Dimensipers.com — Aku ber­jalan di tanah Desa Pun­jul. Tak dap­at kupungkiri, seti­ap jengkal dan sudut­nya mem­bu­atku ter­pana. Ramah tamah begi­tu terasa sehing­ga sekan merasa bera­da di tanah yang telah lama kutinggali.

War­ganya banyak yang bek­er­ja seba­gai petani. Tak sedik­it dari mere­ka juga berda­gang saat akhir pekan di sebuah taman, yang konon meru­pakan salah satu Badan Usa­ha Milik Desa (BUMDes). Aku merasakan hangat­nya keber­samaan di sana. Sesu­atu yang jarang sekali aku dap­atkan di tem­pat tinggalku.

BUMDes men­ja­di salah satu lem­ba­ga usa­ha desa yang dikelo­la oleh Pemer­in­tah Desa dan berbadan hukum. Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 ten­tang Pemer­in­ta­han Daer­ah men­je­laskan, desa dap­at mendirikan BUMDes sesuai den­gan kebu­tuhan dan poten­si desa seba­gai ben­tuk upaya pen­ingkatan kese­jahter­aan masyarakat.

BUMDes men­ja­di bagian pent­ing dari ben­tuk pem­ber­dayaan ekono­mi masyarakat di tingkat desa sejak dima­sukkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014. Bahkan, Per­at­u­ran Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010, menis­cayakan kehadi­ran BUMDes seba­gai sen­tra pengem­ban­gan pro­gram ekono­mi masyarakat den­gan mengede­pankan prin­sip keter­bukaan dan bertang­gung jawab ter­hadap masyarakat.

Desa Pun­jul, Keca­matan Karangre­jo, Kabu­pat­en Tulun­ga­gung, ter­da­p­at beber­a­pa BUMDes. Salah sat­un­ya adalah Taman Dada­pan yang dikelo­la oleh masyarakat sek­i­tar Dusun Dada­pan. Ada beber­a­pa hal yang dikelo­la, mulai dari kolam renang, gaze­bo, kolam ikan, dan beber­a­pa hal lainnya.

Di dalam­nya juga ter­da­p­at orang-orang berda­gang makanan dan minu­man. Para peda­gang diberikan tem­pat agar dap­at mengem­bangkan kual­i­tas hidup mere­ka. Selain itumere­ka dihara­p­kan bisa melatih kemam­puan gen­erasi muda agar mam­pu men­gelo­la suatu tem­pat wisata.

Namun, diba­lik eksis­ten­si Taman Dada­pan, ter­sim­pan beber­a­pa hal yang san­gat dis­ayangkan. Salah sat­un­ya, keja­di­an yang menim­pa Mus. Mus men­gatakan bah­wa beli­au tidak diper­bolehkan mendirikan warung di Taman Dada­pan. Menu­rut penu­tu­ran­nya, ia tidak diper­bolehkan berjualan di sana kare­na tidak ada tem­pat yang tersisa.

Saya mau jualan, tapi tem­pat­nya sudah penuh. Sebe­narnya, (tem­pat­nya) masih belum penuh. Bagian Timur itu tidak dipakai, kok, malah dijadikan gudang. Saya mikirnya, mungkin kalau saya tidak boleh berjualan di sana, saya akan berjualan di rumah saja,” ujar Mus.

Menu­rut Per­at­u­ran Pemer­in­tah Repub­lik Indone­sia Nomor 11 Tahun 2021 Ten­tang Badan Usa­ha Milik Desa Pasal 3, men­je­laskan ten­tang tujuan BUMDes yang salah satu tujuan BUMDes adalah mem­per­oleh keun­tun­gan atau laba bersih bagi pen­ingkatan pen­da­p­atan asli Desa ser­ta mcngem­bangkan sebe­sar-besarnya man­faat atas sum­ber daya ekono­mi masyarakat Desa.

Sedan­gkan pen­ca­pa­ian tujuan dari yang seba­gaimana dimak­sud pada pasal 3, dilakukan melalui pengem­ban­gan fungsi BUMDes yang ter­da­p­at pada pasal 5, bah­wa hal terse­but, meliputi penam­pung, pem­be­li, pemasaran pro­duk masyarakat Desa.

Menu­rut penu­tu­ran dari Mus, ia diper­si­lahkan oleh Ro’uf, Ket­ua Pen­gelo­la Taman Dada­pan, untuk berjualan di tem­pat yang diinginkan Mus. Sehing­ga, Mus memu­tuskan untuk berjualan di lapan­gan yang bera­da di sebe­lah sela­tan Taman Dada­pan. Mus bahkan sudah mem­bawa batu bata untuk mem­ban­gun gubuk tem­pat­nya berjualan. Namun, pemu­da karang taruna melarang Mus mem­ban­gun gubuk di sana.

Kata Pak Ro’uf, saya dis­u­ruh memil­ih tem­pat, terser­ah. Saya sudah mem­bawa 100 bata, terus sama pemu­da tidak boleh. Saya sudah mau mem­ban­gun,” ujar Mus.

Ro’uf men­gatakan bah­wa sebe­narnya dari pihak Taman Dada­pan menghen­da­ki jika ada orang luar yang berjualan di sek­i­tar Taman Dada­pan. Namun, ini bukan berar­ti mere­ka bisa bebas mem­ban­gun. Kare­na pihak pen­gelo­la Taman Dada­pan tidak mem­pun­yai kewe­nan­gan untuk mem­per­bolehkan atau melarang.

Wilayah yang san­gat ter­batas tidak mungkin menam­pung banyak peda­gang, kecuali pemer­in­tah men­ga­jak ker­jasama den­gan diban­gunkan semacam pengem­ban­gan oleh pemer­in­tah. Kita kan gak pun­ya kewe­nan­gan untuk mengek­sekusi wilayah pemer­in­tah. Tempat (Taman Dada­pan) sudah penuh. Sebaiknya (berjualan) di lapan­gan, tapi tidak mem­ban­gun. Kemu­di­an, orangnya mem­bawa batu bata, tiba tiba di gre­bek oleh war­ga pemu­da karang taruna yang ada di situ,” ujar Ro’uf.

Mus juga men­gatakan bah­wa jika ia mau berjualan di dalam area Taman Dada­pan, ia harus berjualan den­gan dagan­gan yang berbe­da den­gan peda­gang lain­nya. Sedan­gkan, ia berda­gang jenis minu­man dan makanan ringan.

Mus berang­ga­pan bah­wa dagan­gan yang akan diper­jual­be­likan oleh peda­gang, seharus­nya men­ja­di hak peda­gang untuk menen­tukan sendiri. “Kalau jualan­nya diten­tukan, ya, tidak bisa. Semua ter­gan­tung kemam­puan mas­ing-mas­ing. Mungkin nan­ti diang­gap untuk menyain­gi,” ucap Mus.

Menang­gapi per­soalan yang muncul men­ge­nai hal ini, Kepala Desa Pun­jul, Makin, men­gatakan bah­wa ren­cananya akan diban­gun semacam pusat jajanan ser­ba ada (Pujasera). Tem­pat­nya akan diban­gun di lahan yang bera­da tepat di sebe­lah timur Taman Kanak-Kanak (TK). Jadi, war­ga yang belum bisa berjualan di Taman Dada­pan, seper­ti Mus, nan­ti­nya bisa berjualan di sana.

Untuk tahun ini akan dita­m­bah lahan seperem­pat bahu dibelakang TK, cuman nan­ti kita tam­bah untuk sarana wisa­ta. Sudah diper­lu­as, tapi belum diban­gun. Itu kan sudah dikosongkan tem­pat­nya,” ucap Makin.

Menden­gar hal ini, Mus selaku war­ga yang ingin berjualan, berharap agar hal ini segera dire­al­isas­ikan. Sudah sejak lama ia dijan­jikan akan diban­gunkan tem­pat khusus untuk berjualan. “Pak Lurah jan­ji buka (lahan) yang Timur, itu mau dile­barkan. Ya, saya cuma mengiyakan.” pungkas Mus.

Penulis: Annisa
Reporter: Annisa
Edi­tor: Ulum