Dimensipers.com — Setiap kampus memiliki lembaga yang mengatur sistem pemerintahan yang ada. Pada umumnya lembaga tersebut adalah organisasi intra kampus yang berfungsi sebagai wadah pengembangan mahasiswa ïuntuk meningkatkan integritas kepribadian agar mencapai tujuan perguruan tinggi. Atau yang kerap disebut dengan Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa).
Demikian juga dengan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Ormawa lebih dikenal akrab dengan sebutan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM). KBM meliputi seluruh lembaga mahasiswa IAIN Tulungagung.
Dalam kampus IAIN Tulungagung sendiri terdapat sistem lembaga dari mulai Senat Mahasiswa Institut (SEMA‑I), SEMA-Fakultas (SEMA‑F), Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA‑I) DEMA-Fakultas (DEMA‑F), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Semua lembaga tersebut ditanggungjawabi oleh Wakil Rektor (Warek) Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama sebelum langsung ke Rektor.
SEMA menurut Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, pada bagian Tugas dan Wewenang Organisasi Kemahasiswaan. Bahwa, SEMA sekaligus lembaga normatif atau legislatif dan perwakilan tertinggi lingkungan mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), memiliki fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa. Selain itu memiliki peran legislatif sebagai subsistem kelembagaan non-struktural di tingkat PTKI.
Dalam kampus IAIN Tulungagung, lembaga tertinggi tingkat mahasiswa yaitu SEMA‑I. Fungsi SEMA‑I juga diatur dalam surat keputusan Jendral Pendidikan Islam (Pendis) Nomor 1951. Fungsi SEMA‑I di antaranya adalah mengawasi kebijakan lembaga di tingkat organisasi kemahasiswaan, seperti DEMA dan HMJ. Serta merumuskan norma-norma dan aturan pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan yang tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Selain itu juga merumuskan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi mahasiswa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
SEMA‑I juga bertanggungjawab atas pemilihan Presiden Mahasiswa (Presma) IAIN Tulungagung. Sebelum diadakan Pemilu Raya (Pemira) untuk memilih Presma, SEMA‑I harus menyelenggarakan kongres yang diwakili oleh tiap-tiap lembaga di kampus. Kongres tersebut bertujuan untuk mendemisionerkan Presma yang menjabat saat itu dan membentuk Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM).
Pada 29 Mei 2019, kongres dipimpin langsung oleh ketua SEMA‑I yakni Irfan Wahyu. Dan dihadiri oleh perwakilan tiap-tiap lembaga tersebut mengalami kekacauan. Seperti yang dikatakan oleh Habiburrohman Tamba, selaku Ketua DEMA Fuad, bahwa terdapat banyak peserta sidang yang meninggalkan ruangan dikarenakan ketidakjelasan persidangan tersebut.“Kalau asumsi saya, itu hanya untuk kepentingan golongan tertentu. Padahal yang dihadirkan dalam sidang itu adalah perwakilan banyak lembaga. Dan saking muaknya mayoritas lembaga yang ada di situ, sidang diberhentikan,” ungkap Tamba.
Kongres yang belum usai tersebut berlanjut hingga 31/08/2019. Akan tetapi, peserta kongres pada hari terakhir tidak memenuhi persyaratan, yakni hanya 9 dari 53 lembaga yang ada di kampus IAIN Tulungagung. Padahal, persyaratan untuk melaksanakn kongres yakni setengah ditambah satu dari lembaga yang ada di IAIN Tulunagung.
“Pertama masuk penuhkan, yang lain kok mengapa keluar, salah sendiri. Apakah ada paksaan. Otomatis dia gugur, kecuali dia izin. Tapi di tata tertib selanjutnya ditunggu dua kali lima menit. Kalau dua kali lima menit tidak terpenuhi tetap lanjut,” ucap Irfan.
Ketidakjelasan pada kongres yang menuai kontroversi di kalangan mahasiswa ini akan ditindaklanjuti dengan sidang istimewa. Sidang istimewa adalah sidang yang diselenggarakan SEMA‑I untuk menyelesaikan kongres yang belum selesai. Sidang istimewa yang seharusnya dilaksanakan untuk menyelesaikan kongres yang cacat ini, tidak kunjung terlaksana. Irfan tidak menanggapi terkait adanya sidang istimewa.
Di sisi lain, terdapat informasi yang beredar dikalangan mahasiswa. “Kalau sidang istimewa dilakukan SEMA‑I saya belum mendengar. Tapi dengar-dengar dari rektorat, SEMA‑I disuruh melakukan sidang itu lagi. Entah itu yang disidangkan bab berapa, pasal berapa, saya kurang jelas. Dan inisiatif itu bukan dari SEMA‑I, tapi dari pihak rektorat,” tutur Tamba.
Sidang istimewa yang seharusnya dilaksanakan SEMA‑I tidak berjalan hingga saat ini. Tamba juga menambahkan bahwa acuan dasar yang digunakan untuk Pemira adalah hasil kongres. Kongres yang seharusnya menghasilkan pembentukan KPUM sekaligus untuk mendemisionerkan Presma berhenti seketika.
Selaras dengan pernyataan Abad Badruzzaman, selaku Warek Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama terkait fungsi SEMA‑I IAIN Tulungagung yang belum maksimal. Abad mengatakan, bahwa “Kalau ukurannya kinerja bisa dilihat waktu SEMA‑I melaksanakan kongres yang diwarnai dengan kericuhan, ketidakpuasan beberapa elemen. Kalau dilihat dari kongres SEMA‑I masih belum optimal, masih perlu pembenahan.”
Namun pada 20/09/2019, SEMA‑I membuka pendaftaran KPUM untuk pemilihan Presma. Tiap-tiap lembaga mewakili untuk menjadi anggota KPUM. Rico Rizki Ramdahani selaku Ketua HMJ Psikologi Islam mengatakan, bahwa di jurusan Psikologi Islam telah mendapat surat delegasi untuk mengirimkan anggota untuk menjadi panitia Pemira.
Lain halnya dengan salah satu anggota SEMA‑I yang namanya tidak ingin disebutkan, yakni Fa, mahasiswa semester 7. Fa mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah ada diskusi, tiba-tiba ketua SEMA‑I langsung membuat KPUM. Sedangkan angkatan semester 7 tidak diikutcampurkan dalam KPUM. Alasannya bahwa terdapat semester 7 yang sedang menjalani Program Praktik Lapangan (PPL). Padahal, ketua SEMA‑I sendiri juga PPL.
Merujuk pada surat keputusan Jendral Pendis yang sama, di bagian tata cara pemilihan ketua DEMA‑I. Yaitu SEMA‑I membentuk panitia pemilihan berdasarkan tata tertib pemilihan dan diusulkan ke pimpinan PTKI untuk penetapan. Tugas panitia melaksankan penjaringan bakal calon, penetapan calon, dan pelaksanakaan pemilihan ketua DEMA.
Rozak selaku bakal Calon Presiden (Capres) mengatakan bahwa hingga (26/09/2019) seluruh lembaga belum ada yang memegang Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD-ART). “Seharusnya setelah kongres hasil musyawarah AD-ART diserahkan ke semua KBM,” tambah Rozak.
Pada 20 hingga 23 September pun ditetapkan sebagai waktu pengambilan dan pengumpulan formulir bakal Capres dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Pengambilan dan pengumpulan formulir di kantor SEMA‑I pada pukul 09.00–15.00 WIB. Dengan map berwarna biru.
Menurut jadwal pemilihan presiden oleh KPUM, pada 23/09/2019 pukul 15.00 WIB pendaftaran ditutup. Pada hari yang sama pukul 17.00 WIB penetapan Capres/Cawapres diumumkan. Akan tetapi, terdapat pengumuman bahwa penetapan tersebut ditunda pada pukul 19.00 WIB.
“KPUM menunggu calon pendaftar yang lain sesuai dengan jumlah formulir yang diambil oleh pendaftar. Padahal dilihat dari jadwal Senin, 23 September 2019, pukul 15.00 adalah pendaftaran sudah ditutup, dan penetapan bakal calon pukul 17.00 WIB,” ungkap bakal calon yang namanya tidak ingin disebutkan, yakni Ml.
Adanya ungkapan dari pihak Capres tersebut, KPUM telah melanggar peraturan yang telah dibuatnya. Hal tersebut juga dipertegas kembali oleh Ml, bahwa penyebab pengunduran juga dikarena bakal calon Rochim dan Harun belum selesai memenuhi berkas persyaratan yang telah ditentukan oleh KPUM, yaitu surat keterangan (SK) aktif dan rekomendasi 10 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Sedangkan dari pihak Rozak sudah lengkap. Hal tersebut yang menyebabkan verifikasi diundur.
Pada 23/09/2019, pukul 20.00 WIB dilakukan mediasi di kantor SEMA‑I. Dikarenanya lampu kantor SEMA‑I tidak menyala, mediasi pindah di kantor HMJ jurusan Pendidikan Agama Islam. Di dalam mediasi tersebut mengalami keributan antara pihak SEMA‑I, KPUM, dan Bakal Capres dan Cawapres.“Ketika penetapan calon itu ada debat kusir. Dan SEMA‑I selaku yang menaungi legislatif di IAIN dan KPUM yang sudah ditunjuk oleh SEMA‑I tidak dapat menengahi itu semua. Pemira masih ribet dengan pendaftaran,” jelas Tamba.
Proses mediasi yang tak menghasilkan keputusan apapun. “Sampek di sana diundur karena salah satu bakal calon belum memenuhi persyaratan rekomendasi. Saya rasa itu cukup memalukan bagi mereka. Ini bukan hanya kelas fakultas atau HMJ, ini kelas DEMA‑I mereka bukan serta merta bisa semena-mena mengganti jam. Untuk orang awam pun bisa saja memandang ini sebagai persiapan yang kurang atau ada motif yang lain,” ucap Mita Uswatun Hasanah selaku ketua HMJ Tasawuf Psikoterapi.
Pada 26/09/2019, muncul peraturan persyaratan bakal Capres dan Cawapres yang berbeda dengan persyaratan yang diedarkan oleh KPUM sebelumnya. Irfan mengatakan bahwa terdapat kesalahan di persyaratan sebelumnya, dan harus diganti dengan yang baru. Samsul Marif selaku ketua KPU mengungkapkan, bahwa “Salah dalam penulisan, tidak semua AD-ART itu saya cantumkan.”
Namun, Irfan selaku SEMA‑I tidak mengetahui dengan jelas letak kesalahan persyaratan tersebut. Irfan mengatakan, bahwa “Di pamflet ada kekurangan. Kekurangannya mungkin di mana yah, lupa saya.”
Perubahan persyaratan yang baru diterbitkan oleh SEMA‑I yakni surat keterangan aktif yang diterbitkan oleh Presiden DEMA‑I periode 2018/2019, Ibrahim Kholil Majid. Pamflet yang diedarkan dan menjadi landasan Capres dan Cawapres sebagai prasyarat bakal calon, sebelumnya tidak terdapat persyaratan tersebut.
Namun, setelah mengalami beberapa verifikasi berkas ulang, prasyarat keterangan aktif dimunculkan secara tiba-tiba. Lain halnya dengan ungkapan salah satu Capres, “SK baru lo, sesuk tak unggahne di rektorat, tak takoni Pak Fauzi seng ngurusi SK. SK baru itu belum dilegalitas.”
Pada tanggal yang sama terdapat pengumpulan berkas persyaratan kembali di kantor SEMA‑I pukul 15.30 WIB. Terdapat Ketua SEMA‑I, Ketua KPUM dan Capres/Cawapres yakni Rozak dan Falil. Pengumpulan persyaratan yang terbaru ini juga tidak berjalan dengan lancar. Pihak KPUM mengatakan bahwa adanya kesalahan tersebut dikarenakan anggota KPUM kurang bermusyawarah.
Pada saat pengumpulan tersebut Rozak selaku Capres mengatakan, “Terus lapo lagek muncul pas lagek masalah SK selesai. Ket wingi panggah tak balen-baleni ae ngunu loh. Ditutup, tapi sampean kok malah ngenteni calon seng lain, iki kesalahanmu. Peraturan yang membuat kamu sendiri, seharusnya sudah ditutup, malah sudah ada calon pendaftar yang masuk kamu nunggu calon yang lain. Lah indikasi kamu mendukung calon yang lain. Berarti sampean ada koalisi karo Presma lek sampean panggah mengacu iku.”
Pemira yang dilaksanakan secara tiba-tiba ini juga dikarenakan Presma yang akan diwisuda pada 28 September 2019. Adanya hal tersebut, SEMA‑I berencana menaikkan jabatan Harun selaku wakil Presiden periode 2018/2019 menjadi presiden. Akan tetapi hal tersebut tidak disetujui oleh Rozak ketika dibahas saat mengumpulkan persyaratan.
“Yo gak iso, piye ngene iki, ndi tugasmu terkait iku, endi AD-ART ne? Ono po ra neng kene? Lah mosok presiden sak iki wes diperpanjang SK ne. Mosok ngunu wakil e ape tak unggahne, terus ndi KPU? Seng jare demokrasi rakyat, kok semena-semena ngunggahne wakile dadi presiden.”
SK Presma diperpanjang hingga 31 Desember 2019, hal tersebut dikarenakan kebijakan pihak rektorat yang menginginkan penataan KBM dan UKM yang ada di IAIN Tulungagung. “Pak rektor menyarankan jangan diresuffle tapi diperpanjang akhirnya tidak ada perubahan sama sekali. Perpenjangan itu hingga 31 Desember,” ucap Ahmad Fauzi selaku Bagian Sub-bagian Kemahasiswaan.
Salah seorang anggota SEMA‑I, yakni Fa mengatakan bahwa seharusnya SEMA‑I membekukan KPUM terlebih dahulu. Kemudian memperjelas AD-ART sekaligus mendemisionerkan Presma yang sekarang. Fa juga mengungkapkan bahwa SEMA‑I hingga sekarang masih belum menemukan penyelesaian terkait masalah KPUM dan Pemira. Hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait Pemira.[] (Ai/Ant/Ri/Ars/Kzn/Nat)