Masih segar dalam ingatan masyarakat omon-omon —meminjam istilah yang dipopulerkan Prabowo, artinya adalah omong kosong— Prabowo tentang pemberantasan korupsi yang disampaikan ketika Konsolidasi Indonesia Maju Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Kamis, 11 Januari 2024 lalu.
Dalam pidatonya, ia bahkan mengancam memusnahkan korupsi dari muka bumi Indonesia jika terpilih menjadi presiden. “Saya bertekad, manakala saya menerima mandat dari rakyat, saya akan menghilangkan korupsi dari bumi Indonesia. Kita hilangkan kemiskinan, akan kita hilangkan dari bumi Indonesia, Saudara-saudara,” ujarnya.
Tidak berhenti di situ, Prabowo juga memberikan ultimatum kepada para koruptor bahwa di hari Pemilihan Umum 14 Februari 2024 rakyat akan memberikan keputusan finalnya. “Hai koruptor-koruptor, hai maling-maling, hati-hati tanggal 14 Februari. Rakyat Indonesia akan menyuarakan keputusannya, Saudara-saudara sekalian,” imbuhnya.
Jika dipahami dengan konteks perkataan sebelumnya, secara tidak langsung Prabowo mengultimatum waktu bersantai bagi para koruptor hanya tinggal menunggu hitungan hari saja!. Tentu ini adalah ancaman yang sangat mengerikan. Tinggal menunggu apakah omon-omon ini akan terealisasi atau hanya menambah data persentase 65% janji kampanye kepala daerah yang tidak terealisasi berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi di tahun 2023.
Di awal masa jabatan resminya sebagai presiden terpilih, Prabowo sudah dihadapkan dengan polemik kasus mega korupsi dari Harvey Moeis yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 300 Triliun. Sebagaimana kritik Mahfud Mahmoedin (MD), dakwaan terhadap Moeis telah konkret bahwa ia telah “merugikan keuangan negara”, bukan potensi “merugikan perekonomian negara”.
Anehnya, hakim kasus Moeis terlihat sangat lunak dalam putusannya. Ia hanya dituntut untuk mengembalikan uang negara yang telah dicuri sebesar Rp. 210 Miliar —yang jika dikalkulasi hanya sekitar 0.000007% dari dakwaan kerugian negara Rp. 300 Triliun— serta denda Rp. 1 Miliar dan dipenjara selama 12 tahun. Hukuman yang begitu ringan.
Sementara itu di lain waktu, dalam kunjungannya ke Universitas Al-Azhar, Kairo, pada 18 Desember 2024, Prabowo menyampaikan kemungkinannya dalam memaafkan koruptor dengan syarat bersedia mengembalikan uang curiannya. Bahkan ia akan memfasilitasi mereka untuk mengembalikan uang curian itu dengan diam-diam agar tidak ketahuan. Seperti menindak maling sandal saja presiden ini.
“Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya, bisa diam-diam supaya nggak ketahuan.” jelas Prabowo.
Tentu pernyataan Prabowo tersebut memancing polemik dari berbagai kalangan, beberapa kritik terhadapnya disampaikan oleh Zainur Rohman, peneliti di Pusat Kajian AntiKorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada dan Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Rohman menegaskan dalam pasal 4 UU Tipikor telah jelas bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak bisa menghapus pidana. Oleh karenanya tuntutan terhadap koruptor tidak bisa dihapus meskipun pelaku telah mengembalikan uang curiannya kepada negara. Senada dengan Rohman, Mahfud MD juga menyampaikan kritiknya di Podcast Terus Terang episode 34.
Menjawab kritik tersebut, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Permasyarakatan (Menko Kumham Imipas) menyebutkan seorang presiden bisa memberikan amnesti, termasuk dalam amnesti itu adalah untuk para koruptor. Bahkan Romli Atmasasmita dalam keterangannya pada 31 Desember 2024 menganggap bahwa Mahfud MD bisa dipidanakan atas pasal fitnah dan UU ITE.
“Kesalahan dia (Mahfud MD, red.) satu-satunya adalah tidak mau bertanya pada ahli sebelum menuduh presiden turut serta melakukan tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Bahkan pernyataan Mahfud bisa kena Pasal 45 UU ITE,” terang Romli.
Sekali lagi kita melihat anggapan Romli tersebut dibantah oleh Mahfud MD dalam unggahannya di Instagram. “Tak apa, itu semua perbedaan pendapat. Saya tetap bilang, tetap tak boleh memaafkan koruptor secara diam-diam. Saya tahu betul bahwa Presiden bisa memberi amnesti, tapi tak bisa dilakukan secara diam-diam. Pemberian amnesti harus dibicarakan dengan DPR. Semua amnesti dilakukan terbuka, tak ada yang diberikan diam-diam. Amnesti Pajak juga disepakati DPR melalui perdebatan yang terbuka dan panas hingga dibuat dulu UU Tax Amnesty. Jadi, soalnya terletak pada memberi maaf dan mengembalikan uang korupsi secara diam-diam.” tulisnya.
Pernyataan Prabowo yang telah memancing kontroversi tersebut kemudian ia koreksi kembali pada puncak perayaan natal nasional di Gelora Bung Karno, Jakarta tanggal 28 Desember 2024. “Ada yang mengatakan Prabowo mau memaafkan koruptor. Bukan begitu. Kalau koruptornya sudah tobat, bagaimana tokoh-tokoh agama? Iya kan? Orang bertobat, tapi kembalikan dong yang kau curi. Enak saja, sudah nyolong, (bilang, red.) aku bertobat (tapi, red.). Yang kau curi kau kembalikan,” jelasnya.
Kembali ke tuntutan hakim terhadap Harvey Moeis yang dinilai begitu ringan, dengan tegas Prabowo dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bappenas, Senin, 30 Desember 2024 mengingatkan aparat pemerintah harus melakukan melakukan hisab diri sendiri atau muhasabah sebelum mereka yang dihisab oleh rakyat —meminjam ungkapan Umar bin Khattab hasibu anfusakum qabla an tuhasabu.
“Saya tidak menyalahkan siapapun. Ini kesalahan kolektif kita. Mari kita bersihkan. Makanya, saya katakan aparat pemerintah, kita gunakan ini untuk membersihkan diri sebelum nanti rakyat yang membersihkan kita. Lebih baik kita membersihkan diri kita sendiri,” tegasnya.
Prabowo juga memandang perlunya peninjauan kembali terhadap tuntutan tersebut. Ia mengatakan pelaku korupsi setidaknya divonis penjara 50 tahun. “Tolong Menteri Pemasyarakatan, Jaksa Agung naik banding. Vonisnya, ya, 50 tahun, kira-kira,” imbuh Prabowo.
Omon-omon terakhir yang disampaikan Prabowo membawa angin segar bagi proses hukum Harvey Moeis. Sementara ini masyarakat boleh bahagia atas omon-omon Prabowo yang tegas itu. Selanjutnya, mari kita tagih bersama-sama omon-omon pemberantasan korupsi yang telah ia janjikan sejak kampanye.
Penulis: Adjie Wahyu Kembara
Redaktur: Mustofa