Berbagai elemen massa yang tergabung dalam Afiliasi Sekartaji melakukan aksi demonstrasi untuk menolak Undang-Undang TNI di depan Gedung DPRD Kota Kediri pada Kamis, 27 Maret 2025. Namun, sayangnya aspirasi yang mereka sampaikan tidak diterima baik oleh aparat kepolisian. Aparat justru bertindak berlebihan terhadap para demonstran, tim medis, bahkan pers mahasiswa (persma). Merujuk dari pers rilis yang ditulis LPM Aksara, diketahui bahwa polisi sempat menangkap dan menahan 26 massa aksi, di antaranya lima orang perempuan dan satu persma. Para massa yang tertangkap tidak hanya mendapat kekerasan verbal tapi juga kekerasan fisik hingga menyebabkan luka serius.
“Kondisi salah satu dari mereka cukup kritis. Terdapat luka parah di sekitar kepala terutama di area pelipis mata. Luka ini hingga kemudian harus dijahit dan (mendapat) penanganan khusus,” tulis LPM Aksara dalam pers rilisnya pada Sabtu (29/3).
Dalam postingan video yang diunggah oleh @Rafilsasat di X, menunjukkan bahwa polisi nekat menerobos masuk ke toko percetakan untuk memukuli dan menyeret demonstran yang berusaha mengamankan diri. “Perlindungan demonstran adalah esensi dari demokrasi yang sehat. Video tersebut mengindikasikan tindakan berlebihan yang sulit dibenarkan sebagai prosedur standar,” komentar @dimarsasongko98 dalam akun X nya menanggapi unggahan video tersebut.
Para tim medis dan persma juga mendapat perlakuan berlebihan oleh aparat. Dalam pers rilis, dituliskan bahwa tim medis sempat dihadang dan diintimidasi saat mencoba menolong massa. Para anggota pers juga sempat mendapat upaya penangkapan meskipun telah menggunakan dan menunjukkan identitas pers. “Pers juga beberapa kali digeledah, dipaksa untuk melepas masker, dan difoto, hingga percobaan merebut kamera, ponsel, serta buku catatan,” tulis LPM Aksara dalam pers rilis.
Gilang selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional mengatakan bahwa ia sempat ditahan oleh aparat di Kantor Polrestabes Kediri meskipun sudah menunjukkan identitas pers-nya. Selama penangkapan dan penahanan, ia mendapat pemukulan dan tendangan. “Sesampainya di depan Kantor DPRD sebelah selatan seorang brimob berseragam hitam membawa pentungan hitam panjangnya melayangkan pukulan ke ulu hati. Beberapa saat saya susah bernapas. Sambil dipaksa tetap berjalan ke depan Kantor DPRD,” terang Gilang.
Mengutip dari laman LPM Kavling10 diketahui bahwa Gilang sempat mendapatkan interogasi, intimidasi, serta kekerasan fisik oleh aparat kepolisian. Selain itu, ia juga dipaksa untuk menyerahkan ponselnya guna pemeriksaan yang kemudian dapat keluar melalui pertolongan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri.
Penulis: Cindy Kusuma
Redaktur: Mustofa Ismail