Pemil­i­han pres­i­den dan wak­il pres­i­den maha­siswa dilak­sanakan oleh Komisi Pemil­i­han Umum Maha­siswa (KPUM) pada kamis tang­gal 7 juni 2018. Acara terse­but dim­u­lai dari pukul 09.00 sam­pai 14.00. Pemilu raya (pemi­ra) tahun ini memi­li­ki sis­tem kepen­gawasan lebih ketat dari pada tahun kemarin, sebab pada tahun lalu sem­pat ter­ja­di hak pil­ih gan­da. Ada­pun sis­tem pen­gawasan­nya den­gan pen­dataan dan penge­cekan satu per­satu kar­tu iden­ti­tas mahasiswa.

Tepat pada pukul jam 15.00, hasil reka­pit­u­lasi suara maha­siswa yang telah memil­ih mulai dihi­tung. Pasan­gan calon (paslon) nomor urut satu yaitu Kho­lil dan Harun mem­per­oleh polling suara ter­banyak yaitu total nilai 387 suara. Semen­tara itu, paslon nomor urut dua yaitu Zaky dan Ayik, men­da­p­atkan 211 suara. Jum­lah suara yang diper­oleh paslon satu mem­bu­at mere­ka berhasil mem­per­oleh jabatan seba­gai pres­i­den dan wak­il pres­i­den maha­siswa tahun 2018/2019.

dok. dim

Namun, meli­hat jalan­nya pemu­ng­utan suara, san­gat dis­ayangkan. Sebab jum­lah  suara yang masuk dari total maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung kurang mak­si­mal. Total maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung dari angkatan 2015 hing­ga 2017 berjum­lah lebih kurang 12000 maha­siswa. Akan tetapi, yang ikut berpar­tisi­pasi dalam pemi­ra hanya 598 suara dita­m­bah 8 suara yang tidak sah. Jadi jum­lah total pemil­ih pada pemi­ra 2018 ini hanya 606. Hal ini berar­ti, tidak lebih dari 5% dari jum­lah maha­siswa aktif IAIN Tulun­ga­gung yang ikut ser­ta dalam pemi­ra 2018. Sisanya, dimungkinkan tidak atau belum bisa ikut ser­ta dalam rangka­ian pemi­ra 2018.

Meli­hat sedik­it­nya jum­lah pemil­ih, kru Dimen­si menanyakan per­i­hal keab­sa­han hasil dari pemi­ra 2018 ini kepa­da ket­ua KPUM.  “Bahwasanya (dalam, red) pemi­ra ini (tidak ada atu­ran, red) harus sah keti­ka sekian persen dari maha­siswa , itu kan tidak ada atu­ran seper­ti itu. Nah maka dari itu kan nan­ti bera­pa ini kan ibarat­nya sudah mewak­ili ya. Kare­na ya tidak ada atu­ran yang jelas, toh kemarin saya sem­pat klar­i­fikasi sama Pak Abad, nan­ti bera­papun hasil­nya ya diter­i­ma aja kan seper­ti itu”, Ucap ket­ua Rohmat selaku ket­ua KPUM.

Pelak­sanaan pemi­ra 2018 ini men­u­ai banyak kri­tik. Mis­al­nya, antu­sias maha­siswa yang kurang kare­na wak­tu pelak­sanaan pemi­ra tidak efek­tif yaitu men­je­lang libu­ran. Menang­gapi hal ini, Rohmat men­je­laskan bah­wa pelak­sanaan pemi­ra dilakukan sete­lah adanya kon­gres, di mana kon­gres dilak­sanakan sete­lah kegiatan Kelu­ar­ga Besar Maha­siswa (KBM) sele­sai semua. Pada­hal, menen­gok tahun sebelum­nya pelak­sanaan Per­mi­ra men­je­lang libu­ran san­gat tidak efek­tif dikare­nakan banyak maha­siswa yang mudik. Namun, sis­tem ini terny­a­ta tetap digu­nakan oleh KPUM dari tahun ke tahun.  “Saya tidak berani men­jalankan tan­pa ada atu­ran (meng­gan­ti wak­tu pemi­ra, red), kan saya cuma pelak­sananya di sini, ya kan ket­ua pelak­sananya cuma ada intruk­si per­in­tah.” Jelas Rohmat lagi.

Sela­ma ini, banyak maha­siswa yang tidak tahu acara pemi­ra. Keti­dak­tahuan ini dise­babkan dua fak­tor, yaitu kurangnya sosial­isasi dan juga pelak­sanaan yang men­je­lang libu­ran. Seper­ti yang diungkap­kan WI, maha­siswa semes­ter 2 dari juru­san Tadris Bahasa Indone­sia. “Tidak sama sekali, tidak ada desas-desus diadakan­nya Pemi­ra saya rasa. Sejauh ini saya belum tahu kalau akan ada Pemi­ra di tang­gal-tang­gal ini.” Ungkap­nya. Hal seru­pa juga diungkap­kan WI, “Kurang efek­tif sekali, kare­na pemil­i­han wak­tu Pemi­ra yang tidak tepat, besar kemu­ngk­i­nan maha­siswa banyak yang golput, pun ini juga sudah mendekati lebaran, jadi tidak ada alasan untuk mere­ka masih mene­tap di kos. Bagaimana­pun juga mere­ka pen­gen cepat-cepat pulang dan berkumpul den­gan kelu­ar­ga di rumah.”

Beber­a­pa keke­ce­waan datang dari maha­siswa, mis­al­nya, kare­na gagal­nya kam­pa­nye dial­o­gis pada 5 Mei 2018 kemarin. Menu­rut nara­sum­ber yang tidak mau dise­butkan namanya, dirinya san­gat menyayangkan agen­da yang mema­parkan visi dan misi pasan­gan calon (paslon) batal dilak­sanakan. Kampa­nye dial­o­gis itu belum mak­si­mal kare­na meli­hat anggota KPU sendiri telat datang.” Ucap­nya. Hal sena­da juga diungkap­kan salah seo­rang maha­siswa, Ked­ua belah pihak calon itu cuma beber­a­pa hari saja kam­pa­nyenya. Terus yang akan diadakan kam­pa­nye di parki­ran itu juga tidak jadi, terus dipin­dah di gedung FUAD.” Ungkap RU maha­siswa juru­san tadris biologi.

Hilangnya antu­sias dan rasa demokratis maha­siswa dalam pemil­i­han pres­i­den maha­siswa tahun ini lumayan mengkhawatirkan. Pasal­nya pemil­i­han wak­tu yang tidak efek­tif ser­ta sosial­isasi yang kurang men­ja­di pemicu uta­ma kurang opti­mal­nya jum­lah pemil­ih. Berdasarkan beber­a­pa kri­tikan, pent­ing untuk diin­gat bah­wa agen­da pelak­sanaan pemi­ra harus mulai diper­bai­ki. Mulai dari transparan­si KPUM, sosial­isasi pemi­ra, wak­tu pelak­sanaan hing­ga pros­en­tase pemil­ih yang saat ini masih sedik­it. Sosial­isasi Pemi­ra san­gat pent­ing bagi semua maha­siswa. Sebab dalam pemi­ra akan diten­tukan sia­pa yang men­dudu­ki jabatan seba­gai penyam­bung lidah mahasiswa.

Dok. dim

Kri­tik demi kri­tik pelak­sanaan pemi­ra sebe­narnya tidak datang sekali dua kali, tahun-tahun sebelum­nya juga demikian. Namun, tidak ada geli­at pihak-pihak yang bersangku­tan untuk men­gubah sis­tem. Jelas sekali pelak­sanaan pemi­ra dari tahun ke tahun ter­lalu dipak­sakan. Bisa dibayangkan, dari tahun ke tahun banyak masyarakat kam­pus yang absen dalam pemi­ra. Agen­da pemi­ra selalu klise, sebab den­gan hanya segelin­tir pemil­ih, paslon sudah mam­pu men­ja­bat seba­gai pres­i­den.  Pemi­ra meru­pakan agen­da besar maha­siswa, jika jum­lah pemil­ih kurang mak­si­mal, apakah mere­ka yang men­ja­bat pan­tas dise­but seba­gai per­wak­i­lan mahasiswa? []

 

 

 

 

Dzikir, Fikir, Amal Sholeh