Dimensipers.com – Aliansi Mahasiswa Tulungagung menindaklanjuti audiensi hari Rabu, 14 Oktober 2020 yang sudah melakukan kesepakatan dengan Maryoto Birowo selaku Bupati Tulungagung akan melangsungkan audiensi pada hari Kamis, 15 Oktober 2020 di Pendopo Kongas Arum Kusumaningbongso.
Para peserta audiensi kumpul pada pukul 12.30 siang di halaman Gedung Pendopo setelah menunggu selama dua puluh lima menit masuk ke ruangan pendopo, berselang lima menit Maryoto dan para stafnya memasuki ruangan dan acara pun dimulai.
Audiensi ini dihadiri tiga belas peserta dari perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) tiga orang, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) berjumlah tiga orang, empat orang dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berjumlah dua orang, dan satu orang Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. Lalu pada pukul 14.05 peserta bertambah tiga orang yang terdiri dari satu orang perwakilan Dema IAIN dan dua orang perwakilan dari Gusdurian.
Sedangkan peserta staf dari Maryoto yang ikut audiensi yaitu, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Diskakertrans) yang berjumlah empat orang, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol), Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kesatpol PP), dan Kepala Bagian (Kabag) Hukum.
Audiensi bersama Maryoto tuntutannya masih sama yang berisi tentang penolakan atas disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mengajukan Mosi Tidak Percaya, dan Menuntut Presiden Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) Cipta Kerja dalam pembahasan point substansi Undang-Undang Cipta Kerja. Kemudian menuntut DPR RI untuk lebih menghargai aspirasi rakyat dan mendengarkan kritikan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja serta melepaskan semua tahanan aksi di seluruh Indonesia, dan menjamin haknya.
Awalnya Maryoto ingin meminta waktu tiga hari untuk mengkaji ulang tuntutan ini dengan dalih DPR saja dikasih kelongggaran waktu. “Kita kan masih audiensi baru ketemu sekarang panggah di-dril ae, kalo DPR masih bisa semoyo (berjanji) tiga hari. Saya diberi waktu gitu loh, ya jangan sekarang Bapak datang tanda tangan. Ya tanda tangan tapi saya perlu baca dan saya pahami mana narasinya ini. Jadi ini saya minta waktu untuk saya tanda tangan,” tutur Maryoto.
Setelah perdebatan yang panjang, Maryoto tetap kekeh meminta tambahan waktu untuk berpikir dan memahami terlebih dahulu. Akhirnya Afifu, salah satu Perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Tulungagung menekankan kepada Maryoto bahwa mahasiswa membutuhkan tanda tangannya untuk mewakili masyarakat Tulungagung menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Ia juga menegaskan bahwa Aliansi Mahasiswa Tulungagung siap menunggu Maryoto memahami redaksi dan bersedia membantu melakukan kajian. “Biar masyarakat Tulungagung ini tidak terdampak dari Omnibus Law. Nanti kita jadwalkan untuk kajian bersama mahasiswa,” tandas Afifu.
Setelah Maryoto meminta waktu lima belas menit untuk berpikir, tepat pukul 14.18 ia menandatangani tuntutan menolak Omnibus Law. Pada waktu yang sama, seharusnya Ketua DPRD datang untuk menepati janjinya guna menandatangani tuntutan, tetapi Marsono tak kunjung datang dan malah keluar kota. Audiensi ditutup pada pukul 14.21 dengan kesan-kesan perwakilan Aliansi Mahasiswa Tulungagung.
Reporter: Achmad Ilham Sulaiman, Laila Muhibbah, Nurul Karimatul Fitria
Penulis: Amy Ameiliya
Editor: Muhammad F. Rohman