Dimensipers.com 30/09. Dewan Ekseku­tif Maha­siswa (DEMA) Fakul­tas Syari­ah dan Ilmu Hukum (FASIH) Insti­tut Aga­ma Islam Negeri (IAIN) Tulun­ga­gung mengge­lar diskusi rutin yang dina­makan “FASIH Men­ga­ji”. Berdekatan den­gan tang­gal 30 Sep­tem­ber maka ada kegiatan rutin (diskusi; red) seti­ap Jum’at. Diskusi kali ini mengam­bil tema “G 30 S/PKI”. Diskusi dim­u­lai pukul 10.20 WIB dan bertem­pat di gedung Sai­fudin Zuhri lan­tai satu.

Dari peri­s­ti­wa G 30 S/PKI saya men­co­ba mema­parkan dari per­spek­tif saya, kare­na untuk berbicara G 30 S/PKI itu san­gat kon­tro­ver­sial secara ceri­ta-ceri­ta. Nan­ti ting­gal dil­i­hat ceri­ta itu dari per­spek­tif mana. Di sini saya juga bin­gung, saya harus bisa berbicara yang netral itu dari segi mana. Maka ini saya akan meli­hat dari segi per­cat­u­ran atau kon­sta­lasi poli­tik glob­al,” Ujar Mashu­di selaku pema­teri dalam diskusi.

Ada per­spek­tif dari Ten­tara Nasion­al Indone­sia (TNI) seba­gai pahlawan dalam kasus terse­but. Mis­alkan meli­hat dari per­spek­tif orang Nahd­lat­ul Ula­ma (NU) yang ikut ter­li­bat, maka orang NU juga seba­gai pahlawan dalam kasus terse­but. Namun jika orang terse­but ser­ing berko­mu­nikasi den­gan orang yang dise­but itu Par­tai Komu­nis Indone­sia (PKI), maka tidak menyalahkan dari PKI itu sendiri. Jadi dari per­spek­tif mana kita mema­ha­mi sejarah itu.

Jika hanya meli­hat film G 30 S/PKI, posisi PKI yang ter­sudutkan, kare­na yang mem­bu­at film itu sendiri adalah pemer­in­tah Orde Baru (ORBA). Jadi dalam kasus terse­but kebe­naran berpi­hak pada pemer­in­ta­han. Per­lu dianal­isa kem­bali sia­pa sebe­narnya yang ada diba­lik kasus tersebut.

Sama hal­nya kita sekarang tidak tahu masalah yang dulu, tapi kalau ini diungk­it-ungk­it ter­lalu jauh, kita akan ter­bawa lagi kepa­da masalah yang sebe­narnya kita sendiri juga tidak tau. Kare­na di situ san­gat sulit untuk men­cari sum­ber yang obyek­tif.” Papar Mashudi.

Kendala dalam acara ini yakni kurangnya minat dari maha­siswa mengiku­ti diskusi yang dige­lar. Ter­li­hat peser­ta banyak dihadiri dari DEMA-Fakul­tas sendiri, sedan­gkan peser­ta dari luar hanya dua orang saja.
“(Sebelum mengiku­ti diskusi) Menu­rutku PKI itu bersalah. (Sete­lah mengiku­ti diskusi) Jadi dile­ma, yang bersalah sebe­narnya PKI atau bukan.” Ujar Tiara Azizi selaku peserta.

Menu­rut Muham­mad Lut­fi Mif­tahul Amrul­loh, Ket­ua DEMA FASIH men­gatakan bah­wa diskusi meru­pakan hal yang pent­ing. Mengin­gat bah­wa Maha­siswa seba­gai agent of change dan penerus bangsa.

Hara­pan Lut­fi kepa­da selu­ruh maha­siswa, khusus­nya maha­siswa FASIH IAIN Tulun­ga­gung turut ser­ta meme­ri­ahkan acara. Semakin banyak pemiki­ran yang dimunculkan maka kita akan semakin bijak­sana. Dalam art­ian jan­gan sam­pai kita hanya bisa mem­berontak dan meno­lak pema­haman itu. Namun, bagaimana kita bisa mengam­bil ilmu dari berba­gai sum­ber dan semakin banyak ilmu yang kita serap.

Semoga ini seba­gai reflek­si bagi kita para pemu­da khusus­nya maha­siswa agar orang tidak lupa akan sejarah. Kalau kita seba­gai maha­siswa tidak mengka­ji yang seper­ti itu, kita akan lupa pada cita-cita negara. Kata orang, orang yang bijak­sana adalah orang yang tidak melu­pakan sejarah.” Tam­bah Lutfi.