Menuju satu tahun tragedi Kanjuruhan, Komite Aksi Kamisan Malang bersama BEM FIB UB, Himaprodi Seni Rupa UB, EM UB, serta berbagai unsur pekerja seni menggelar pameran bersama di Galery Seni Rupa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya pada 25—29 September 2023.
Mengambil tajuk “Merawat Ingat Menolak Lupa,” pameran yang berlangsung selama lima hari ini merupakan bentuk upaya mengingat kembali kasus tragedi Kanjuruhan yang hingga kini belum terselesaikan.
“Kita ingin orang-orang yang hadir di pameran ini ingat, bahwa ada kasus tragedi kemanusiaan (red. kanjuruhan) yang sampai sekarang belum terselesaikan. Baik secara hukum, ataupun secara keadilan bagi keluarga korban,” ucap Galih selaku panitia pelaksana.
Galih yang juga menjabat sebagai ketua BEM FIB ini merasa jika pameran bersama menjadi momen penting dalam menjelang satu tahun tragedi Kanjuruhan.
Terdapat 52 karya dipamerkan, mulai dari poster, puisi, kolase, grafis, dan arsip pemberitaan media. Tak lupa, dokumentasi berupa foto solidaritas arek malang dalam memperjuangkan keadilan korban tragedi Kanjuruhan juga turut ditampilkan.
Salah satu pengunjung dari kalangan suporter dibuat merinding ketika menyaksikan karya-karya yang dipamerkan. Hadi, pria asal Jakarta yang kini berdomisili di Lawang mengaku jika karya-karya tersebut mengingatkan dirinya akan tragedi yang menewaskan 135 lebih korban jiwa.
“Pameran ini jadi mengingatkan kita tentang tragedi itu. Jadi lebih peka terhadap sosial masyarakat, bahwa tragedi itu menewaskan ratusan nyawa,” ujarnya.
Hadi juga mengungkapkan jika terselenggaranya pameran bersama ini turut memperlihatkan kepada kita bahwa kasus tragedi Kanjuruhan belum sepenuhnya selesai dan pemerintah masih memiliki hutang dalam menuntaskannya.
“Kasus ini itu belum kelar, hutang pemerintah itu masih ada terhadap masyarakat yang ada di Malang,” tuturnya.
Tidak jauh berbeda dengan Hadi, pengunjung lain yang turut hadir dalam pameran menegaskan jika agenda kali ini sangatlah penting.
“Pameran ini bener-bener penting, kita masih merawat ingat dan menolak lupa akan kasus tragedi Kanjuruhan,” tegas Thariq.
Thariq menambahkan bahwasanya tajuk pada pameran bersama kali ini, sekaligus menjadi pengingat tentang banyaknya usaha yang telah dilakukan, baik dari lingkaran keluarga korban maupun simpul solidaritas dalam memperjuangkan keadilan korban tragedi Kanjuruhan. Namun, dirinya merasa bahwa Negara dan instansi atau pihak-pihak terkait masih menampikannya.
“Beragam usaha perjuangan yang bisa kita lihat, Laporan model B dari keluarga korban yang ditolak kemarin, lalu Stadion Kanjuruhan yang sudah mulai direnovasi. Pameran ini cukup menggambarkan bahwa Arek Malang terus merawat ingatan dan menolak lupa, bahkan sampai hari ini Malang masih melawan dan akan tetap memperjuangkan keadilan bagi korban tragedi kanjuruhan, itu sangat penting,” tambahnya.
Seperti yang telah diketahui bersama, menuju satu tahun tragedi Kanjuruhan, meja persidangan hingga kini masih belum berpihak pada keadilan keluarga korban. Misalnya laporan model B yang diajukan oleh dua orang keluarga korban di Polres Malang pada (1/9/23), dengan sangkaan pasal 338 dan 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana telah diberhentikan oleh Polres Malang.
Adapun, sejak Jumat (8/9) lalu, Stadion Kanjuruhan sudah diberlakukan proses sterilisasi. Tentu hal ini sangatlah fatal, sebab upaya renovasi Stadion Kanjuruhan dirasa dapat menghilangkan barang bukti pada gelar perkara.
Pihak panitia juga mengungkapkan bahwa nantinya pameran ditutup dengan pemutaran film bersama aktivis perdamaian suporter, Pak Midun. Hal ini tak lain sebagai upaya merawat ingatan akan tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
“13 hari beliau sampai ke Jakarta (red. Pak Midun) untuk memperjuangkan keadilan tragedi Kanjuruhan, dan kita mau mengingatkan kembali tentang kasus ini,” tutup Galih.
Penulis: Danu
Reporter: Danu
Editor: Vidya