“Persidangan itu cuma canda tawa, dibuat permainan oleh Sema‑U. Hasil keputusan dari MPM ini kita tolak, mas. Karena persidangan itu tidak sah, terus kenapa peraturan dibuat dan harus dilaksanakan jika persidangannya saja tidak sah? Kalau kita laksanakan sama saja Pusplo (red. Tidak berguna).” Ungkap Fahmi Selaku Perwakilan Sema Fasih.
Senin 25 September 2023, Senat Mahasiswa (SEMA) UIN SATU menyelenggarakan Musyawarah Perwakilan Mahasiswa (MPM) di Auditorium lantai 5 Gedung Pascasarjana UIN SATU. Meski pada poster yang beredar, kegiatan seharusnya berlokasi di Gedung Arief Mustaqiem. Namun karena pada hari itu di AM ada sidang senat terbuka, persidangan kemudian dialihkan menuju gedung Pascasarjana.
Kegiatan tahunan yang merupakan musyawarah tertinggi mahasiswa ini melibatkan seluruh perwakilan ormawa UIN SATU yang terbagi menjadi peserta aktif dan pasif. Selain itu MPM juga turut menghadirkan peserta peninjau yang berasal dari pengurus demisioner Sema‑U dan Dema‑U.
MPM tahun ini rencananya berlangsung selama lima hari dari tanggal 25–29 September. Namun dalam pelaksanaannya, rupanya kegiatan telah berakhir lebih awal pada hari Selasa (26/09). Hari pertama MPM dimulai pukul 10.00 WIB dengan membahas tatib persidangan hingga pukul 12.00 WIB. Kemudian persidangan berlanjut mengenai pembahasan Anggaran Dasar (AD).
Jika melihat rundown kegiatan, seharusnya pembahasan hari pertama hanya menyoal tatib dan pemilihan presidium. Namun karena masih terdapat sisa waktu, persidangan diteruskan sampai pada pembahasan AD yang sebenarnya merupakan rangkaian pembahasan pada hari kedua – ketiga, dan memakan waktu selama dua jam.
Keesokannya di hari kedua MPM, persidangan dibuka kembali dengan memulai pembahasan Anggaran Rumah Tangga (ART). Ketika pembahasan ART berlangsung, peserta sidang sempat mempersoalkan pasal 5 mengenai masa keanggotaan yang merupakan buntut dari kejadian pelanggaran perma pasal 28 Ayat 4 Poin L oleh wakil ketua Dema‑U.
Peserta sidang selanjutnya meminta skorsing untuk istirahat sekaligus klarifikasi dari yang bersangkutan untuk dimintai keterangan melalui panggilan video Whats App. Dalam panggilan tersebut, Bayu Afrizal melakukan klarifikasi dengan meminta maaf kepada seluruh peserta sidang dan menjelaskan mengapa dia memilih untuk mengakhiri statusnya sebagai wakil dema lebih dulu. Setelah mendengarkan klarifikasi Bayu Afrizal, persidangan kembali dibuka untuk dilanjutkan.
Menuju sesi kedua setelah ishoma, sidang terus berlanjut dengan tetap membahas ART. Tak lama kemudian sekitar pukul 15.00 WIB, seluruh peserta musyawarah dari perwakilan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) melakukan Walk Out atau keluar dari forum persidangan yang selanjutnya disusul oleh seluruh perwakilan dari Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH).
Aksi keluarnya mereka dari persidangan dipicu oleh forum yang sudah tidak kondusif. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Didin selaku perwakilan mahasiswa FUAD dari HMPS Sejarah Peradaban Islam (SPI).
“..forum sudah tidak kondusif. Presidium lelah, kami juga. Tapi presidium tidak mengindahkan isi dari pasal-pasal yang kita sidangkan waktu itu.”
Didin turut menyebutkan puncaknya ketika salah satu peserta dari perwakilan Sema FUAD yang menginterupsikan kepada presidium untuk melakukan pending atau penundaan sidang karena tidak kondusifnya forum namun ternyata juga tidak dipedulikan oleh presidium. Hal tersebut kemudian menjadi salah satu alasan yang membuat peserta dari perwakilan FUAD melakukan Walk Out.
Disamping itu Didin juga mengatakan bahwa aksi walkoutnya adalah imbas dari presidium yang tidak memberikan waktu telaah ketika melakukan pembacaan ART. Selama itu pula sebenarnya presidium sudah sering mendapatkan teguran oleh peserta sidang.
Calvin selaku perwakilan dari Dema FUAD turut menjelaskan atas keluarnya FUAD dari forum karena ketidak terimaannya atas sikap presidium yang telah seenaknya mempermainkan waktu telaah sedemikian rupa.
“Saya rasa untuk waktu telaah juga sangat dipaksakan untuk segera diselesaikan jadi ini bisa dikatakan hasil yang ada pada hari ini bukan dari hasil tela’ah para peserta tapi hasil dari settingan yang ingin dilakukan oleh presidium.” Ungkap Calvin.
Selaras dengan hal diatas, Ahmad Bin Efendi selaku perwakilan Mahasiswa FASIH dari HMPS Hukum Keluarga Islam (HKI) menyatakan bahwa keputusan keluar forum persidangan adalah sebuah keputusan yang berat. Dirinya menambahkan bahwa sidang keputusan kali ini adalah milik presidium, bukan ada pada forum atau peserta sidang.
“…. Fasih dan Fuad keluar itu sudah keputusan yang sangat berat. Namanya sidang musyawarah keputusannya ya ada dalam forum, bukan hanya di presidium – dan keputusan presidium ada di peserta sidang. Seharusnya sidang itu bisa pending kalau sudah tidak kondusif, apalagi kemarin peserta juga sudah banyak yang mengopsikan untuk pending.” Jelas Efendi.
Menanggapi hal tersebut, Maftuh sebagai presidium sidang memandang bahwa persidangan masih tergolong kondusif. Pihaknya juga mengaku tetap berkomitmen dalam menjalankan sidang sebagai presidium hingga selesainya acara.
“Itu masih tergolong kondusif, pertimbangannya adalah temen-temen tidak ada yang banyak bicara, hanya teriak-teriak saja. Mereka hanya lelah tanpa mereka bergeser atau pindah posisi. Mengenai yang WO kalau menurut kacamata sy selaku presidium sekaligus pengurus sema. Saya tetap berkomitmen untuk menjalankan sidang sebagaimana semestinya atau sebagaimana logisnya seperti itu.” Ungkap Maftuh.
Dampak dari banyaknya peserta yang melakukan aksi keluar forum persidangan berpengaruh terhadap kuorum persidangan. Fahmi perwakilan dari Sema Fasih mengungkapkan bahwa keluarnya peserta dari Fuad dan Fasih berimbas pada tidak sahnya hasil MPM karena kurang dari 50%+1 dari jumlah peserta yang sudah ditetapkan MPM.
“Menurut saya dari walkout nya fakultas fasih dan fakultas Fuad itu, MPM membahas ad/art itu tidak sah karena kurang dari 50%+1 peserta.”
Lain halnya dengan Maftuh sebagai presidium pihaknya menerangkan bahwa sekalipun peserta tidak memenuhi kuorum, persidangan tetap dilaksanakan. Karena menurutnya, jika berbicara mengenai hukum untuk aturan ayat dalam pasal. Tiap angka dalam ayat menunjukkan hierarki yang apabila di urutkan secara tingkatannya akan berbeda secara urgensi.
“Kalau berbicara hukum untuk urutan ayatnya, ayat 4 itu logisnya menjadi opsi yang terakhir digunakan. Misal di ayat 4 itu berbunyi seperti itu (red. tatib) lalu ayat 3 nya kalo nggak salah sidang tidak akan bisa dimulai apabila anggota kuorum 2/3 peserta MPM. Nah sebenarnya saya ingin meluruskan ayat 3 ini terlebih dahulu biar temen-temen bisa untuk mengkuorumkan, tetapi tadi temen-temen pada WO jadi akhirnya saya memakai ayat 4 sehingga sidang tetap dilanjutkan.” Jelasnya.
Pada akhirnya MPM hanya berlangsung selama dua hari dan tidak mengikuti ketetapan awal seperti yang telah disebutkan di rundown. Fahmi mengungkapkan bahwa persidangan dalam MPM kali ini hanyah sebuah candaan yang dibuat permainan oleh Sema. Ia juga menyebutkan bahwa hasil keputusan MPM akan ia tolak karena persidangan yang dianggap tidak sah.
“Persidangan itu cuma canda tawa, dibuat permainan oleh Sema‑U. Hasil keputusan dari MPM ini kita tolak, mas. Karena persidangan itu tidak sah, terus kenapa peraturan dibuat dan harus dilaksanakan jika persidangannya saja tidak sah? Kalau kita laksanakan sama saja Pusplo (red. Tidak berguna).” Ungkap Fahmi.
Penulis: Mustofa
Reporter: Fadhilla, Noval, Yahya
Editor: Vidya