anak di luar negeri dan Indone­sia, di Indone­sia ter­da­p­at nor­mal­isasi perkaw­inan anak yang ter­hubung den­gan kasus kemiski­nan dan kurangnya kesem­patan. Poin uta­ma yang per­lu diper­hatikan dalam upaya menekan angka kenaikan perkaw­inan adalah mem­per­tim­bangkan dampak.

Dalam kon­fer­en­si pers, Rohi­ka Kur­nia­di turut menyam­paikan apre­si­asi maha­siswa yang berkon­tribusi dalam pence­ga­han perkaw­inan anak. Maha­siswa dalam masyarakat dihara­p­kan seba­gai pelo­por sekali­gus pela­por pence­ga­han perkaw­inan usia anak melalui sosial­isasi, mem­per­tim­bangkan dampak pan­jang berke­lan­ju­tan yang akan ter­ja­di. Dalam kon­teks akademisi, maha­siswa memi­li­ki inte­grasi dalam mence­gah perkaw­inan anak. Sin­er­gi KemenPPA dan Uni­ver­si­tas juga dilakukan keti­ka turun ke masyarakat.

Miran­da Van Reeuwijk dari Rut­gers Belan­da men­je­laskan, anak pada hari ini memi­li­ki ketaku­tan ter­hadap sek­su­al yang aktif sebelum menikah. Ketaku­tan ini men­ja­di salah satu peng­ham­bat akses penge­tahuan soal Kese­hatan Repro­duk­si (KesPro). Salah satu dampak dari tidak ter­ak­ses­nya KesPro bagi anak adalah ter­jadinya kehami­lan yang tidak diinginkan. Orang tua per­lu paham bah­wa akses pen­didikan harus diu­ta­makan bagi anak agar menge­tahui per­lin­dun­gan diri soal kese­hatan repro­duksinya. Banyak penelit­ian yang mem­buk­tikan bah­wa pen­didikan kese­hatan repro­duk­si mam­pu menekan angka perkaw­inan anak. 

Penulis: Fari­da
Reporter: Fari­da

Edi­tor : Nurul