Malamku berpacu dongeng kancil mencuri mentimun
Kakekku yang bungkuk bernarasi dengan air liur yang sering muncrat ke langit-langit
Katanya sawah-ladangnya luas, musim ketiga mentimunnya besar-besar musim penghujan padinya pun demikian
Tak hayal jika kancil-kancil turun gunung
Tiba-tiba kakek menghilang sebelum cerita the end
Angin mendadak datang keroyokan menyampaikan pesan: banggakan negeri agrarismu!
Berkali aku berpikir sampai berkumis
Bagaima bisa membanggakan negeri jika agraris hanyalah dongeng?
Kakek pembohong besar! Tak ada sawah yang luas, apalagi mentimun yang besar-besar, padipun banyak yang tumbang disapu traktor insinyur
Adalah hoax narasimu itu!
Tiba-tiba angin berpusar lagi, kali ini bersama kakek, berpetuah jua:
Mahasiswa kancil sepertimu hendaklah secerdik gelarmu
Putuskan kuliahmu! Atau habislah agrarismu pun habis negerimu
Percuma berselempang camlaude tapi menyampingkan agrarisnya
Sekali lagi aku berpikir sampai berjenggot
Kakek pembual! Tak ada kancil turun gunung
Ke mana lagi aku mencari agraris?
Nyatanya sawah tinggallah ladang tikus-tikus yang membuat lubang