Dimensipers.com — Rencana kerja sama melalui Memorandum of Understanding (MoU) ditawarkan oleh Abad Badruzzaman selaku Wakil Rektor tiga bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama dalam acara Talkshow memeringati International Women’s Day yang diadakan oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA‑I) Tulungagung di aula Gedung Arief Mustaqiem lantai enam. Hal ini dilatarbelakangi oleh maraknya pelecehan seksual di ruang publik, tak terkecuali kampus. Rencana ini akan dilakukan dengan pihak Dinas Sosial (Dinsos), Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung selaku lembaga yang ikut serta menangani kasus pelecehan seksual.
Dalam acara tersebut, Dian Kurnia selaku pemateri dari Forum Perempuan Filsafat (FPF) menyebutkan macam-macam pelecehan seksual, yaitu pelecehan verbal dan fisik. Pelecehan verbal ini dapat berupa siulan atau panggilan kepada seseorang yang menimbulkan perasaan tidak nyaman dari obyeknya. Biasanya panggilan ini merujuk pada bentuk fisik, misalnya cantik, seksi dan lainnya. Sedangkan pelecehan fisik cenderung mengarah pada pelecehan terhadap fisik seseorang, contoh: mencolek pinggul orang lain.
Pelecehan itu telah umum terjadi dan dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab serta sering terjadi di mana pun dan kapan pun. Peristiwa semacam ini seharusnya dapat menjadi tolok ukur sejauh mana keamanan dan kenyamanan ruang publik bagi semua kalangan tanpa terkecuali. Sebab yang sering menjadi obyek pelecehan sebagian besar berasal dari kaum perempuan.
Namun, pemateri selanjutnya yaitu Win selaku perwakilan dari Dinsos menjelaskan, “Kaum laki-laki tidak dapat disalahkan secara penuh atas terjadinya hal-hal semacam ini, karena terkadang dari pihak perempuan sendiri yang mengundang kaum laki-laki untuk berpikir kotor hingga melakukan hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dengan memakai pakaian yang tidak pantas sehingga membentuk lekuk tubuh. Dan juga jika bisa, pada jam malam perempuan diusahakan agar tidak keluar malam sendirian untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Saya harap setelah ini tidak ada lagi laporan mengenai pelecehan seksual.”
Indonesia pada masa ini kesetaraan gender telah disuarakan dan diamini oleh kalangan luas, sehingga pemaparan di atas tentang perempuan yang disarankan tidak keluar malam artinya membatasi gerak perempuan, misalnya saja aktivis-aktivis yang harus pulang larut malam. Argumen di atas secara otomatis mengisyaratkan bahwa perempuan belum mendapatkan kesetaraan. “Perempuan juga belum bebas berekspresi sesuai dirinya masing-masing,” ujar Rostina, salah satu pengaju pertanyaan.
Terlepas dari fashion kaum hawa yang beraneka ragam, pada kenyataannya pelecehan ini tidak hanya dialami oleh wanita yang berpakaian terbuka, tapi juga dialami oleh perempuan muslimah yang sudah menutup rapat auratnya sebagai muslim. Mirisnya di wilayah akademik seperti kampus, ternyata masih ditemukan kasus semacam ini.
Retno selaku Inspektur Polisi Satu (IPTU) Kepala Unit (Kanit) PPA menyatakan kebanyakan obyek kasus pelecehan seksual adalah dari golongan anak-anak yang kurang mendapatkan pendidikan, misal anak yang putus sekolah, anak punk, atau kalangan yang masih termasuk dalam usia anak-anak, yaitu di bawah 18 tahun. Mendengar penjelasan bahwa ternyata dalam kawasan usia dewasa seperti kampus masih ditemukan banyak kasus pelecehan seks, Retno mengutarakan bahwa Polres siap menerima laporan maupun pengaduan tentang pelecehan seksual. Pihak hukum tidak membatasi seseorang untuk mendapatkan hak lindungnya dari kasus semacam ini.
Abad juga memberikan dukungan penuh kepada mahasiswa maupun mahasiswi selaku korban untuk menindaklanjuti konfliknya. Sebagai bentuk apresiasinya beliau menawarkan MoU dengan pihak Dinsos dan Polres agar dapat membantu penanganan kasus di lingkungan kampus. Dan juga akan diadakan pertemuan terbuka layaknya Talkshow untuk menandatangi MoU segitiga: IAIN-Dinsos-Polres.
Dian memaparkan bahwa untuk mencegah pelecehan seksual berupa verbal maupun fisik dapat dilakukan dengan cara memahami secara penuh tentang kesetaraan dan kaidah dalam berinteraksi sosial. Berani melawan dan tidak segan untuk melaporkan kejahatan-kejahatan seperti disebutkan di atas demi kenyamanan dan keamanan semua kalangan.
Penulis: Estu Farida Lestari
Editor: Muhammad F. Rohman
Dalam paragraf terakhir ke2 iku Abah atau apakak