Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota (DK) Tulungagung menyelenggarakan nonton bareng (Nobar) dan diskusi Serial DEMI 1%, yakni Karpet Merah Oligarki dan Wadas Waras.
Acara tersebut diadakan bersama dengan Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Himalaya Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) serta Lembaga Semi Otonom (LSO) Referendum Obligator Advokasi Riset (ROAR).
Nobar serial film kolaborasi Greenpeace, Watchdoc, Fraksi Rakyat Indonesia, dan Bersihkan Indonesia itu, di selenggarakan di warung kopi (Warkop) Bagong pada Sabtu, 30 Oktober 2021.
Muhammad Khozin selaku Sekretaris Jendral (Sekjend) PPMI DK Tulungagung mengatakan bahwa dari segi persiapan acara terkesan mendadak dengan alasan agar tidak terjadi benturan dengan agenda-agenda Lembaga Pers Mahasiswa (LPM).
“Urgensi Nobar sendiri untuk merefleksi temen-temen, karena juga terkait isu lingkungan di Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek,” tambah Khozin.
Terdapat tiga pemantik pada acara Nobar dan diskusi, salah satunya Muhammad Thoha Ma’ruf selaku pimpinan umum LPM Freedom Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar, mengungkapkan, “persiapannya jelas, saya coba memehami materi, yang jelas saya harus lebih memahami dari pada peserta, dan itu kewajiban. Kalau pemantik, harus mengertilah minimal.”
Thoha Ma’ruf mengatakan kalau serial ini akan terus berkelanjutan. Pada film pertama Karpet Merah Oligarki yang lebih menjelaskan Undang-undang (UU) Ombnibuslaw.
Kemudian, film kedua, Wadas Waras, menjelaskan dampak dari UU Omnibuslaw yang dialami oleh warga Wadas dan pada bagian akhir disinggung bahwa akan muncul serial ketiiga terkait kondisi di Papua. Muhammad Thoha Ma’ruf menyatakan bahwa benang merahnya satu, yaitu UU Omnibuslaw.
Berbeda dengan pemantik lainnya, yakni Cholidah Nastaini selaku ketua Mapala Himalaya UIN SATU Tulungagung, mengatakan, “filmnya bagus, sih, karena Mapala Himalaya sendiri itu untuk membahas korelasi dengan perpolitikan dan pemerintahan kurang. Karena kita sendiri fokusnya di hal-hal kecil, karena membentuk anak-anak yang basic-nya bukan pecinta alam sendiri itu harus berproses, dan berprosesya lama jadi kalau membahas seperti ini butuh waktu yang nggak sebentar.”
Mochammad Rafhi Setiawan selaku ketua DEMA FUAD sekaligus pemantik di acara Nobar dan diskusi, memberikan apresiasi kepada Watchdoc dan beberapa partnernya. “Mereka adalah orang-orang yang kuat untuk memberikan penyadaran sangat luas melalui media yang mudah digapai oleh masyarakat,” ujar Rafhi.
Acara ini dihadiri oleh kalangan mahasiswa UIN SATU dan beberapa komunitas, salah satunya komunitas aksi kamisan Kediri. Salah satu peserta dari komunitas aksi kamisan Kediri yang tidak ingin disebut namanya, mengatakan, “diskusi dan Nobar ini bisa merefleksikan kepada kita dan membuka wawasan kita sebenar-benarnya yang ada dilapangan, sebenar-benarnya konflik yang ada di lapangan”.
Penulis: Luqman
Reporter: Aini, Luqman, Riza, Toni
Editor: Ulum