Pemilihan Umum Raya (Pemira) Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (FASIH) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU) 2024 diwarnai dengan polemik sengketa yang mengarah pada dugaan ketidakprofesionalan dan ketidakadilan penyelenggara. Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPU‑M), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Senat Mahasiswa (SEMA) FASIH menjadi sorotan akibat keputusan kontroversial yang telah dibuatnya, mulai dari administrasi hingga ketidaksesuaian hasil sidang dengan Putusan Persengketaan yang telah diumumkan pada 31 Desember 2024.
Prosesi Pemira yang dimulai dari tanggal 14/12 menimbulkan beberapa kecurigaan oleh sejumlah mahasiswa terkait penyelenggaraannya, pasalnya terdapat banyak sekali hal-hal yang menyimpang dari yang seharusnya terjadi, hal tersebut berimbas pada molornya penetapan hasil pemilihan ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FASIH, ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) dan anggota SEMA. Ridwan selaku Daftar Pemilih Tetap (DPT) menilai buruk terhadap hal ini “ya sampean bisa lihat sendiri kebobrokan dan keblunderan mereka” ungkapnya.
Administrasi Tidak Lengkap Tetap Diterima
Salah satu persyaratan administrasi dalam mendaftarkan diri sebagai bakal calon adalah sertifikat madrasah diniyah (madin). Adanya sertifikat madin ini dikaitkan dengan lulus atau tidaknya seorang mahasiswa dalam satu tahun mengikuti madin. Tim LPM Dimensi menemukan fakta bahwa Paslon 03 Hukum Keluarga Islam (HKI) bernama Achmad Sofyan Ally ternyata sedang mengulang madin selama 1 tahun, hal ini mengindikasikan ketidaklulusannya dalam mengikuti madin dan tidak adanya sertifikat madin untuk memenuhi persyaratan administrasi.
Ahmad Agus selaku ketua KPU‑M memohon maaf terkait kelalain ini “administrasi seperti itu atau masih ada kekurangan mungkin dari kelalaian kami. Saya mohon maaf lah karena kita masih kecolongan terkait dengan administrasi itu.” Terang Agus.
Telatnya Pendaftaran, Pemira dapat Dimenangkan
Melalui unggahan story akun instagram Kpum_fasih pada 6 Januari 2025, KPU‑M berhasil menetapkan Paslon 02 yaitu Muhammad Darul Ulum dan Ahmad Sonhaji sebagai pemenang pemilihan DEMA. Hal ini menuai beberapa kritikan oleh sejumlah mahasiswa, beberapa diantaranya mengungkapkan bahwa KPU‑M tidak salah meloloskan Paslon yang cacat, dan ada juga ucapan selamat terhadap Paslon pemenang atas kelicikannya.
Mengingat hal tersebut, Paslon 02 yang terpilih menjadi pemenang Pemira sebenarnya terlambat dalam mendaftarkan diri sebagai bakal calon. Pendaftaran Bakal Calon ditutup pada tanggal 17/12, namun Paslon 02 baru mendaftarkan dirinya di tanggal 18/12, tepatnya di jam 00:13 WIB.
Ahsanunasih, mahasiswa Hukum Tata Negara (HTN), mencurigai adanya keterlambatan pendaftaran, “KPU dan Bawaslu patut di pertanyakan itu. Pendaftaran selesai sebelum dini hari, harusnya kan jika kita berbicara tentang pemilihan yang adil, itu sudah tidak boleh, yaudah aklamasi saja.” Senada dengan hal tersebut, Sanul, mahasiswa HKI, mengungkapkan bahwa bukti paslon 02 terlambat mendaftar sudah ada di grup DPT, yang seharusnya paslon 02 didiskualifikasi.
Menjawab terkait terlambatnya pendaftaran, Agus Ketua KPU‑M meminta maaf soal ini, menurut dia adanya aklamasi terkesan kurang pas. “Saya mohon maaf, itu kelalaian dari kami. Karena ya manusia, kalau malam itu kan jatahnya tidur…….yang namanya demokrasi ketika ada aklamasi itu kan kurang pas, kami dari KPU nya memutuskan, tapi ya itu memang kesalahan dari kami.” Tuturnya.
Lolosnya Gugatan Yang Cacat
Tanggal 28/12 KPU‑M menerima dan meloloskan surat gugatan yang dilayangkan oleh Paslon 02 DEMA. Surat gugatan yang secara garis besar menuntut adanya Pemilihan Suara Ulang (PSU) dinilai cacat formil oleh banyak mahasiswa. Surat tersebut dinilai cacat lantaran tidak ada tanda tangan yang berada di atas materai dan juga petitum yang menjelaskan adanya PSU tidak ada dalam PKPU no 1 tahun 2024.
Menanggapi hal ini, Ridlo Fahmi, Ketua Bawaslu mengatakan surat gugatan yang cacat formil tetap diterima sesuai Peraturan Mahasiswa (Perma) Pemira. “ya sesuai perma pemira, gugatan itu tetap kami proses, setelah itu kan tindak lanjut surat gugatan, kami mengadakan mediasi.” Karena mediasi tidak menemukan titik hasil, Bawaslu tidak bisa memutuskan dan melimpahkannya kepada SEMA FASIH yang akhirnya dilanjut dengan Persidangan Sengketa Pemira pada tanggal 31/12.
Hasil Putusan Berbeda dengan Prosesi Persidangan
Lewat hasil Surat Putusan yang telah dikeluarkan oleh SEMA FASIH pada 31/12 secara garis besar menyatakan bahwa PSU dibatalkan dan mengutus KPU‑M untuk segera menetapkan paslon 02 sebagai calon terpilih.
Keluarnya hasil putusan ini mendapatkan kecurigaan oleh beberapa mahasiswa, salah satunya adalah Miftahussurur, Paslon 01. Surur menceritakan bahwa surat putusan tidak sesuai sama sekali dengan proses persidangan itu terjadi.
“Jelas, kemarin itu ketika di persidangan, ya. Yang dibahas itu bukan gugatan keterkaitan dengan paslon dua. Akan tetapi, itu semua dinamika-dinamika yang ada ini ditampung di situ ternyata. Kemudian di putusan, ini dikatakan PSU (Pemungutan Suara Ulang). Jadi ketok palunya itu pemungutan suara ulang.” Jelas Surur.
Hasil putusan ini juga direspon oleh Son Haji, Paslon 02, dia kaget atas keluarnya hasil yang tidak sesuai proses persidangan. “Jujur aku agak kaget, soalnya memang saat sidang itu ya dari apa ya, kalau sudah sepakat PSU kan ya sudah jadi jelas, terus nanti terkait arah geraknya ya nanti ngobrol sama teman – teman saksi juga, selesainya kok kaya begini, terus kita mengajukan gugatan kok dikabulkan, ya jujur agak kaget juga terkait di menangkannya.”
Persidangan yang dimulai dari jam 10:00 WIB dihadiri oleh KPU‑M, Bawaslu, SEMA FASIH, Kedua Paslon dan beberapa saksi. Salman sebagai saksi di persidangan merasa kecewa atas tindakan dari SEMA FASIH. “Ya saya cukup sakit hati mas karena memang kan kita sebagai anak hukum kan harus paham betul lah terkait hukum, alur mekanisme persidangan nanti seperti apa? Dan juga tata caranya seperti apa.”
Dia juga menambahkan, di saat persidangan, pembahasan sengketa telah keluar dari topik yang dibahas, dia juga sudah mengingatkan hal ini kepada presidium saat itu. “Di dalam persidangan pun ini sudah tidak jelas, saya juga sempat mengingatkan kepada presidium, mas kita ini sudah keluar dari topik gugatan, tidak bisa diluar dari topik gugatan kecuali di gugatan itu sudah ada terkait paslon 1 ada indikasi menjabat sebagai BPH.” Imbuh Salman.
Yanwar sebagai presidium 1 menyebutkan bahwa Pemira kali ini hanya untuk menjadi pembelajaran. “ini adalah bentuk pembelajaran dari temen-temen. Dan saya rasa tidak ada kata salah dan benar disini. Yang menjadi patokan salah dan benar adalah pembelajaran itu sendiri….. Sidang itu memang saya akui presidium merekomendasikan untuk PSU. Namun ketika palu diketuk bukan berarti Keputusan muncul secara tiba-tiba” Jelasnya.
Keputusan SEMA FASIH tetap menuai kritik karena dianggap tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. “SEMA FASIH sangat tidak profesional kalau sidang ini hanya menjadi pembelajaran aja, apalagi saya mendengar info presidium 1 di tengah – tengah persidangan sempat mengucap: kami manusia bukan nabi boy, asumsi saya pribadi dengan kejadian tersebut, itu jelas – jelas sekali SEMA FASIH tidak professional dan persidangan hanya dibuat lelucon.” Ungkap Sanul sebagai DPT Pemira Fasih
Menurut beberapa mahasiswa, hal ini sudah tidak sejalan dengan Pasal 4 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 14 Tahun 2014 yang mengatur prinsip-prinsip integritas yang harus dipegang oleh seorang hakim.
Penulis: Wahyu Firmansyah
Reporter: Wahyu Firmansyah & Mustofa
Editor: Mustofa