Dimensipers.com — Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tulungagung pada Senin, 12 Oktober 2020 mulai pukul 07.00–08.30 WIB terlihat normal. Namun, tepat pada pukul 08.35 WIB terlihat dua buah mobil polisi yang berhenti dan parkir di depan Gedung DPRD Tulungagung. Nampak belasan polisi yang keluar dari dalam mobil tersebut. Pada pukul 08.50 WIB polisi mulai memasang kawat berduri di depan Gedung DPRD.

Sekitar enam belas menit kemudian, pasukan polisi kian bertambah dan mulai memasang kawat berduri hingga selatan Taman Kanak-kanak (TK) Dharma Wanita Persatuan Tulungagung. Belasan polisi pun tengah menyiapkan helm sebagai pengaman serta tas yang mereka kenakan dan beberapa personil mulai berjalan menuju Gedung DPRD. Sementara itu, lalu lintas di sekitar Alun-alun masih terpantau lancar, beberapa pengendara sepeda motor masih bisa melintas.
Hingga pukul 09.27 WIB puluhan polisi dan polisi wanita (polwan) telah berbaris dan bersiap siaga di depan Gedung DPRD Tulungagung untuk menghambat Aliansi Mahasiswa Tulungagung yang akan menggelar aksi dan menyampaikan tuntutan mereka kepada DPRD. Tepat pukul 09.30 WIB terdapat sebuah mobil pick up dari arah selatan yang diikuti kurang lebih empat ratus peserta aksi sambil menyanyikan lagu “Buruh Tani”.
Para peserta aksi atau yang dikenal Aliansi Mahasiswa Tulungagung diawali kumpul di halaman IAIN Tulungagung pada pukul 07.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB mereka berangkat ke Stadion Rejoagung guna berkumpulnya para anggota keseluruhan para demonstran. Pada pukul 09.00 para demonstran konvoi menuju Pemkab Tulungagung. Lalu melakukan long march menuju Kantor DPRD Tulunggaung.
Para peserta aksi mengenakan almamaternya masing-masing. Para peserta yang tergabung dalam aksi berasal dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) IAIN Tulungagung, Perhimpunan Pers Mahasiswa Tulungagung (PPMI) DK Tulungagung, Gusdurian Tulungagung, STAI Dipo, STAI Muhammadiyah, Universitas Tulungagung (UNITA). Para peserta aksi pun juga membawa spanduk ataupun tulisan-tulisan yang berisi gugatan dan sindiran yang ditujukan kepada DPR maupun pemerintah.
Aksi pun dilanjutkan dengan orasi yang dilakukan oleh massa aksi secara bergantian. Mereka mulai berorasi di atas pick up danmenghadap ke arah gedung DPRD. Peserta aksi pun mengambil posisi yang sama. Mereka mulai merapatkan barisan, namun tetap berusaha menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan dengan tetap mengenakan masker. Setiap perwakilan lembaga mulai berorasi, menyampaikan tuntutan-tuntutan terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR-RI pada pukul 11.35 WIB Kamis, 8 Oktober 2020. Perwakilan DPR akhirnya keluar dari dalam gedung dan berada di sekitar massa aksi untuk manyaksikan dan mendengarkan tuntutan-tuntutan mereka.
Ketika massa aksi tengah melakukan orasi, dari arah Selatan terlihat satu buah pick up yang diikuti oleh kurang lebih 500 peserta aksi dibelakangnya. Mereka merupakan Aliansi Tulungagung Bergerak. Tujuan mereka pun sama, yakni ingin menyampaikan aspirasi untuk menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. Akan tetapi, ketua DPRD Tulungagung tidak bisa hadir sehingga hanya perwakilannya saja yang menemui massa aksi.
Aliansi Tulungaung Bergerak berkumpul di depan masjid Al-Munawar pada pukul 08.00 WIB. Pada pukul 10.00 WIB mereka bergerak munuju depan gedung DPR. Di sisi lain, tepatnya kumpulan massa aksi Aliansi Mahasiswa Tulungagung tengah menunggu penandatanganan surat tuntutan oleh perwakilan dari DPRD Tulungagung. Namun, di sebelah Timur terjadi pembakaran ban bekas yang dilakukan oleh peserta aksi dari Aliansi Tulungagung Bergerak. Menurut Slamet, selaku perwakilan dari Aliansi Tulungagung Bergerak mengatakan bahwa, “Karena kami sadar bahwa tujuan untuk menyampaikan aspirasi secara struktural birokrasi DPR itu di tangan ketua DPR, bukan di anggota-anggotanya. Tetapi, ketua DPR hari ini beralasan untuk tidak hadir,”ujar Slamet Riyanto selaku koordinasi Aliansi Tulungagung
Karena tuntutan peserta aksi dari Aliansi Mahasiswa Tulungagung telah diterima oleh perwakilan DPRD, mereka pun membubarkan diri dan mulai beranjak meninggalkan gedung DPRD. Bagus Prasetiawan selaku koordinator dari Aliansi Mahasiswa Tulungagung mengatakan bahwa “Aksi tadi tidak memuaskan karena tuntutan kami dan harapan kami tidak tersampaikan secara memuaskan,” terang Bagus.

Sementara itu, dari pihak Aliansi Tulungagung Bergerak masih melanjutkan aksinya dan berjalan menuju Pendopo Kabupaten Tulungagung. Slamet menuturkan “Maka daripada itu, kita seremonial membakar ban bukan untuk ketemu DPR, tetapi tuntutan bahwa masyarakat Tulungagung hari ini menolak dengan tegas UU Cipta Kerja dengan seremonial membakar ban. Tapi kalau sekiranya inti untuk menolak UU Omnibus Law di DPR dilaksanakan, kami hanya menyampaikan aspirasi di Kabupaten Tulungagung, di Pendopo. Mungkin dengan jalan itu antara dua sisi antara legislatif dan eksekutif bisa berjalan beriringan untuk menolak Omnibus Law di Kabupaten Tulungagung,” tegasnya.

Salah satu peserta dari Aliansi Tulungagung Bergerak yang bernama Sono Ramadhan terluka disebabkan oleh Represif aparat . “Ada 1 personil, namanya Sono Ramadhan terkena represi dari aparat kepolisian. Nanti kalau sekiranya opsinya kita lanjut ke jalur hukum ataupun tidak, kita kembali ke personilnya terlebih dahulu. Mau lewat jalur hukum atau tidak. Tapi sebenarnya ini kan untuk menyalurkan aspirasi kalau ada represi dari aparat kan tidak sewajarnya melakukan hal itu,” ungkap Slamet.


Sementara itu, terkait tindak lanjut, Adib Makarim, selaku Wakil Ketua DPRD Tulungagung mengatakan bahwa, “Nah dalam tuntutannya ini sudah ada empat lembar dan kita faximile ke DPR RI dan DPRD telah ada kesepakatan dengan mahasiswa bahwa Rabu, lusa ini, akan audiensi sekitar, ya tidak terlalu banyak. Hanya perwakilan menemui DPRD untuk membahas isu-isu yang ditolak sampai di mana pengawalan kita bersama kepada DPR RI,” ujar Adib.
Reporter: Amel, Kharisma, Aris W., Muzakky, Gilang, Nurul,
Penulis: Nurlaila M. Siregar
Redkatur: Rifqi Ihza F.