Kita ter­biasa meny­erang kap­i­tal­isme dari posisi kaum sosialis. Dan benar, kita kadang-kadang memi­li­ki kesan bah­wa satu-sat­un­ya fungsi mere­ka memang untuk meny­erang kap­i­tal­isme. Namun kri­tikus huma­n­is ter­hadap kap­i­tal­isme seba­gian besar adalah kaum kon­ser­vatif, bahkan san­gat kon­ser­vatif.
-Bernard Murch­land-

Judul buku                  :  Human­sime dan Kapitalisme

Penulis                         :  Bernard Murchland

Pener­bit                      :  Basa Basi

Tahun ter­bit               :  Okto­ber, 2019

Jum­lah hala­man        :  viii + 100 hlmn; 14 x 20 cm

ISBN                           :  978–623-7290–33‑9

Salah satu karya Bernard Mur­cha­land yang berjudul Human­isme dan Kap­i­tal­isme meru­pakan anasir yang muncul seba­gai kri­tik suatu sis­tem, ser­ta lahirnya pemiki­ran baru dalam per­spek­tif Bernard men­ge­nai sebuah ide­olo­gi. Dalam pema­paran­nya Bernard tak lebih seba­gai penga­mat, berba­gai macam per­spek­tif yang dia munculkan ter­li­hat men­ge­nai kecen­derun­gan­nya dalam moral­i­tas dan eti­ka ekonomi.

Di bab awal Bernard men­je­laskan pemiki­ran Thomas Car­lyle, John Ruskin dan Matthew Arnold. Thomas Car­lyle sendiri meru­pakan kri­tikus sosial yang seband­ing den­gan Marx pada zaman­nya, ter­li­hat dalam pemiki­ran­nya yang mengutuk Lais­sez-faire, namun berbe­da den­gan Marx, Car­lyle meyaki­ni bah­wa real­i­tas adalah spir­i­tu­al (dunia adalah paka­ian dari jiwa) dan manu­sia dikaru­ni­ai kemam­puan men­tal yang lebih ting­gi yang dap­at dipakai dalam mema­ha­mi realitas.

Tatanan indus­tri meru­pakan fokus Car­lyle. Dalam past and present dia mengutuk perse­di­aan dan per­mintaan, dalam perse­di­aan dan per­mintaan orang akan bosan den­gan semua itu. Katakan tidak pada ego­isme, keser­aka­han ter­hadap uang, kese­nan­gan, san­jun­gan itu adalah ajaran kesengsaraan.

Tak jauh berbe­da den­gan John Ruskin dia juga mengutuk ekono­mi dan kekayaan. Suaranya itu tak dap­at dipungkiri juga ter­pen­garuh oleh gurun­ya yaitu Car­lyle. Dalam “Unto this Last ia berpan­dan­gan bah­wa “Kekayaan seper­ti daya listrik, yang bek­er­ja keti­ka memi­li­ki daya-daya yang sal­ing berlawanan, untuk men­ja­di orang kaya sama artinya dan wajib hukum­nya mem­per­ta­hankan tetang­ganya tetap miskin.” Ruskin juga men­ga­gung-angungkan esteti­ka seba­gai dasar untuk mengkri­tik kap­i­tal­isme, namun oleh Bernard hal ini men­ja­di kri­tiknya, bernard men­gatakan ker­ja bukan­lah esteti­ka; moral­i­tas bukan­lah seni. Ruskin menyalahkan kap­i­tal­isme untuk kega­galan-kega­galan yang sebe­narnya meru­pakan kega­galan dari bidang moral budaya.

Dalam Bab II tokoh yang tak lep­as dari pen­car­i­an Ameri­ka ter­hadap budaya dia adalah Emer­son, Thore­au, George, dan pen­ja­gaan warisan klasik oleh kaum huma­n­is baru ser­ta Agraria. Bernard dalam pema­paran­nya men­ge­nai pen­garuh Jer­man dan Ing­gris yang dirasakan Ameri­ka ber­gi­tu dah­sy­at, semen­jak diter­jemahkan­nya buku-buku dari yang menandai ide­al­isme anti kapitalisme.

Tak jauh dari mere­ka berd­ua Matthew Arnold juga mengutuk indus­tri dan lib­er­al­sime. Dalam “The Future of Lib­er­al­ism”. Tatanan lib­er­al, selain kebe­basan-kebe­basan poli­tiknya dan supre­masi perda­gan­gan dan indus­tri, tak mam­pu memenuhi naluri yang lebih luas ini. Benar dalam indus­tri­al­isme mere­ka men­e­mukan kege­lisa­han dan kebun­tu­an. Den­gan perny­ataan Arnold, Ruskin dan Car­lyle ini, mere­ka berti­ga banyak dise­but seba­gai trio human­isme anti kapitalisme.

Bernard mengutip dari Emer­son yang men­gatakan “Perda­gan­gan adalah sebuah instru­men, dan juga hanya bersi­fat semen­tara, dan harus mem­berikan sesu­atu yang lebih besar dan lebih baik, yang tan­da-tan­danya sudah mem­bayan­gi lan­git. Tan­da-tan­da adalah sosial­isme yang der­mawan, komu­nisme Pran­cis, Jer­man, swis dan serikat buruh.” Dari sini dap­at ter­li­hat kecen­derun­gan Emer­son dalam suatu kese­taraan. Kutukan­nya tak berhen­ti sam­pai di situ, Emer­son juga mengutuk Ing­gris. Bah­wa Ing­gris tidak lagi mam­pu men­gen­da­likan kekayaan, namun seba­liknya telah dik­enda­likan olehnya; Ing­gris diper­bu­dak mate­ri­al­is­menya sendiri; kesuk­sesan yang berhu­jung kehinaan.

Berikut­nya Bernard mengutip George San­tayana sese­o­rang yang berbicara men­ge­nai “Kehalu­san akal budi” (gen­teel­ism). Dia men­gatakan bah­wa “Ameri­ka meru­pakan negara den­gan dua kebu­dayaan: ten­tang hal-hal yang lebih ting­gi, nor­ma-nor­ma tra­di­sion­al berlaku; dan ten­tang hal prak­tis, ino­vasi men­gatur.” Bagi San­tayana sulit bagi Ameri­ka kelu­ar dari tra­disi gen­teel ini. Dia mem­berikan analo­gi: seper­ti seper­ti kato­lik­isme yang men­gua­sai piki­ran para ilmuan renaisans yang mungkin kurang begi­tu mem­per­cayainya, demikian juga di Ameri­ka belum ada cara yang mam­pu meng­gan­tikan budaya gen­teel baik dalam ben­tuk calvin­is­tik maupun transendental.

Dalam pema­paran­nya San­tayana seper­ti meli­hat sebuah akar ide­al­isme orang-orang Ameri­ka. Dalam hal ini ter­li­hat jelas keti­ka dia men­gatakan. Orang-orang Ameri­ka secara umum meng­hasilkan, kehi­lan­gan, dan mem­be­lan­jakan uang “Den­gan hati yang san­gat riang.” Uang, kata San­tayana tidak memi­li­ki nilai dalam dirinya sendiri dan bagi orang Ameri­ka; uang meru­pakan sim­bol,  bagi kelimpa­han materi. Bernard meli­hat anal­i­sis San­tayana men­gatakan “Benar bah­wa Ameri­ka bukan­lah bangsa yang materalistis.

Berlan­jut ke anal­i­sis Bernard men­ge­nai Lears. Dap­at kita ketahui bah­wasanya Lears ini meru­pakan seo­rang yang anti-mod­er­nis, ter­li­hat dari perny­ataan­nya “Saya sebe­narnya ter­tarik kepa­da kaum anti-mod­er­nis.” Dalam bukun­ya ten­tang anal­i­sis Hen­ry Adams, dia mem­berikan peni­la­ian. “Di Ameri­ka (seba­gaimana di Eropa) sen­ti­men-sen­ti­men anti mod­ern mem­pen­garuhi bukan hanya segelin­tir intelek­tu­al: mere­ka meliputi kelas menen­gah dan kelas atas.” Para prak­tisi esteti­ka dan pem­baru men­co­ba memulihkan kehidu­pan yang keras namun memuaskan dari para penger­a­jin abad perten­ga­han; kaum militer men­dorong dihidup­kan­nya kem­bali seman­gat kepahlawanan kuno yang sudah usang; kelom­pok yang sangsi ter­hadap aga­ma men­dambakan dan merindukan keyak­i­nan-keyak­i­nan agre­sif dan fanatik kaum petani dan kegaira­han-kegaira­han pada yang mistik.

Berlan­jut per­ha­t­ian Bernard men­ge­nai Charles Eliot Nor­ton. Dia meru­pakan kri­tikus anti-sosialis namun bisa lebih tepat­nya anti-demokratik. Dalam perny­ataan Kos­suth bah­wa “Demokrasi tidak lain meru­pakan penge­jah­wan­ta­han dari kebe­basan,” bagi Nor­ton perny­ataan terse­but tidak lain adalah bodoh. Ter­li­hat kecen­derun­gan Nor­ton men­ge­nai sis­tem Demokrasi, lain dari itu perny­ataan Nor­ton men­ge­nai kebe­basan juga tegas, den­gan men­gatakan bah­wa “Cin­ta kebe­basan seterus­nya men­ja­di sebuah prin­sip dan bukan has­rat.” Dia mengkri­tik teorinya Louis Kas­suth, Giuseppe Mazz­i­ni, dan Louis Blanc yang diang­gap seba­gai para pemimpin ger­akan republikan.

Pada dasarnya kelom­pok anti-mod­er­nis ini tidak berasal dari sek­tor-sek­tor poli­tik atau ekono­mi; mere­ka seba­gian besar dari ranah moral-budaya: para penulis, akademisi, pemimpin keaga­maan, jur­nalis, dan intelek­tu­al dari beragam latar belakang.

Den­gan Lears mengutuk mod­ernisme ia men­gatakan. “Saya merasakan keke­ce­waan den­gan kehidu­pan mod­ern: obsesinya yang berlebi­han ter­hadap efisiens, kecon­gkakan human­is­menya, dan keyak­i­nan­nya yang kuat ter­hadap kema­juan.” Ia menuduh kap­i­tal­isme kare­na dampaknya yang meng­gero­goti kelu­ar­ga, kesen­ian, masyarakat, dan iman.

Den­gan Lears seba­gai pengkri­tik yang kagum atas orang-orang kon­ser­vatif, berlan­jut pada pemiki­ran mazhab Frank­furt. Dari sini ter­li­hat Bernard menginginkan suatu kri­tik atas kri­tik, dia menyuguhkan teori kri­tis yang ditun­jukan untuk mem­be­baskan kita dari kesadaran pal­su dan memulihkan keku­atan-keku­atan kre­atif kita seba­gai makhluk rasion­al. Bernard yang mengutip Jur­gen Haber­mas menampi­lakan kri­tiknya bah­wa “Rasion­al­i­tas mam­pu men­e­mukan caranya sendiri, dan melalui diskusi yang bebas pak­saan kita dap­at menelan­jan­gi struk­tur kuasa dalam masyarakat yang berlaku, menge­tahui sisi-sisi keti­dak­be­basan­nya, ketim­pan­gan-ketim­pan­gan­nya, dan penindasan-penindasannya.

Dalam bab III Bernard mema­parkan men­ge­nai pemiki­ran David Hume. Ia men­gatakan “Indus­tri, penge­tahuan, dan kemanu­si­aan tidak­lah men­gun­tungkan dalam kehidu­pan prib­a­di saja; semua itu mem­berikan pen­garuh yang berman­faat kepa­da pub­lik sela­gi kebe­saran dan kejayaan sebuah pemer­in­ta­han sang­gup mem­berikan keba­ha­giaan dan kemak­mu­ran yang lebih besar kepa­da indi­vidu-indi­vidu.” Dap­at ter­li­hat bah­wa tatanan tiap pem­ba­hasan Bernard memacu pada sebuah kri­tik yang lebih matang menu­ju pen­da­p­at­nya yaitu human­isme yang lebih integral.

Di bab ter­akhir ini Bernard mem­berikan kes­im­pu­lan human­isme yang lebih inte­gral. Dia menawarkan yang per­ta­ma prin­sip keterasin­gan yang memacu pada dok­trin teol­o­gis ten­tang dosa, dan yang ked­ua dia mema­parkan prin­sip kebe­basan. Bernard men­gatakan “Kebe­basan­nya tidak­lah abso­lut, namun ia nya­ta.” Kebe­basan, den­gan demikian, adalah syarat yang men­cukupi bagi keber­adaan­nya. Yang keti­ga adalah prin­sip rasion­al­i­tas, yang keem­pat prin­sip nat­u­ral­isme, dan ke-lima prin­sip moral­i­tas, ke-enam prin­sip masyarakat, ke-tujuh prin­sip tra­disi, ke-dela­pan prin­sip aga­ma, ke-sem­bi­lan prin­sip kreativ­i­tas, dan ke-sepu­luh prin­sip subjektivitas.

Tidak dap­at dipungkiri seki­ranya Bernard benar atas kri­tiknya dan pengumpu­lan pemikiri­an dari banyak pihak, lebih dari itu dia men­co­ba banyak perkem­ban­gan zaman yang men­ja­di lebih ganas dalam krtik yang lebih masif, untuk mema­ha­mi human­isme yang lebih inte­gral seki­ranya tawaran ini memi­li­ki kesan yang san­gat dalam dan kon­sekuen. Men­ga­pa tawaranya men­ja­di pent­ing kare­na san­gat rel­e­van den­gan zaman yang telah mapan dan menu­ju tawaran yang lebih maju, atas dasar ini Bernard men­ja­di seo­rang kri­tikus yang banyak digandrungi.

Penulis: Fer­dian Mochamad R.
Redak­tur: Rifqi Ihza F.