Kemarin adalah hari pen­didikan yang diperingati seti­ap tang­gal 2 mei. Pada saat san­tai bersama teman-teman di kan­tor redak­si, kami mem­bicarakan pen­didikan di Indonesia.

Per­tanyaan per­ta­ma yang tim­bul keti­ka mem­bicarakan pen­didikan ialah men­ga­pa semakin ting­gi pen­didikan iden­tik den­gan ori­en­tasi ker­ja? mes­ki tak semua orang di Indone­sia tidak sep­a­kat den­gan hal itu dan sedik­it risih den­gan per­tanyaan itu.

Namun tidak bisa dipungkiri memang seper­ti itu. Masih ingat kata-kata orang tua seko­lahlah yang ting­gi agar ker­ja­mu mudah, kata itu sudah tidak asing dil­ingkun­gan kami bagi orang di dalam diskusi kecil tersebut.

Dunia ker­ja pun juga menun­tut hal sama yaitu ijazah yang dihasilkan melalui pen­didikan. Semua ini bisa kita lihat dari lowon­gan peker­jaan yang men­ja­di syarat seba­gai bakal calon pegawainya, keselu­ruhan yang ter­can­tum dalam beri­ta lowon­gan ker­ja men­syaratkan pen­can­tu­man ijazah terakhir.

Seakan-akan pen­didikan di negeri ini dicip­ta seba­gai syarat peker­jaan. Dan mere­ka yang tidak men­em­puh pen­didikan di instan­si pen­didikan atau yang memu­tuskan tidak melan­jutkan pen­didikan yang lebih ting­gi, seakan bukan orang yang pan­tas men­da­p­at jatah ker­ja dalam dunia ker­ja yang mengabarkan lowongannya.

Jika dirun­tut dalam sejarah, tepat­nya pada era kolo­nial pen­didikan yang dis­e­leng­garakan wak­tu itu, hanya men­didikkan masyarakat Indone­sia untuk men­ja­di pegawai. Semakin ting­gi sese­o­rang yang men­em­puh pen­didikan, maka akan men­da­p­at tem­pat atau posisi ker­ja yang lebih ringan dan nya­man. Berbe­da den­gan orang yang men­em­puh pen­didikan tidak secara for­mal atau men­em­puh pen­didikan tidak ting­gi, mere­ka akan bertem­pat pada kuli maupun buruh-buruh yang notabene peker­ja keras.

Pada­hal dalam Undang-Undang Dasar 1945 tepat­nya pasal 31 dije­laskan bah­wa pemer­in­tah men­gusa­hakan dan menye­leng­garakan suatu sis­tem pen­didikan nasion­al, yang meningkatkan keimanan dan ketak­waan ser­ta ahlak mulia dalam rang­ka mencer­daskan kehidu­pan bangsa.

Saya rasa pen­didikan di Indone­sia jika men­gacu dalam UUD 1945 bukan beror­i­en­tasi pada peker­jaan atau untuk men­cari peker­jaan. Akan tetapi pen­didikan memi­li­ki tujuan untuk mencer­daskan kehidu­pan bangsa seba­gaimana tert­era dalam pem­bukaan UUD 1945. Cer­das bukan sekedar baik nilai raport dan ijazah­nya, tetapi cer­das piki­ran dan akhlaknya, dalam art­ian memi­li­ki eti­ka dan per­i­laku men­em­patkan diri yang baik.

Lagi-lagi saya ter­je­bak pada dunia keny­ataan. Seper­ti hal­nya yang saya tuliskan pada para­graf keem­pat, ada suatu instan­si dunia ker­ja yang menun­tut ham­pir selu­ruh peker­janya untuk memi­li­ki gelar stra­ta 1, kecuali clean­ing ser­vice. Pada wak­tu itu saya bertanya ten­tang bagaimana caranya ker­ja di instan­si kepa­da salah satu pegawai yang tidak lain sat­pam instan­si terse­but. Dia men­jawab, “Syarat uta­ma yaitu ijasah S1, saya juga lagi men­em­puh S1 guna menyetarakan­nya, mes­ki usia lebih dari kepala 4.”

Dari kuti­pan jawa­ban yang saya ambil men­ja­di con­toh dalam dunia ker­ja, bagaimana mere­ka men­em­patkan pen­didikan seba­gai syarat uta­ma untuk peker­janya. Con­toh ini juga mengami­ni angga­pan bah­wa dunia ker­ja men­stan­dark­an atau kual­i­tas sum­ber daya manu­sia dari pen­didikan ter­akhir yang ditem­puh oleh sese­o­rang dari suatu instan­si pendidikan.

Lalu bagaimana den­gan sese­o­rang yang tidak mengenyam pen­didikan diin­stan­si pen­didikan. Kebanyakan mere­ka hanya ditem­pat pada lev­el pal­ing ren­dah yang ker­janya cen­derung kasar yaitu kuli, atau buruh yang tidak memer­lukan ijazah. Jarang atau bahkan tidak ada dari mere­ka yang tidak memi­li­ki ijazah dari instan­si pen­didikan ditem­patkan pada posisi yang nya­man atau dikan­tor atau bukan peker­ja kasar, mes­ki mere­ka memi­li­ki poten­si dan etos yang baik.

Ini seper­ti yang diala­mi oleh adik sepupu saya, satu tahun lalu tepat­nya di perusa­haan minu­man adik saya mela­mar men­ja­di sopir. Dia memim­i­li­ki sim b juga lihai dalam memainkan kemu­di, akan tetapi kare­na dia bukan lulu­san SMA seder­a­jat dia dito­lak dan ditawari di bagian kuli angkut.

Pada­hal jika dirun­tut, Instan­si pen­didikan hanya sedik­it mem­berikan pen­garuh ter­hadap seso­rang yang mengenyam pen­didikan di sana. Pal­ing banyak mem­berikan pen­garuh pada sese­o­rang ialah lingkun­gan dan sosial­nya, bisa kelu­ar­ga, teman-teman­nya mapun alamnya.

Semestinya pen­didikan dis­esuaikan den­gan apa yang tert­era dalam UUD 1945 yang meru­pakan dasar bagi negara kita, yaitu men­didik manu­sia yang cer­das secara akal, piki­ran, dan per­bu­atan­nya. Ser­ta per­lu diin­gat instan­si pen­didikan bukan satu-sat­un­ya wadah guna mem­per­oleh pen­didikan. Bukan berar­ti orang yang tidak mengenyam pen­didikan dalam instan­si itu tidak ter­didik, bukan berar­ti juga orang yang men­em­puh pen­didikan dalam instan­si pen­didikan itu terdidik.

Jika dib­iarkan instan­si atau dunia ker­ja hanya meni­lai orang ter­didik untuk mema­sok pegawainya dari ijazah hasil tem­puhan dari pen­didikan sese­o­rang di instan­si pen­didikan, maka sudah bisa ter­li­hat bagaimana pen­didikan di negara kita ke mana arah­nya. Selain itu dalam dari instan­si pen­didikan ada yang mema­sukkan etos-etos dalam dunia ker­ja, seakan menam­bah arah pen­didikan negara ini untuk men­didik raky­at­nya seba­gai pekerja. []

manu­sia yang melayang diatas bayang