Dimensipers.com — Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang dilakukan oleh Badan Legistalif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 05 Oktober menuai protes dari berbagai elemen masyarakat. UU ini berisi berbagai macam pasal, diantaranya UU Cipta Kerja. Dengan adanya pengesahan menimbulkan kegegeran di kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan UU tersebut memihak pada investor dan beberapa elit penguasa. Aksi demonstrasi pecah hampir di seluruh Indonesia, tak terkecuali Tulungagung. Pada 12 Oktober seluruh mahasiswa dari berbagai aliansi yang ada di tulungagung melakukan aksi demonstrasi untuk menentang adanya pengesahan Undang-Undang Omnibus Law ini.
Di dalam UU Omnibus Law ini terdapat banyak pasal yang terkesan mengedepankan kepentingan eksekutif daripada kepentingan rakyat. Bagus Prasetyo selaku Koordinator Aksi dari IAIN Tulungagung, mengungkapkan kekhawatiran berbagai pasal yang dirasakan tidak adanya keberpihakan kepada rakyat.
Bagus Prasetyo mengungkapkan, seperti munculnya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan berkesinambungan mengakibatkan dimana harus kelas menengah yang berada didaerah bisa mengalami kebangkrutan karna tidak mampu membayar upah pekerja sesuai UU. bahwasanya harus sesuai UMP kecuali bahwa kota tersebut mengalami kemajuan perputaran perekonomian dipercepat seperti contohnya saat ini di Jawa Timur ada beberapa kota UMK atau Upah Minimum Regional (UMR) lebih tinggi ada Surabaya dan lain-lain. tapi ketika ada pola UMP yang di mana di situ tidak sesuai dalam artian ada pemerataan pasti di daerah terpencil akan tidak mampu melakukan pembayaran terhadap buruh. untuk kalangan usaha kelas menengah tidak akan mampu karena harus sesuai UMP.
Lalu ada juga Slamet Riyanto selaku Koordinator Lapangan Aliansi Tulungagung Bergerak memaparkan kritik terhadap Undang-Undang Omnibus Law terutama masalah agraria, ”Masyarakat kecil terkait agraria, petani nelayan kecil itu pasti kena dampak omnibus law, bagaimanapun juga masyarakat-masyarakat kecil itu pasti kena dampak terhadap pembangunan,” ungkap Slamet Riyanto. Contohnya kalau melihat titik basis masyarakat Tulungagung adalah masyarakat marginal, nelayan dan bertani. Maka daripada itu undang-undang omnibus law dampaknya pasti ke situ (nelayan dan bertani). Dengan pembangunan-pembangunan gedung dan investor-investor lalu pabrik dampaknya orang-orang sekiranya kena investor dan sebagainya, itu opsinya hanya menjadi buruh yang sekiranya membudak pada birokrasi struktural investor.
Dalam aksi demonstrasi kemarin, para demonstran memaparkan substansi-substansi Omnibus Law yang dianggap telah menimbulkan keresahan, mencederai, dan merugikan banyak pihak. Di antaranya berupa tata cara penyusunan draft RUU Cipta Kerja yang telah cacat secara formal dan melanggar berbagai prinsip Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia, menyayangkan sikap pemerintah dan DPR yang menganggap rakyat sebagai objek politik dengan adanya minim partisipasi publik dalam proses penyusunan UU Cipta kerja, menyayangkan izin usaha yang dikeluarkan pemerintah pusat pada pasal 9–11 draft RUU Cipta Kerja yang mengganggu otonomi daerah dan berakibat pada tidak jelasnya pengawasan dan sanksi yang diterapkan, Kemudahan untuk perizinan eksploitasi lingkungan hidup dengan mempermudah izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28H tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Lalu, dihapusnya izin bagi tenaga kerja asing yang digantikan dengan hanya pengesahan oleh pemerintahan yang akan membuat semakin tergusurnya tenaga kerja dalam negeri, menolak penyederhanaan izin investasi yang berdampaknya pada kerusakan lingkungan, perusakan tatanan hukum dengan memperkuat posisi pemerintahan pusat dalam intervensi kebijakan daerah (desentralisasi dan distribusi kekuasaan), pemerintah dan DPR yang tidak mencerminkan good government, Terdapat Sekitar 500 aturan turunan yang menjadikannya hyper-regulated sehingga menyebabkan tumpang tindihnya Undang-Undang, serta berdasarkan pasal 65 UU Cipta Kerja yang memasukkan sektor pendidikan kedalam bidang terbuka terhadap perizinan usaha, hal tersebut dapat menjerumuskan indonesia dalam kapitalisme kehidupan.
Selanjutnya demonstran mengemukakan Point-point yang menjadi bagian dari tuntutan massa. Tuntutan tersebut dirumuskan oleh 10 aliansi mahasiswa, meliputi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), IAIN Tulungagung, Perhimpunan Pers Mahasiswa Tulungagung (PPMI) DK Tulungagung, Gusdurian Tulungagung, STAI Dipo, STAI Muhammadiyah, Universitas Tulungagung (UNITA).
Tuntutan tersebut berisi tentang penolakan atas disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, mengajukan Mosi Tidak Percaya, dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (PERPU) Cipta kerja dalam pembahasan point substansi Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian menuntut DPR-RI untuk lebih menghargai aspirasi rakyat, dan mendengarkan kritikan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja serta menuntut Presiden Joko Widodo untuk melepaskan semua tahanan aksi di seluruh indonesia, dan menjamin haknya.
Reporter: Ilham, Aini, Mustika, Gilang, Laila, Fita
Penulis: Laila Muhibbah
Redaktur: Rifqi Ihza F.