Aktivis Region­al Peneleh Tulun­ga­gung men­gadakan acara bedah buku “Gay­a­tri Akun­tan Majapahit” pada Rabu, 10 Novem­ber 2021. Acara ini dim­u­lai pukul 12.30–15.00 WIB bertem­pat di Ruang Aula Dinas Pen­didikan Pemu­da dan Olahra­ga Kabu­pat­en Tulun­ga­gung den­gan berpaka­ian iden­ti­tas organ­isasi atau den­gan batik rapi.

Dalam kegiatan­nya, men­gun­dang sek­i­tar 44 lem­ba­ga dari lin­tas komu­ni­tas sejarah kebu­dayaan, akademisi, bahkan masyarakat peng­giat sejarah dan kebu­dayaan den­gan jum­lah peser­ta yang hadir kurang lebih 68 orang.

Acara ini meng­hadirkan dua nara­sum­ber, yaitu Novri­da Q.Lutfillah seba­gai penulis buku Gay­a­tri Akun­tan Majapahit dan Bam­bang Kard­jono seo­rang Peng­giat Sejarah Tulun­ga­gung seba­gai pem­be­dah dalam acara tersebut.

Menu­rut Fikri Aman­ul­lah selaku koor­di­na­tor Rumah Budaya dan Pari­wisa­ta Aktivis Peneleh Region­al Tulun­ga­gung men­gatakan bah­wa acara ini diadakan untuk mer­awat akal piki­ran sekali­gus mem­peringati hari jadi Tulun­ga­gung, Hari Pahlawan Nasion­al, ser­ta Hari Raya Galun­gan dan Kuningan.

Selan­jut­nya tujuan diadakan acara kemarin salah sat­un­ya, yakni untuk mem­berikan seman­gat baru dari seman­gat bun­da Gay­a­tri yang dituangkan dalam seman­gat intelek­tu­al­i­tas di akun­tan­si dan merubah pola pikir yang saat ini mungkin teman-teman kebanyakan memi­li­ki pemiki­ran-pemiki­ran Eropa atau Barat,” jelas Fikri.

Selain itu, ket­ua Aktivis Peneleh Region­al Tulun­ga­gung, Mif­takhul Huda, sedik­it men­je­laskan bah­wa satu hal yang menarik dalam penulisan buku ini adalah Gay­a­tri. Gay­a­tri selain meru­pakan istri pendiri Majapahit, ia juga meru­pakan akun­tan yang san­gat luar biasa pada masanya.

Gay­a­tri dari Kerajaan Singasari, Kartane­gara sam­pai Hayam Wuruk yang sam­pai luar biasa itu, awal­nya memang akun­tan di ham­pir (wilayah, red.) Asia Tenggara, bukan gemeng-gemeng (remeh, red.), Nusan­tara, khusus­nya dari Tulun­ga­gung men­ja­di ikon­nya. Ini luar biasa,” imbuh Huda.

Novri­da Q. Lut­fil­lah selaku penulis buku begi­tu gam­blang mema­parkan isi buku sekali­gus alasan yang mem­bu­at­nya ter­tarik untuk menulis buku ini. Penulis yang tak lain adalah seo­rang akun­tan, memil­ih untuk menuliskan sebuah buku akun­tan­si yang isinya bukan hanya teori saja tetapi diba­lut den­gan per­spek­tif sejarah, yakni menampilkan nilai-nilai dari Majapahit.

Sejarah menu­rut penulis begi­tu pent­ing kare­na selain berbicara terkait alur peri­s­ti­wa, tahun, keja­di­an yang ter­ja­di, pem­ba­hasan yang urgen diam­bil adalah pen­gu­lan­gan sejarah dan peradaban.

Indone­sia itu per­ad­a­ban­nya ting­gi. Itu yang mem­bawa saya den­gan akun­tan­si den­gan kaca mata yang berbe­da. Dan saya mem­bawanya pada budaya Indone­sia khususnya di Jawa, yaitu Majapahit,” jelas Novri­da.

Selain men­jabarkan soal akun­tan­si, Gay­a­tri di masanya juga meru­pakan tokoh wani­ta yang berdikari pada masanya.

Di Zaman Majapahit juga sudah ada perem­puan yang sifat­nya bisa memegang pemer­in­ta­han tan­pa melu­pakan kodrat­nya seba­gai wani­ta, gitu, ya,” jelas Nofrida.

Fikri Aman­ul­lah kem­bali men­gungkap­kan hara­pan baik sete­lah diadakan­nya bedah buku ini. Ia menu­turkan bah­wa den­gan adanya bedah buku ini meng­gu­gah seman­gat para pen­didik, akademisi, untuk meng­gaungkan kem­bali sejarah yang mungkin lama ter­pen­dam, yang mungkin mem­bu­at kita semakin bang­ga pada Tlun­ga­gung dan sek­i­tarnya, mem­bu­ka cakrawala wawasan kita seba­gai akademisi, maha­siswa, mapun para pemegang birokrasi untuk meng­gali lagi kehe­batan Tulun­ga­gung yang besar ini, sejarah dan kehe­batan masa lampau.

Di akhir acara Mif­tahul Huda juga men­gapre­si­asi salah satu peser­ta yang meny­atakan kepuasan­nya sete­lah mengiku­ti acara terse­but. “Alham­dulil­lah, ada salah satu peser­ta men­gatakan kita gen­erasi mil­lenial, sejarawan, akademisi, dan lapisan masyarakat memer­lukan data yang valid dan teru­ji seper­ti buku Gay­a­tri Akun­tan Majapahit, yang dit­ulis oleh ahli akun­tan untuk mem­bangk­itkan seman­gat kese­jara­han, khusus­nya di Tulun­ga­gung. Kare­na tak melu­lu den­gan aspek poli­tik namun ada yang lebih besar untuk untuk sebuah per­ad­a­ban, yaitu kuasa akun­tan­si oleh ibun­da Gay­a­tri. Yang men­ja­di ikon unik di Tulun­ga­gung khusus­nya,” tutur Huda.

Penulis: Asna
Reporter: Ria, Riza
Edi­tor: Ulum

Orang bodoh tak kun­jung pandai.”