Tulungagung, 23 Maret 2025 — Momentum Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menjadi ajang meningkatkan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan. Aliansi Lereng Wilis (ALWI) menggelar peringatan Hari Air Sedunia dengan aksi nyata berupa pembersihan sungai dan penanaman pohon di area sungai Bok Brombong. Acara berlangsung di Warung Kopi Kakafoni dan dihadiri oleh sekitar 200 orang dari berbagai komunitas dan pecinta lingkungan seperti Irigasi Kauman, Dinas Lingkungan Hidup, Siswa Pecinta Alam, dan lainnya.
Harun, koordinator ALWI, menjelaskan bahwa kegiatan ini hadir sebagai wadah bagi para aktivis lingkungan, mahasiswa, dan masyarakat umum yang peduli terhadap kelestarian alam. “Kami dari ALWI ingin mengkoordinasikan pegiat lingkungan di Tulungagung agar dapat bergerak bersama, bukan lagi berjalan sendiri-sendiri. ALWI adalah rumah besar bagi siapa saja yang ingin berkontribusi untuk lingkungan,” katanya.
Nanang, salah satu anggota ALWI, menambahkan bahwa peringatan Hari Air Sedunia yang diadakan di bulan Ramadan justru menjadi momen yang tepat untuk mengajak masyarakat agar tidak menjadikan puasa sebagai alasan untuk tidak peduli terhadap lingkungan. “Puasa itu bukan hanya menahan makan dan minum, tapi juga menahan diri dari kebiasaan buruk. Membersihkan sungai, menanam pohon, itu bagian dari ibadah,” ujarnya.
Delian, salah satu partisipan yang tergabung dalam Mapala Kismapala, menyampaikan pandangan serupa mengenai keterkaitan antara aksi lingkungan dan nilai-nilai keimanan. “Tanggapan orang lain mungkin mereka lebih capek ketika melakukannya di bulan Ramadan, tapi jika dilihat dari sisi positifnya kegiatan yang kita lakukan ini akan menjadi berkah. Kita puasa, kita rela membantu meramaikan kegiatan ini dengan ikhlas membersihkan sungai dari sampah yang melimpah. Tuhan pasti tahu dan memberikan ganjaran di akhirat. Kebersihan itu sebagian dari iman, jadi apa yang kita lakukan ini adalah bagian dari tanggung jawab kita sebagai manusia,” ungkapnya.

Selain membersihkan sungai dari sampah, kegiatan ini juga mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan air. Harun menegaskan bahwa masyarakat seharusnya sadar bahwa air adalah sumber kehidupan. “Annadhofatu minal iman, kebersihan itu sebagian dari iman. Bukan hanya baju yang bersih, tetapi hati, perilaku, dan lingkungan juga harus bersih. Sungai adalah sumber kehidupan, tanpa air, tidak akan ada makhluk hidup di bumi ini,” jelasnya.
Peserta juga melakukan penanaman pohon Karet Kebo dan Puring yang merupakan sumbangan dari komunitas Sahabat Alam Blitar. Penanaman pohon dilakukan di beberapa titik yang rawan longsor di sekitar sungai. Harun mengungkapkan bahwa kegiatan penghijauan ini dilakukan secara swadaya tanpa bergantung pada bantuan pemerintah.
Meski demikian, salah satu hal yang menjadi tantangan adalah rendahnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ini. Nanang mengungkapkan bahwa ALWI telah mengundang berbagai pihak, termasuk ketua RT dan Pemerintah Desa, agar masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan.
“Kami ingin kegiatan ini tidak hanya melibatkan aktivis, tapi juga masyarakat luas. Pemerintah desa seharusnya bisa membuat Peraturan Desa (PerDes) untuk melindungi sungai dan mengelola sampah dengan lebih baik,” katanya.

Sony, salah satu partisipan dari Perum Jasa Tirta I (PJT I) menyoroti pencemaran sungai di Tulungagung masih menjadi masalah besar, terutama akibat sampah domestik, limbah ternak, dan limbah industri. “Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan terjadi percepatan sedimentasi yang dapat menyebabkan bencana seperti banjir dan longsor. Kesadaran masyarakat sangat penting untuk mencegah hal ini,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda agar mereka lebih peduli terhadap lingkungan.
Nonton bareng film Pulau Plastik menjadi akhir dalam acara ini. Film ini mengangkat isu pencemaran plastik yang telah meresap ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman. Harun menjelaskan bahwa pencemaran plastik adalah ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia. “Mempelajari alam tidak bisa hanya sepenggal. Semua saling berkaitan. Apakah mikroplastik ada di tubuh manusia? Apakah ditemukan di susu Ibu atau bahkan di darah manusia? Ini adalah masalah yang tidak bisa diabaikan karena akan saling berkesinambungan antara pencemaran lingkungan dan manusia,” jelasnya.
Susanto, anggota Lembaga Manajemen Infaq (Laznas LMI), yang turut hadir dalam kegiatan ini, menyoroti pentingnya kolaborasi dalam menjaga lingkungan. Ia mengusulkan pendekatan pentahelix, yaitu kerja sama antara komunitas, masyarakat, pemerintah, media, dan dunia usaha.
Para peserta berharap aksi ini tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi juga dapat memberikan dampak jangka panjang bagi kesadaran masyarakat. Nanang menerangkan bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab aktivis, tetapi juga semua elemen masyarakat. “Air adalah sumber kehidupan, jika kita tidak menjaganya, maka kita sedang menggali kehancuran bagi diri kita sendiri. Kebersihan itu sebagian dari iman, bukan hanya soal tempat ibadah, tetapi juga lingkungan kita,” pungkasnya.
Penulis: Nur Aini Agustin
Reporter: Amara, Aini, Maula, Wahyu, Aina
Editor: Mustofa Ismail