Setelah PBAK Universitas dan Fakultas UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung selesai, mahasiswa baru masih diwajibkan untuk mengikuti agenda pengenalan Program Studi (Prodi) masing-masing atau yang umumnya disbebut Ospek Jurusan (Osjur). Sebagian mahasiswa baru mengeluhkan adanya pemungutan biaya di sejumlah Prodi. Pemungutan melalui HTM (Harga Tiket Masuk) yang beragam turut mendatangkan banyak respon negatif karena dianggap memberatkan mahasiswa baru.
Per 6 September 2025, Sebanyak 24 Prodi sudah mengumumkan adanya penarikan biaya di setiap Osjur yang diselenggarakan. Keterangan dari Bunga (nama samaran) selakui alumni Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) menyatakan bahwa pemungutan HTM ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. “Dari dulu itu sudah ada, sejak aku jadi maba (mahasiswa baru) tahun 2022. Dulu waktu aku maba HTM-nya Rp 50.000. Trus adek tingkatku Rp 70.000,” ungkap Bunga.
Tradisi pemungutan biaya OSJUR ini mendatangkan keluhan dari beberapa mahasiswa baru 2025. Pasalnya, penarikan biaya ini diambil tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi mahasiswa, yang sebelumnya juga terdapat agenda PBAK U dan F yang turut menghabiskan uang untuk keperluan tersebut.
Mahasiswa baru bernama Mawar (nama samaran) dari Prodi Tadris Bahasa Indonesia berpendapat, seharusnya panitia mempertimbangkan kondisi ekonomi setiap mahasiswa baru serta manfaat lebih lanjut dari Osjur untuk berlangsungnya proses akademik.
“Mungkin panitia itu bisa mempertimbangkan dulu bagaimana keadaan ekonomi setiap orang yang pastinya kan berbeda. Dan aku lihat rundown itu kegiatannya ada outbond, pensi, dan lain sebagainya yang menurut aku untuk sekelas Osjur itu bahasa kasarnya itu agak alay gitu lo,” ucap Mawar.
Selaras dengan itu, Melati (nama samaran) yang juga menjadi mahasiswa baru Prodi Tadris Bahasa Inggris turut mengeluhkan adanya penarikan biaya. Melati merasa keberatan karana adanya pengeluaran uang berturut-turut dalam jangka waktu yang berdekatan.
“UKT (Uang Kuliah Tunggal) Prodi ku cukup besar. Terus persiapan PBAK yang ngabisin duit gak cuman sepuluh ribuan. Belum biaya ngekost (soalnya aku pas PBAK ngekost). Terus ditambah dapat biaya OSJUR yang cukup besar, dan dalam waktu yang cukup sigkat. Sedangkan nyari duit gak semudah tinggal duduk terus digaji uang datang kan ya. Dan ke depannya kebutuhan kita gak cuma itu-itu saja,” tutur Melati.
Lebih lanjut, Mawar menambahka bahwa meskipun ada hambatan ekonomi, panitia tidak memberi keringanan seperti biayanya dapat dicicil atau dibayar lain waktu ketika sudah ada uang. Dia merasa dipaksa mengikuti Osjur terlebih dengan iming-iming sertifikatnya yang dibutuhkan ketika wisuda. “Yang gak ikut OSJUR gak dapet sertifikat gitu. Katanya buat kelulusan gitu,” Keluh Mawar.
Kondisi ini memicu pertanyaan dikalangan mahasiswa baru terkait apakah Osjur ini perlu diadakan? Mengingat tingginya HTM yang memberatkan banyak mahasiswa baru. Berbeda pula Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), mereka mengadakan Osjur tanpa ada HTM sepeserpun. Tempat mereka juga berada di dalam kampus yang notabenya tidak mengeluarkan biaya tambahan.
Apabila kita melihat kembali ke Peraturan Mahasiswa (Perma), tidak ada aturan secara tertulis terkait pemungutan HTM Osjur. Menurut keterangan dari Ulil Asrofi selaku Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD), monitoring budgeting kegiatan mahasiswa oleh SEMA hanya dilakukakan pada skala pembinaan saja.
“Di pasal 19 itu kan dari PERMA monitoring budgeting kalau nggak salah dari SEMA Universitas itu masuk ke salah satu poin pengawasan dari SEMA Universitas. Nah nanti yang dari SEMA itu salah satunya diawasi budgeting terkait kegiatan mahasiswa skala pembinaan. Sampai sekarang itu masih belum ada PERMA yang mengatur terkait penarikan dana di luar DPP dan belum ada larangan secara tertulis juga.” Tuturnya.
Asrofi menambahkan bahwa kegiatan Osjur ini dapat dianggarkan, namun dari pihak HMPS tetap menarik HTM. Kondisi ini seharusnya menjadi masalah, tetapi karena kurangnya anggaran menjadikan tradisi ini terus dilanggengkan.
“Seharusnya sih juga menjadi masalah, tetapi dari anggaran yang dirasa beberapa masih kurang untuk menjalankan progam tersebut, dan selama tidak ada aturan yang melarang, mungkin hal itu yang menjadi dasar hingga OSJUR sampai sekarang masih berjalan,” pungkas Asrofi.
Penulis: Musofa Ismail
Reporter: Nur fita, Elvira, Cindy
Ilustrator: Bella Nur Jannah
Redaktur: Sifana Sofia