Dimensipers.com (26/7). Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung dikejutkan dengan sebuah surat delegasi yang ditandatangani oleh Presiden Dema‑I terpilih periode 2017/18. Pasalnya, dalam rentang waktu yang cukup lama setelah terpilihnya Presiden Dema‑I yang baru, sampai sekarang belum resmi di lantik. Oleh karena itu, menurut aturan yang sudah ada belum sah dikatakan sebagai Presiden Dema. Sehingga belum legal menandatangani surat-surat resmi kelembagaan.
“Dari saya sendiri belum mendengar kabar adanya pelantikan Presiden Dema. Saya juga belum tahu menahu sebab musabab kenapa dalam rentang waktu yang cukup lama, dari masa pemilihan sampai sekarang tidak ada proses pelantikan”, ujar Mei selaku Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Korps Sukarela (KSR).
Menurut keterangan Hadi selaku ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perbankan Syariah (PS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) yang merangkap sebagai Ketua Pelaksana Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) tidak tahu akan hal tersebut. Menurut Hadi dia bertindak sesuai perintah dari atasan.
Tersiar kabar bahwa pelantikan Presiden Dema‑I akan dilaksanakan sebelum PBAK berlangsung. Selain itu, surat keputusan pengurus Dema‑I keluar bersamaan dengan keluarnya surat keputusan kepanitiaan PBAK. Namun, hal itu masih belum terbukti kebenarannya. “Kemarin ada yang bilang kalau keluarnya surat keputusan pengurus dema kepanitiaan bersamaan dengan keluarnya surat keputusan kepanitiaan PBAK. informasi tersebut saya dapatkan dari Alvian salah satu anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)”, tutur Dani mahasiswa semester 5 (Lima) jurusan Tadris Matematika (TMT) Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK).
Menurut Ismail, Presiden Dema Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung periode 2017/18 menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kesalahpahaman. Selain itu, Ismail menegaskan kembali bahwasannya akan menindaklanjuti permasalahan tersebut bersama Senat Mahasiswa Institut (SEMA‑I).
Bila kita kaitkan perkara tersebut berdasarkan konstitusi adalah menyalahi aturan yang sudah dibentuk. Dalam sebuah organisasi apalagi dikalangan KBM sudah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Dimana AD/ART ini merupakan kesepakatan bersama. Masing-masing pihak tidak dapat melangkahi aturan yang ada.
“Kalau menurut saya seharusnya ikuti aturan yang jelas, jangan buat aturan sendiri dan lebih tanggap dan inisiatif lagi”, tegas Hamam Defa selaku ketua Tasawuf Psikoterapi (TP) Fakultas Ushluhudin Adab dan Dakwah (FUAD).
Selain itu sebagai pembuat aturan tata kelola KBM seharusnya SEMA‑I lebih mengetahui akan perkara tersebut. Namun, kenapa dalam hal ini Sema‑I masih enggan berkomentar menanggapi permasalahan ini.
“Pelantikan itu sebenarnya formalitas yang penting. Itu (Dema‑I, red) sudah punya surat keputusan apa belum ? Kalau surat keputusan sudah keluar ya tidak apa apa. Tapi bagaimana kita bisa tahu keluar atau belum kalau pelantikan saja tidak ada”, tegas Rahmat mahasiswa semester 7 (Tujuh) jurusan Hukum Keluarga (HK) Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH) yang sedikit banyak mengerti soal konstitusi.
Permasalahan yang demikian seharusnya segera di sikapi terutama Senat Mahasiswa Institut (SEMA‑I) selaku pemilik aturan kelola KBM. Namun, pihak Sema masih bungkam menyikapi hal tersebut. Apabila hal ini tidak segera disikapi ditakutkan akan berimbas pada lembaga yang ada dibawahnya dalam mengurus keadministrasian.
“Kami sangat dilema ditambah pula mulai aktifnya kampus dan kegiatan KBM juga akan mulai bergeliat”, tutur Mei. []
penyuka sastra, traveling, berkhayal, penggemar puisi Aan Mansur (Tidak Ada New York Hari Ini).