Kamis, 7 Maret 2019 LPM Dimensi IAIN Tulungagung melaksanakan diskusi kamis sore (Diskasor). Kali ini mengangkat tema ‘’Kritisisme’’ yang dirujuk dari buku F. Budi Hardiman berjudul Filsafat Modern. Diskusi tersebut difasilitatori oleh Zumrotul Afifah, sebagai Kru tetap LPM Dimensi IAIN Tulungagung.
Kritisisme merupakan bagian dari filsafat modern. Secara garis besar kritisisme merupakan teori yang dihasilkan dari sintesis antara rasionalisme dan empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa kebenaran itu tidak perlu diuji sebab sudah memiliki batasan-batasan tersendiri antara rasionalisme dan empirisme.
Menurut Afifah kritisisme membahas batasan anatara rasionalisme dan empirisme. Bahwa pada rasionalisme akal menjadi batasan untuk mengetahui kebenaran. Sama halnya dengan empirisme yang memiliki batasan indra untuk menemukan objek sebagai suatu kebenaran. Penggabungan antara teori rasionalisme dan empirisme menghasilkan teori bahwa batasan-batasan antara akal dan indra untuk mengetahui suatu ilmu atau kebenaran baru.
Immanuel Kant (1724–1804 M) adalah seorang filsuf jerman yang merupakan tokoh dari paham kritisisme. Mengutip dari dinus.a.id dengan tajuk Filsafat Imanuel Kant, pemikiran adalah menyatukan rasionalisme dan empirisme menjadi fenomena baru. Bagi Kant, manusia adalah dalang yang membangun dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur penginderaan.
Udin sebagai salah satu peserta diskasor menyampaikan pemahamannya dari diskusi tersebut, ‘’Metode diskusi seperti ini saya gunakan sebagai alat untuk mengasah sekaligus memulihkan daya ingatku tentang materi yang pernah saya peroleh dan pelajari … dan juga mendapatkan ilmu baru tentang kritisisme.’’ Ia juga menambahkan bahwa menurutnya, Immanuel Kant disebut genius ketika mendapatkan teori yang bisa menggabungkan rasionalisme dan empirisme yang disebut sintesis. Tak jauh dari Udi, Natasya selaku peserta lain juga berpendapat bahwa diskusi tersebut menambah wawasannya terhadap paham kritisisme.