Judul                        : Aku Lupa Bah­wa Aku Perempuan

Pener­bit                   : Pus­ta­ka Alv­abet Anggota IKAPI

Penulis                     : Ihsan Abdul Quddus

Kota Ter­bit               : Jakar­ta Timur, 2012

Jum­lah hala­man      : 228 hlm.

Tebal Buku               : 13 x 20

ISBN                         : 978–602-9193–16‑9

Aku men­jel­ma orang pal­ing­Pent­ing di tem­pat ini. Aku adalah pemimpin wani­ta.” (Ihsan Abdul Qud­dus, 2012: 34).

Buku ini berk­isah sosok perem­puan cer­das den­gan kari­er suk­ses. Perem­puan yang memi­li­ki mimpi ting­gi, dan bersung­guh-sung­guh mewu­jud­kan­nya. Kari­ernya­mentereng, ia mengab­dikan diri pada negara di bidang politik.

Berkat kegigi­han dan ambisi tokoh perem­puan terse­but, ia berhasil men­ja­di pemimpin dalam beber­a­pa organ­isasi poli­tik. Ia berna­ma Saud, Kiprah­nya dalam dunia poli­tik mem­bu­at nama ser­ta fotonya ter­mu­at dalam berba­gai media. Tia­da absen dalam harinya untuk berte­mu para pet­ing­gi dan orang-orang pent­ing dalam negara.

Tapi itu belum men­jadikan sepenuh hidup­nya baha­gia. Di satu sisi lain dia merasa ada yang kosong, ham­pa dan jenuh.Perlahan sisi itu meng­gero­goti hidup­nya, namun bukan­lah masalah besar.Perempuan terse­but selalu tampil tersenyum, seakan hidup­nya penuh kebahagiaan.

Berlatar kisah di Mesir, Ihsan mem­berikan pro­log “Seti­ap orang memi­li­ki dua sisi: Satu untuk orang lain, Satu untuk dirinya sendiri. Mus­tahil meny­atukan ked­u­anya,”Bah­wa dalam diri manu­sia, mere­ka memi­li­ki kehidu­pan sendiri dan kehidu­pan untuk orang lain. Kehidu­pan untuk men­jalankan suatuyang mem­ba­ha­giakan diri sendiri, ser­ta sisi kehidu­pan untuk memikirkan orang lain. Terkadang ked­ua sisi terse­but berlawanan, tapi terkadang juga sejalan.

Tidak hanya itu, Ihsan juga men­je­laskan ten­tang carut-marut keadaan di Mesir pada tahun 90-an, mes­ki tidak begi­tu spe­si­fik. Ihsan men­em­patkan Suad seba­gai tokoh pent­ing dalam beber­a­pa organ­isasi pada masa itu, seper­ti Dewan Per­wak­i­lan Raky­at (DPR), Asosi­asi Wani­ta Kari­er (AWK), dan Ikatan Putri Arab (IPA) di Mesir.

**

Suad meru­pakan anak ked­ua dari dua bersaudara, lahir di rahim yang sama namun keprib­a­di­an­nya berbe­da 180 der­a­jat den­gan saudaranya. Saat kecil, Suad digam­barkan seba­gai anak yang senang bermain per­mainan tak laz­im bagi perem­puan, seper­ti sep­ak bola. Sedan­gkan kakaknya den­gan keprib­a­di­an keibuan, ahli dapur dan keber­si­han. Prestasi Suad di seko­lah mewar­nai kehidu­pan­nya. Suad bukan hanya pandai di bidang akademik, tapi juga non akademik. Namun tidak mem­bu­at jiwa sosial­nya beku, jus­tru mem­bu­at Suad semakin mudah bersosial­isasi den­gan teman dan gurunya.

Lebih kom­pleks nov­el ini mencer­i­takan sebuah gejo­lak sek­i­tar tahun 1935,mencuatnya sebuah ger­akan nasion­al­isme Mesir yang ingin bebas dari pen­ja­ja­han Ing­gris. Bersamaan di usia yang ke-15, Suad mem­o­tori sebuah ger­akan unjuk rasa di sekolahnya.

Pem­ba­ca men­gagu­mi tokoh Suad semasa seko­lah, ia meru­pakan rema­ja aktif dalam bidang akademik, dirinya ser­ing men­em­pati per­ingkat per­ta­ma saat ujian. Selain itu, Suad mengiku­ti kegiatan teater dan men­ja­di ket­ua pani­tia dalam beber­a­pa acara seko­lah. Kare­na ser­ingnya Suad ter­li­bat dalam beber­a­pa event dan ter­ma­suk siswa pandai di seko­lah, maka saat ia mem­o­tori ger­akan unjuk rasa di seko­lah­nya ia tidak men­da­p­atkan peno­lakan atau per­ten­tan­gan dari guru-gurun­ya, melainkan men­da­p­atkan dukun­gan seba­gai wak­il sekolah.

Tidak ada gunanya men­ja­di manu­sia biasa. Aku mulai men­jalani hidup dalam kon­sep yang tidak lum­rah. Aku ingin men­ja­di manu­sia luar biasa”(Ihsan Abdul Qud­dus, 2012: 11).Menginjak usia dewasa, Suad seba­gaimana perem­puan pada umum­nya. Dirinya mem­bu­tuhkan sosok pria yang mengisi kekosongan hidup­nya. Ia berte­mu den­gan Abdul Hamid, ker­abat jauh kelu­ar­ganya. Abdul Hamid adalah pria yang ten­ang, san­tai, dan seder­hana dalam men­jalani hidup. Berbe­da den­gan Suad yang begi­tu ambi­sius dalam seti­ap langkahnya.

Suad dan Abdul Hamid menikah, mere­ka dikaru­ni­ai satu anak, Faizah. Pernika­han mere­ka tidak berlang­sung lama.Karena sela­ma pernika­han, Suad teta­plah jiwa Suad yang penuh ambisi dalam kari­ernya. Usa­hameli­batkan Abdul Hamid dalam dunia per­poli­tikan­nya tidak berhasil.

Kega­galan juga mendera rumah tang­ganya, namun bukan men­ja­di keham­paan dalam diri Suad.Disaat bersamaan ia menye­le­saikan gelar dok­toral­nya dan men­ja­di staf pen­ga­jar di fakul­tas hukum. Berbekal gelar dok­tor, Suad kian melam­bung ting­gi di kanc­ah perpolitikan.Ia mengiku­ti kegiatan sosial perem­puan di masa itu.

Di masa-masa sibuknya Suad, ia berte­mu den­gan Adil,penganut ide­olo­gi kiri, ide­olo­gi Marx­is. Sedang Suad tidak ingin memi­hak organ­isasi mana pun, kare­na itu dap­at mem­bat­asi kemam­puan meni­lai dan menge­tahui organ­isasi-organ­isasi lainnya.

Adil dan Suad adalah teman poli­tik, mere­ka nyam­bung kare­na memi­li­ki pemiki­ran yang sama ser­ta sama-sama peng­giat poli­tik. Bahkan Adil mem­berikan tawaran pada Suad mem­bu­at organ­isasi Asosi­asi Wani­ta Kari­er (AWK), seba­gai wadah organ­isasi perem­puan dari berba­gai kalangan.

Tidak lain mak­sud Adil adalah menginginkan Suad, namun dito­lak kare­na Suad belum mem­bu­ka hati untuk pria dan tidak ingin menikah den­gan pria dari peker­jaan yang sama.Karena itu dap­at mem­pen­garuhi posisi ked­u­anya dalam sebuah organ­isasi, Suad akan sulit men­da­p­atkan posisi pemimpin.

Sam­pai pada kekosongan hidup­nya lagi, Suad menikah den­gan dok­ter Kamal, dok­ter kelu­ar­ga Suad. Dok­ter Kamal dan Suad sama-sama memi­li­ki kesi­bukan dalam peker­jaan, mere­ka jarang memi­li­ki wak­tu luang. Namun tidak meng­ha­lan­gi perte­muan teman-teman Suad den­gan Dok­ter Kamal, begi­tu seba­liknya teman-teman Dok­ter Kamal den­gan Suad. Dari ked­ua perte­muan, teman-teman Suad maupun Dok­ter Kamal, orang-orang lebih ter­tarik mem­bicarakan poli­tik bersama Suad.

Hing­ga suatu hari, Adil datang mem­bawa kabar menge­jutkan, Suad dicalonkan men­ja­di Anggota Dewan Per­wak­i­lan. Kabar mem­ba­ha­giakan bagi Suad. Kare­na dari beber­a­pa kon­flik, Suad berhasil meme­nangkan kur­si Anggota Dewan Perwakilan.

Adil datang kepadaku dan menyam­paikan beri­ta, “Tidak ada aral. Pesaing­mu men­gun­durkan diri.” (Ihsan Abdul Qud­dus, 2012:163).

Hari-hari men­ja­di Anggota Dewan mem­bu­at kesi­bukan Suad bertam­bah parah. Undan­gan ke sana ke mari, meng­hadiri perte­muan, acara pent­ing negara, mem­bu­at ia lupa akan keber­adaan­nya seba­gai istri. Dalam seti­ap perte­muan pent­ing Suad selalu mem­inta izin pada dok­ter Kamal. Suad menginginkan datang bersama Kamal. Namun Kamal lebih ser­ing meno­lak, dan melarang Suad menghadirinya.

Ser­ing ter­den­gar sebuah ungka­pan bah­wa istri seo­rang Pres­i­den dap­at dipang­gilIbu Pres­i­den, sedan­gkan jika memi­li­ki istri pres­i­den, sua­mi tidak dap­at dipang­gilBa­pak Pres­i­den. Begi­t­u­lah kedudukan sua­mi saat memi­li­ki istri Anggota Dewan, dalam barisan acara ia harus berdiri di belakang perem­puan. Ini­lah yang ser­ing mem­bu­at cang­gung para sua­mi saat ikut meng­hadiri acara bersama istrinya.

Hal begi­t­u­lah ser­ing mem­bu­at Suad ser­ing tidak meng­hadiri acara, buka kare­na posisi saja. Namun Kamal memang lebih banyak tidak men­gizinkan­nya. Hing­ga pada sebuah peri­s­ti­wa, Suad dan Kamal meng­hadiri acara pent­ing, namun ked­u­anya berbe­da lokasi, dan Kamal mening­galkan Suad dalam acara tan­pa berpami­tan yang mem­bu­at Suad kecewa.

Terny­a­ta pernika­han den­gan Dok­ter Kamal pun tidak berlang­sung lama, Suad dan dok­ter Kamal memu­tuskan cerai. Seper­ti pernika­han per­ta­ma, Suad masih­lah perem­puan yang men­dambakan ambisi begi­tu ting­gi hing­ga lupa jiwa diri. Ia larut dalam keasyikan­nya berdiskusi pan­jang lebar ten­tang hakim, sis­tem, undang-undang, dan revolusi.

Masalah demi masalah datang, kedudukan­nya seba­gai ibu dari Faizah juga dirasa gagal. Faizah yang masih duduk di bangku SMA, menginginkan pernika­han. Bela­jar dari ked­ua pernika­han yang gagal, Suad mer­es­tui Faizah menikah. Ia tidak ingin mem­bu­at takar keba­ha­giaan bagi anaknya. Bagi Suad, hidup­nya masih­lah ham­bar, belum men­e­mukan sepenuh­nya kebahagiaan.

**

Ihsan mem­bu­at alur begi­tu menarik, men­gu­lik kem­bali masa lalu Suad. Saat dirinya, ambisi, cin­ta, dan kari­ernya seakan berebu­tan posisi. Ihsan juga mencer­i­takan kisah mende­tail ten­tang ambisi Suad dalam seti­ap kiprah­nya dipoli­tik. Tak lep­as dari itu, Ihsan mem­i­ni­malkan kisah per­poli­tikan yang tajam di masa itu. Ihsan lebih fokus pada tokoh perem­puan, Suad. Pro­log yang diam­bil­nya memanglah men­gua­sai isi buku. Seakan mem­beri pesan bah­wa dalam diri manu­sia ada dua sisi yang sulit untuk disatukan.

Penulis: Wan­da
Redak­tur: Bayu