Dimensipers.com — Alian­si Maha­siswa Tulun­ga­gung menin­dak­lan­ju­ti aksi hari Senin, 12 Okto­ber 2020 yang sudah melakukan kesep­a­katan den­gan DPRD akan melang­sungkan audi­en­si pada hari Rabu, 14 Okto­ber 2020. “Nah, dalam tun­tu­tan­nya ini sudah ada empat lem­bar dan kita fax­im­i­le ke DPR RI dan DPRD telah ada kesep­a­katan den­gan maha­siswa bah­wa Rabu, lusa ini, akan audi­en­si sek­i­tar, ya tidak ter­lalu banyak. Hanya per­wak­i­lan men­e­mui DPRD untuk mem­ba­has isu-isu yang dito­lak sam­pai mana pen­gawalan kita bersama kepa­da DPR RI,” tutur Adib Makarim selaku Wak­il Ket­ua DPRD.

Para peser­ta audi­en­si kumpul pada pukul 12.00 siang di hala­man Gedung DPRD sete­lah menung­gu sela­ma tiga puluh menit masuk ke ruan­gan aspi­rasi, berse­lang lima menit para per­wak­i­lan anggota Dewan Per­wak­i­lan Raky­at Daer­ah (DPRD) mema­su­ki ruan­gan. Sete­lah dua menit acara mulai diawali den­gan perke­nalan per­wak­i­lan anggota DPRD yang dis­am­paikan oleh Mar­sono selaku Ket­ua DPRD. Lalu per­wak­i­lan Alian­si Maha­siswa Tulun­ga­gung juga melakukan pen­ge­nalan yang dis­am­paikan oleh Bagus Prase­ti­awan selaku Pemimpin Aksi Alian­si Maha­siswa Tulun­ga­gung. Sete­lah sele­sai basa-basinya tepat pukul 12.52 siang tun­tu­tan-tun­tu­tan mulai disampaikan.

Audi­en­si ini dihadiri 18 peser­ta dari per­wak­i­lan Ger­akan Maha­siswa Nasion­al Indone­sia (GMNI) yang berjum­lah 2 orang, Him­punan Maha­siswa Islam (HMI) berjum­lah 3 orang, Perg­er­akan Maha­siswa Islam Indone­sia (PMII) berjum­lah 3 orang, Gus­duri­an berjum­lah 3 orang, Ikatan Maha­siswa Muham­madiyah (IMM) berjum­lah 3 orang, Dewan Ekseku­tif Maha­siswa (Dema) Insti­tut Aga­ma Islam Negeri (IAIN) Tulun­ga­gung berjum­lah 2 orang, Seko­lah Ting­gi Aga­ma Islam Muham­madiyah (STAIM) berjum­lah 2 orang dan Seko­lah Ting­gi Aga­ma Islam (STAI) Dipone­goro berjum­lah 1 orang.

Sedan­gkan anggota DPRD yang ikut audi­en­si yaitu, Mar­sono dari frak­si Par­tai Demokrasi Indone­sia Per­juan­gan (PDIP), Adib Makarim dari frak­si Par­tai Kebangk­i­tan Bangsa (PKB), Sofyan Heryan­to dari frak­si Demokrat, Imam Khoirudin dari frak­si Par­tai Amanat Nasion­al (PAN), Ali Mas­rup dari frak­si PKB, Susilowati dari frak­si PDIP, Ahmad Baharudin dari frak­si Par­tai Ger­akan Indone­sia Raya (Gerindra), Asmun­gi dari frak­si Par­tai Golon­gan Karya (Golkar) ser­ta Dian Fericha ahli hukum dan dosen di IAIN Tulungagung.

Sete­lah pen­ge­nalan, Adib Makarim mem­ba­cakan ulang tun­tu­tan aksi hari Senin, Kemu­di­an Bagus Prase­ti­awan melimpahkan ke maha­siswa lain, yang diam­bil alih oleh Iqbal untuk menyam­paikan beber­a­pa tun­tu­tan. Saya sem­pat meng­garis­bawahi poin-poin, ini ingin saya tanyakan mungkin dari anggota DPRD bisa men­jawab nan­ti. Yang per­ta­ma terkait sis­tem hukum­nya yang berlaku di Indone­sia” tegas­nya ia men­je­laskan bah­wa hukum yang berlaku di Indone­sia ini men­ganut hukum civ­il law dan Omnibus Law ini meru­pakan pro­duk com­mon law.

Ia juga men­je­laskan bah­wa Omnibus Law ini per­nah dipakai di Ameri­ka Serikat dan Kana­da terkait anggaran saja. Juga dipakai di Irlan­dia di mana ada kon­tro­ver­si yang ter­ja­di terkait 30.000 pasal yang diseder­hanakan kemu­di­an ter­jadi­lah di Indone­sia, “Nah, ter­jadi­lah di Indone­sia ini, juga banyak kon­tro­ver­sinya. Kare­na kemu­di­an ada 11 klaster di dalam pem­ba­hasan­nya. Ini tidak mer­apikan dan tidak merangkum Undang-undang namun jus­tru menam­bah Undang-undang yang ada penu­runan­nya.” Ia menam­bahkan bah­wa Omnibus Law ini tidak ingin mem­per­lu­as pen­je­lasan Undang-undang namun malah mem­bu­at tumpang tindi­h­nya Undang-undang. 

Kemu­di­an dis­am­bung juga den­gan perny­ataan Khoir­ul Fata salah satu per­wak­i­lan dari Gus­duri­an, ia mene­gaskan bah­wa dalam prose­dur DPR sudah cacat sejak awal pem­ba­hasan­nya. Pasal­nya, par­tisi­pasi pub­lik tak diikut­ser­takan, selain itu naskah akademik yang ada terny­a­ta kurang memadai. Kemu­di­an banyak pula media mas­sa yang mem­ber­i­takan bah­wa pros­es­nya sudah tidak prose­dur­al kare­na pem­ba­hasan­nya yang dilakukan secara terge­sa-gesa. Ia mem­per­tanyakan bagaimana sikap DPRD Tulun­ga­gung, “Kami mem­inta secara kelem­ba­gaan DPRD ini meno­lak atau mener­i­ma, apakah DPRD Tulun­ga­gung mener­i­ma atau meno­lak. Kalau meno­lak maka akan bersama-sama meng­gu­gat ke MK,” tegas­nya. Ia juga meny­ing­gung soal draf yang sim­pang siur dan beredar di masyarakat, ia menanyakan draf mana yang benar yang telah dis­ahkan itu. 

Salah satu peser­ta audi­en­si dari per­wak­i­lan Gus­duri­an menyam­paikan prob­lem salah satu klaster dari sebe­las klaster yang diba­has dalam Omnibus Law yakni Klaster Kete­na­gak­er­jaan. Berdasarkan kompas.com ada tiga draf yang beredar pas­ca dis­ahkan­nya RUU Cip­ta Ker­ja pada 5 Okto­ber 2020 yaitu draf sejum­lah 905 hala­man pada tang­gal itu, draf 1035 hala­man pada Senin (12/10/2020) siang dan malam­nya Badan Leg­is­latif mener­bitkan draf sejum­lah 812 hala­man pada hari yang sama. 

Peser­ta mem­ba­cakan pasal 79 ayat 2 dan ayat 5 terkait wak­tu isti­ra­hat, pada draf 905 hala­man ayat terse­but bera­da di hala­man 436, pada draf 1035 hala­man ayat terse­but bera­da di hala­man 446–447 dan pada draf 812 hala­man bera­da di hala­man 348. Dari keti­ga draf terse­but pasal 79 ayat 2 huruf b men­gala­mi peruba­han atu­ran, yang pada UU Kete­na­gak­er­jaan sebelum­nya bertuliskan, “Isti­ra­hat ming­guan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari ker­ja dalam 1 (satu) ming­gu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari ker­ja dalam 1 (satu) ming­gu.” Semen­tara dalam keti­ga draf UU Cip­ta Ker­ja di pasal yang sama, atu­ran “5 (lima) hari ker­ja“ diha­pus, sehing­ga hanya berbun­yi, “Isti­ra­hat ming­guan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari ker­ja dalam 1 (satu) minggu.”

Pesera meny­im­pulkan bah­wa dari keti­ga draf terse­but tidak ada peruba­han sig­nifikan, di mana peker­ja tetap tidak dap­at mem­bu­at pil­i­han cuti. Pada­hal dalam UU Kete­na­gak­er­jaan yang lama, peker­ja men­da­p­at pil­i­han untuk cuti dua hari dalam satu minggu.

Fata menam­bahkan bah­wa kajian pasal ini masih pan­jang, sebab masih ada sepu­luh klaster lagi yang bermasalah dan per­lu dikaji.

Adib Makarim menang­gapi bah­wa pihaknya masih akan mengka­ji lagi, “Yang jelas bah­wa kami akan mengka­ji, jadi memang ada pasal-pasal yang merugikan. Uru­san pasal-pasal yang merugikan, akan kita tolak,” ungkap­nya. “Jadi tidak ada kewe­nan­gan DPRD untuk mengeval­u­asi DPR RI tapi men­yarankan. Oleh kare­na itu kami akan bersikap di mas­ing-mas­ing par­tainya akan menanyakan ten­tang draf, kami men­gontak DPR RI itu juga berbe­da ada yang 1049 sekian hala­man nan­ti kita tanyakan lagi”.

Sedan­gkan men­ge­nai sikap, Adib mene­gaskan bah­wa pihaknya meno­lak Omnibus Law, “Ya kita meno­lak, secara insti­tu­sion­al kita sama seper­ti guber­nur”. Lalu men­ge­nai keformi­lan, Dian Fericha men­gungkap­kan, “Pros­es leg­is­lasi ini saya yakin pasti sudah dilalui. Mungkin yang protes itu masyarakat yang tidak diun­dang. Tapi ada pasal yang merugikan masyara­kat lah ini yang per­lu kita tolak. Soal formil atau tidak bukan kewe­nan­gan saya men­jawab,” tuturnya.

Berdasarkan data news.detik.com (Jumat, 9/10/2020),Khofifah Indar Parawansa telah menan­datan­gani surat per­mo­ho­nan penang­guhan Omnibus Law UU Cip­ta Ker­ja pada Kamis (8/10/2020) yang ditu­jukan ke Pres­i­den Jokowi dan Menda­gri, Tito Kar­na­vian. Adib yang menge­tahui hal terse­but dan sete­lah men­da­p­at desakan dari Alian­si Maha­siswa telah menan­datan­gani surat tuntutan. 

Sete­lah menden­gar pen­da­p­at yang cukup alot antara maha­siswa dan DPRD, di sesi ter­akhir maha­siswa menghen­da­ki penan­datan­ganan surat tun­tu­tan bersama Mar­sono. Namun, Mar­sono men­ge­lak bah­wa pem­ba­hasan belum sele­sai. Ia men­gaku kebin­gun­gan draf mana yang akan berlaku dan dibagikan ke DPRD setem­pat ser­ta ia akan menan­datan­gani sete­lah mengka­ji draf terse­but dan menung­gu kepu­tu­san dari bupati.

.…sete­lah kita kaji bersama-sama men­cari masukan bersama-sama itu baru kita bersikap, lawong kita belum mem­pela­jari detail-detail­nya lakok bersikap itu­lo,” kelit Mar­sono.

Adib mene­gaskan bah­wa ket­ua umum­nya akan melakukan kajian dahu­lu, lalu akan meny­atakan sikap untuk kita pela­jari bersama. Pihaknya meny­atakan bah­wa ada pasal-pasal yang memang akan dito­lak namun tidak semuanya. Adib juga men­yarankan Mar­sono untuk menan­datan­gani surat yang dibawa oleh maha­siswa, “Pak Ket­ua sedik­it pencer­a­han, tidak akan ada efeknya Pak Ket­ua dipecat gitu eng­gak ada”.

Audi­en­si ini pada pukul 14.50 berakhir, den­gan perny­ataan sikap Mar­sono yang tetap kekeh tidak mau men­datan­gi tun­tu­tan ini dulu, ia mem­inta wak­tu untuk mema­ha­mi tun­tu­tan ini dan menung­gu Bupati Tulung­gaung menan­datan­gani. Ia men­gatakan bah­wa pada hari Kamis, 15 Okto­ber 2020 akan menan­datan­gani di Pen­dopo Tulungagung.

Reporter: Bayu G., Nurul K., Irfan­da E., Amel
Penulis: Amy Ameiliya
Edi­tor: Muham­mad F. Rohman