Berbeda dari pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya yang diadakan di akhir periode kepengurusan Ormawa (Organisasi Mahasiswa), sidang Musyawarah Perwakilan Mahasiswa (MPM) tahun 2025 justru dilaksanakan di pertengahan tahun dengan informasi mendadak dan ditemui adanya konsideran yang sudah tidak berlaku.
Selasa 10 Juni 2025, Senat Mahasiswa (SEMA) UIN SATU menyelenggarakan sidang MPM di Aula Gedung Prajna Paramitha lantai 5. Dalam rundown, acara yang seharusnya dimulai pada jam 08.00 WIB, molor menjadi 10.19 dikarenakan peserta yang hadir masih sedikit. Pelaksanaan sidang MPM hari pertama hanya membahas tata tertib saja, karena saat pembahasan AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) akan dimulai, salah satu peserta sidang menyadari adanya kekeliruan terkait konsideran dalam AD/ART, sehingga MPM didiskorsing selama 1×17 jam pada pukul 15.22 dan dilanjutkan di hari berikutnya.
Dalam AD/ART MPM tahun 2024, adanya konsideran yang keliru terletak di bagian menimbang pada poin c yaitu Keputusan Dirjen Pendis Kemenag RI, Nomor 4961 tahun 2016 dan di bagian mengingat pada poin g terkait keputusan rektor. Kekeliruan tersebut mengakibatkan forum didiskorsing dan draf MPM harus diperbarui dengan menyesuaikan konsideran dengan peraturan terbaru. Peraturan yang baru tersebut adalah Keputusan Dirjen Pendis Kemenag RI, Nomor 3814 tahun 2024 dan keputusan rektor tahun 2025.
Muhammad Irfanul Faizin, selaku Ketua SEMA (Senat Mahasiswa) mengatakan bahwa adanya konsideran yang tidak sesuai, pihak SEMA tidak berani merubah draf yang keliru ini sebelum disahkan melewati sebuah persidangan.
“Kita tidak berani mengubah konsideran karena itu bagian dari AD/ART, dan AD/ART itu hanya bisa diubah dalam forum MPM. Sementara konsideran yang ada itu masih dari tahun kemarin, jadi ya harus disahkan dulu lewat sidang”. Terangnya.

MPM merupakan forum tertinggi musyawarah organisasi kemahasiswaan. Forum ini membahas, mengesahkan, dan mengevaluasi konstitusi kelembagaan mahasiswa, yakni AD/ART yang melahirkan peraturan-peraturan penting seperti Perma (Peraturan Mahasiswa) Pemira (Pemilihan Raya). Di tahun sebelumya, MPM diadakan setiap akhir tahun periode kepengurusan Ormawa. Namun, pada tahun ini diadakan di pertengahan periode karena untuk mempermudah mempersiapkan acara dalam meninjau peraturan turunan dari MPM.
“Nanti kalo kita meninjau peraturan-peraturannya setelah MPM di akhir periode maka waktunya akan mepet. Dan peraturan SEMA itu ada banyak, kalo Mas atau Mbak nya tau waktu MPM kan ada banyak perubahan di pasal-pasalnya. Jadi untuk persiapan selanjutnya, acara-acara selanjutnya seperti pemira dll. Itu akan terhambat, Akhirnya MPM nya dilaksanakan di pertengahan.” Jelas Irfanul.
Ketidaksiapan acara dan Informasi yang mendadak
Sidang MPM tahun ini menuai sorotan dari beberapa peserta sidang. Salah satu perwakilan Ormawa dari program studi tadris IPS, Zahrani, mengungkapkan kekecewaannya terkait penyampaian informasi yang mendadak, dia juga menyarankan draf MPM seharusnya dikirim seminggu sebelum acara dimulai.
“Mendadak banget, karena dilaksanakan pada jam efektif, harusnya ada sosialisasi lebih dahulu dan harusnya kita minimal sudah dikirimi draf yang mau dibahas 1 minggu sebelumnya agar siap,” ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Brilian, selaku peserta dari perwakilan salah satu Ormawa juga turut menyampaikan rasa kecewanya terhadap panitia, karena dengan informasi yang terlalu mendadak membuatnya kurang mempersiapkan kajian lebih matang.
“(informasi mendadak) jadi hambatan juga, karena dari kami belum mengkaji AD/ART sendiri lebih matang”ucapnya.
Alasan adanya informasi yang mendadak adalah ketidakjelasan dari konfirmasi pihak rektorat yang tidak kunjung menyetujui tempat yang akan dijadikan acara.
“Terkait masalah undangan yang mendadak itu karena kita belum mendapatkan gedung, gedung, baru dikonfirmasi sama rektorat di Gedung Prajna lalu dialihkan di Gedung AM (lalu) dialihkan lagi ke prajna di h‑3 acara” Jelas Irfanul.
Tak hanya informasi soal undangan MPM yang mendadak, pembahasan AD/ART di hari ke‑2 terbilang cepat dan tergesa-gesa. Kru LPM Dimensi mengamati suasana saat pembahasan AD/ART yang dipimpin oleh presidium satu yaitu Elfan Maulana Saputra tak memperhatikan waktu telaah yang disepakati saat pembahasan tata tertib. Waktu telaah yang seharusnya 3 menit perpasal, menjadi hanya 2 menit bahkan kurang dari semenit dalam beberapa pasal, hal ini terjadi karena presidium satu selalu mempercepat waktu telaah dengan meminta kecukupan pada seluruh peserta tanpa menunggu waktu telaah selesai.
Permasalahan yang lain yaitu tidak adanya grup whatsaap khusus untuk peserta MPM dari yang pasif maupun yang aktif. Panitia MPM hanya menyalurkan informasi – informasinya melalui grup ketua Ormawa, yang mana panitia tidak memikirkan adanya peserta pasif yang notabenenya adalah mahasiswa yang tidak tergabung dalam grup tersebut. Hal ini membuat kurangya transparansi informasi kepada peserta pasif yang hadir. Affan selaku ketua panitia acara MPM menanggapi bahwa kelalaian ini menjadi salah satu evaluasi.
“Bisa jadi evaluasi untuk kami mengenai transparansi peserta pasif” tuturnya.
Sebagai evaluasi, Muhammad Ikhsanuddin selaku Ketua DEMA (Dewan mahasiswa) memberikan tanggapan terhadap acara MPM pada tahun ini, ia menyarankan sebelum diadakan acara ini, SEMA harus mengadakan pembekalan terkait aturan tentang hukum.
“SEMA seharusnya membuat sekolah tentang hukum agar peserta memahami undang-undang itu ada beberapa elemen, memahami postur menimbang, konsideran, mengingat, memutuskan dan lain-lain, dan sekolah hukum jangan hanya membahas tentang teknis.” ujarnya.
Ikhsan juga menyayangkan adanya kecacatan yang masih belum diperbaiki mengenai konsideran. Kecacatan tersebut yaitu belum adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Ia menerangkan bahwa semua peraturan yang ada di bawah naungan perguruan tinggi seharusnya mengacu pada peraturan tersebut.
Penulis: Haidar Naufal & Nur Aini
Reporter: Ilma, Alfi, Yahya, & Sifana
Editor: Mustofa Ismail