Di era digital ini kita sering kali menemukan berita-berita maupun informasi dengan cepat. Mulai dari media cetak, visual, audio visual, dan lainnya. Berbagai model pemberitaan mulai budaya, politik, sosial, dan lain sebagainya. Namun dalam pemberitan tersebut kita terkadang dibuat bingung terhadap suatu pemberitaan.
Kebingungan ini terjadi karena pemberitaan sama namun berbeda dalam pembingkaiannya. Untuk menggambarkan ketimpangan yang terjadi maka analisis wacana hadir. Analisis wacana adalah suatu upaya untuk membongkar makna yang terkandung dalam sebuah informasi atau berita yang selalu ditutup-tutupi.
Analisis wacana penting karena dipakai sebagai pisau analisis dalam melihat sebuah pemberitaan. Fokus pada analisis wacana lebih kepada analisis teks media. Dalam analisis wacana ini kita bisa mengetahui bagiamana sebuah kekuasaan, ideologi, dan masih banyak lagi, berperan dalam memproduksi sebuah berita.
Analisis wacana sendiri adalah istilah yang sering digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, namun ada titik singgung terutama dalam aspek kebahasaan. Bagiamana bahasa itu dipandang dalam analisis wacana? menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Wacana disebutkan setidaknya ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Pertama disebut sebagai pandangan kaum positivis-empiris dalam aliran ini bahasa digunakan sebagai jembatan antara objek dan subjek, serta ciri utama dalam aliran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam hal ini analisis wacana untuk menggambarkan tata kalimat, bahasa, dan pengertian bersama.
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi serta menolak pandangan positivis-empiris terhadap adanya pemisahan antara objek dengan subjek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme subjek dianggap sebagai faktor sentral yang memiliki kontrol terhadap maksud tertentu dalam setiap wacana. Dalam pandangan ini bagaimana menempatkan diri pada posisi sang pembicara.
Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan dari konstruktivisme yang belum menganalisis pada faktor kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana. Menekankan hubungan yang terjadi pada proses produksi dan re-produksi. Subjek tidak dianggap sebagai sesuatu yang bebas dan netral tapi ada pengaruh dari kekuasaan. Sedangkan pada aspek kebahasaan tidak dianggap sebagai sesuatu yang netral di luar pembicara yang berperan membentuk subjek tertentu. Analisis wacana pada paradigma ini disebut juga sebagai analisis wacana kritis karena menggunakan perspektif kritis.
Dalam analisis wacana kritis tidak hanya membicarakan tentang aspek kebahasaan saja, namun juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini dipahami sebagai tujuan dan praktik tertentu tidak terkecuali praktik kekuasaan. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi, ia memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak berimbangan antara laki-laki dan perempuan, mayoritas dan minoritas direpresentasikan melalui posisi yang ditampilkan. Melalui wacana itu bisa dipandang sebagai kewajaran common sense. Untuk itu aspek bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi.
Berikut adalah karakteristik analisis wacana. pertama adalah tindakan, maksudnya adalah bagiamana bahasa digunakan dalam berinteraksi. Wacana tidak mungkin ditempatkan di ruang tertutup. Misalnya seorang berbicara atau menulis tidak mungkin untuk dirinya sendiri. Tetapi wacana itu memiliki suatu tujuan tertentu dan seseorang melakukan itu secara sadar. Kedua adalah konteks, mulai dari wacana seperti latar, seting, peristiwa, dan kondisi. Ketiga adalah historis, konteks yang tentu pembahasannya mengenai sejarah serta keadaan pada waktu itu.
Keempat adalah kekuasaan, wacana yang muncul mulai berbentuk teks, percakapan dan lain sebaginya merupakan suatu yang alamiah dan netral, tetapi merupakan pertarungan kekuasaan. Seperti wacana mengenai orang kulit putih dan orang kulit gelap mengenai rasisme.
Kelima adalah ideologi, ideologi adalah konsep sentral dalam analisis wacana bersifat kritis. Hal ini karena bentuk teks, percakapan, dan lainnya adalah praktik ideologi tertentu. Di sini Van Dijk mengatakan tentang “kesadaran palsu”, bagaimana kelompok dominan memanipulasi ideologi kelompok tidak dominan melalui kampanye disinformasi. Disinformasi sendiri merupakan salah satu bagian dari hoaks. Pertama adalah disinformasi itu sendiri yaitu dia tahu bahwa berita atau informasi tidak benar tapi tetap menyebarkan berita itu. Kedua adalah misinformasi yaitu dia tidak tahu kalua berita ataupun informasi itu salah tapi ikut menyebarkan.
Dalam analisis wacana terdapat beberapa pendekatan. Pertama adalah analisis bahasa kritis, esensi dari pendekatan ini adalah bagaimana gramatika bahasa membawa posisi dan makna tertentu. Kedua adalah analisis wacana pendekatan Prancis, dalam hal ini lebih kepada bagaimana seseorang ditempatkan pada posisi seperti apa. Seperti apa penulis, khalayak, dan bagaiamana seseorang ditempatkan dalam posisi tertentu. Ketiga adalah kognisi sosial, dalam kognisi sosial ini adalah lebih kepada bagaimana wacana itu diproduksi.
Keempat adalah pendekatan perubahan sosial, wacana sebagai praktik sosial. Dalam pendekatan ini menjelaskan bagaimana wacana dapat memproduksi dan mereproduksi serta mentranformasikanya. Kelima adalah pendekatan wacana sejarah, konteks sejarah dari wacana tentang suatu kelompok atau komunitas diciptakan.
Saya kira analisis wacana ini begitu penting selain bagi jurnalis tetapi juga bermanfaat bagi semua disiplin keilmuan yang lain. Selain itu analisis wacana bermaksud untuk membongkar makna ataupun makna yang tersembunyi. Pada analisis wacana ini tentu kita bisa mengetahui bahwa kekuasaan sangat berperan dan mempengaruhi dalam pembuatan setiap informasi, berita, lebih utamanya teks media.
Mengingat refleksi ini adalah pengantar, kita perlu membahasnya lebih dalam. Mengulik berbagai fakta baru, dan tidak mudah percaya terhadap sesuatu. Melakukan check and recheck dan cover both side.
Oleh. Hendrick Nur C. (Kru tetap LPM Dimensi)