Tulun­ga­gung (26/6) Film More Than Work, berhasil menarik per­ha­t­ian hadirin Non­ton Bareng (Nobar) dan Diskusi di Aula Gedung Arief Mus­taqim. Pasal­nya, film doku­menter ini fokus mem­bidik posisi dan kon­disi perem­puan dipan­dang dalam indus­tri media. Menyoal pada kala perem­puan ker­ap men­ja­di kor­ban pele­ce­han seksual. 

Acara ini didukung oleh LPM Dimen­si, Gus Duri­an Tulun­ga­gung, PPMI DK Tulun­ga­gung, LPM Aksara, Forum Perem­puan Fil­safat (FPF), sadha.net, DEMA FUAD, dan konde.co. Ada­pun pem­bicara yang diun­dang, yakni Zul­fatun Ni’mah, selaku dosen sekali­gus Kajur Hukum Ekono­mi Syari­ah (HES) IAIN Tulun­ga­gung, Prami­ta Kusuman­ingrum, selaku jur­nalis jatimnew.com Madi­un Raya, dan Dian Meinig­tias, selaku penulis nggalek.co.

Hen­drik selaku ket­ua pelak­sana men­je­laskan, bah­wa  mak­sud dan tujuan diadakan­nya acara ini ialah supaya maha­siswa menge­tahui kedudukan dan posisi perem­puan di dalam media hari ini seper­ti apa dan seharus­nya bagaimana. Hal lain yang mele­latar­be­lakan­gi adalah masih jarangnya perbin­can­gan kon­disi perem­puan di dalam indus­tri. Hen­drik juga san­gat men­gapre­si­asi atas kehadi­ran maha­siswa IAIN Tulun­ga­gung untuk ser­ta dalam acara.

Begi­tu banyak persep­si ten­tang apa yang dikatakan pele­ce­han sek­su­al, ataupun per­tanyaan apa batasan tin­dakan dise­but pele­ce­han terse­but. Dalm hal ini, Zul­fa men­gungkap­kan, bah­wa pele­ce­han sek­su­al adalah “Tin­dakan yang men­em­patkan orang lain seba­gai objek kese­nan­gan sek­su­al tan­pa izin, den­gan pak­sa, maka itu­lah yang dise­but pele­ce­han sek­su­al. Pele­ce­han tidak hanya beru­pa fisik … juga uca­pan-uca­pan yang tidak kita setu­jui, seper­ti sapaan, ‘Hai Can­tik’, ‘Asala­mualaikum.’”

Namun, di sisi lain Prami­ta menyayangkan, bah­wa pema­teri yang dihadirkan hanya dari kaum perem­puan. “Sebe­narnya harus ada nara­sum­ber laki-laki di sini, biar adil, kare­na terkadang laki-laki juga ada loh yang dile­cehkan perempuan.”

Salah satu peser­ta yakni Sai­ful, mem­pun­yai argu­men sendiri menyikapi hal terkait adanya pelec­a­han sek­su­al. Menu­rut­nya, jika ter­ja­di pele­ce­han semacam ini, harus ada tin­dak lan­jut, den­gan cara pela­po­ran dari kor­ban kepa­da pihak wajib. Selain itu, per­lu juga diadakan edukasi terkait hak-hak perem­puan dan edukasi seje­nis yang lain. 

Dian juga meny­atakan argu­men­nya, bah­wa baik perem­puan maupun laki-laki men­da­p­at kesem­patan dan hak setara untuk berkem­bang di dunia ker­ja, tan­pa diskrim­i­nasi. Dalam hal ini, perem­puan dihim­bau lebih berani mela­porkan hal-hal yang merugikan dirinya. Namun, nyatanya dari sekian banyak kasus pele­ce­han sek­su­al, hanya beber­a­pa yang mela­porkan. Menu­rut Dian, soal ini sebab  mere­ka takut jika aib­nya terbuka.

Semen­tara itu, Zul­fa meny­atakan, bah­wa sebelum menon­ton film terse­but ia awam, sebab belum menge­tahui sam­pai sede­tail itu dan baru mema­ha­mi hanya secara glob­al. Menu­rut­nya, pent­ing sekali men­ga­jak orang lain menon­ton film terse­but, agar pal­ing tidak mere­ka menge­tahui per­soalan yang sebenarnya. 

Selain itu, film ini juga bersi­fat edukatif dan acara semacam ini dap­at ditra­disikan seba­gai apre­si­asi film yang tidak hanya diton­ton, tetapi juga diba­has. “Saya men­gapre­si­asi film ‘More than Work’ seba­gai doku­menter cukup bagus … secara sub­tan­si saya kira pent­ing untuk menyuarakan prob­lem-prob­lem yang diala­mi perem­puan,” imbuh Zulfa. 

Di sisi lain, Ruroh selaku aktivis FPF juga men­gungkap­kan hal yang seru­pa den­gan Zul­fa, bah­wa film semacam ini patut dan harus ser­ing diputar, sebab pele­ce­han pun ker­ap ter­ja­di di kam­pus dan ser­ing men­da­p­at tin­dak lan­jut. Oleh kare­na itu, den­gan adanya pemu­taran film ini, dihara­p­kan akan lebih tum­buh rasa hor­mat meng­hor­mati antar satu sama lain, baik perem­puan kepa­da laki-laki, maupun sebaliknya. 

Dian mema­parkan, bah­wa Nobar ini adalah ben­tuk kesadaran dalam meman­dang isu gen­der, ser­ta ruang yang diban­gun untuk mem­bu­ka kesadaran masyarakat secara luas, baik melalui film sendiri, ataupun diskusi yang dilakukan. Semen­tara itu, pada saat diin­ter­viu Zul­fa men­gungkap­kan hara­pan­nya, teruta­ma kepa­da perem­puan, “Jadi­lah perem­puan yang berani. Berani men­ja­di diri sendiri, berani menyuarakan per­soalan, berani mener­i­ma risiko dari apa yang kita lakukan dan enjoy your body. Apapun keadaan­mu jan­gan mau dija­jah ide­olo­gi yang men­jadikan mere­ka puas den­gan tubuh kita.” [Nis, Nat, Lum, Ri, & Yu]