Dimensipers.com — Ada yang unik dalam PBAK tahun 2020 ini. Selain kare­na pelak­sanaan­nya yang diadakan secara dar­ing, ter­da­p­at chal­lenge berbe­da yang tak dite­mukan pada PBAK sebelum­nya. Chal­lenge ini beru­pa video Tik­Tok, seba­gai ben­tuk kreativ­i­tas dalam pen­ge­nalan diri maha­siswa baru (maba) IAIN Tulun­ga­gung. Tik­Tok meru­pakan aplikasi yang san­gat masy­hur di kalan­gan anak muda masa kini. Aplikasi ini adalah sebuah jaringan sosial dan plat­form video musik yang mem­bolehkan peng­gu­nanya untuk mem­bu­at dan mengkreasikan video seatrak­tif dan kre­atif mungkin. 

Wan­da Asmah Khoiriyah, maba dari Juru­san Komu­nikasi Penyiaran Islam (KPI), berpen­da­p­at bah­wa den­gan media video Tik­Tok, pen­ge­nalan diri pada PBAK IAIN Tulun­ga­gung 2020 tidak akan ter­batas pada peng­gu­naan id card saja, dan dini­lai akan lebih men­dorong maha­siswa baru untuk lebih ekspresif

Sena­da den­gan perny­ataan Wan­da, Diyan Ila Fah­mi, maba dari juru­san Hukum Tata Negara (HTN) juga berpen­da­p­at bah­wa melalui video Tik­Tok, dap­at meningkatkan kreativ­i­tas diri pada maha­siswa. “Menu­rut saya, san­gat baik kare­na kita dap­at meman­faatkan aplikasi Tik­Tok den­gan baik ser­ta dap­at meningkatkan kreativ­i­tas diri dalam ajang lom­ba (chal­lenge) video Tik­Tok terse­but,” ujarnya.

Selain seba­gai sarana pen­ge­nalan diri yang lebih ekspre­sif, video TikTok juga digadang-gadang men­ja­di sarana pub­likasi yang efek­tif. Video TikTok dini­lai mem­pun­yai jangkauan yang lebih luas dalam penye­baran­nya. Muhamad Syi­fa’ Uwildani, maha­siswa semes­ter 5, juru­san Tadris Bahasa Ing­gris (TBI), selaku Koor­di­na­tor Pub­likasi, Deko­rasi, dan Doku­men­tasi (PDD) mema­parkan, “Kemarin dari PDD melakukan penelit­ian men­ge­nai per­tum­buhan dari aplikasi Tik­Tok yang san­gat ting­gi dan peng­gu­nanya san­gat banyak ser­ta menye­barkan info PBAK san­gat efek­tif.

Seba­gaimana yang dis­am­paikan Muhamad Syi­fa’ Uwildani, akun Tik­tok PBAK IAIN Tulun­ga­gung diban­jiri views bahkan sem­pat masuk kat­e­gori For Your Page (FYP). Dalam akun terse­but, ter­da­p­at lima video yang salah satu videonya dil­i­hat lebih dari dua puluh ribu views.

Sayangnya chal­lenge untuk meme­ri­ahkan PBAK 2020 ini tidak dibaren­gi den­gan sub­stan­si pen­didikan. Chal­lenge ini juga dini­lai nihil kore­lasi den­gan tema PBAK 2020, seper­ti yang dis­am­paikan Diyan Ila Fah­mi. Menu­rut­nya, chal­lenge ini sekadar mengiku­ti tren sekarang saja. Tidak ada kai­tan­nya den­gan aspek  huma­n­is, plu­ralis, dan ide­ol­o­gis yang men­ja­di tema besar pada PBAK 2020.

Hal ini dibenarkan oleh Derio Dewa Rahar­ja, maha­siswa Ekono­mi Syari­ah (ES), semes­ter 7, selaku Koor­di­na­tor Acara. “Dalam art­ian video perke­nalan diri itu sebe­narnya hanya untuk meme­ri­ahkan…, itu kalo dari saya selaku Koor­di­na­tor Acara menge­tahuinya. Tapi emang seper­ti itu sih. Buat atau hanya untuk apa? Meme­ri­ahkan PBAK saja,” ujarnya.

Muhamad Syi­fa’ Uwildani berpen­da­p­at bah­wa plat­form seje­nis Tik­Tok dan Insta­gram tidak bisa dikaitkan den­gan sub­stan­si tema PBAK 2020. Melainkan sekadar media hibu­ran yang berfungsi untuk meme­ri­ahkan saja. “Gini, kalau Tik­Tok hanya untuk media penyiaran dan jika dikaitkan den­gan tema PBAK eng­gak bisa. Kare­na Tik­Tok sama den­gan aplikasi semi­sal Insta­gram. Dan ini hanya untuk meme­ri­ahkan PBAK,” jelas­nya.

Tik­tok dan Insta­gram sebe­narnya tak sekadar media hibu­ran sema­ta, lebih dari itu, banyak sekali fungsi dari­pa­da Tik­Tok dan Insta­gram yang tidak hanya berfokus pada fungsi rekre­atif. Banyak para pem­bu­at kon­ten men­jadikan­nya seba­gai media pen­didikan, media aksi, media pro­pa­gan­da, media perik­lanan dan masih banyak lagi.

Mis­al­nya saja pada akun Tik­Tok #BLACKLIVESMATTER. Pada salah satu videonya, akun terse­but menyoal ten­tang RUU-PKS yang sam­pai sekarang belum men­e­mukan titik terang. Di dalam video yang berdurasikan 1 menit itu, akun ini men­je­laskan fungsi dari RUU-PKS seba­gai payung hukum ter­hadap peny­in­tas dari kasus kek­erasan sek­su­al yang sudah diper­juangkan sejak tahun 2017. Akun ini juga menampilkan grafik kenaikan kasus kek­erasan sek­su­al yang semakin meningkatkan urgen­si dari RUU-PKS terse­but. Akun ini juga mem­band­ingkan alasan ‘sulit’ yang dikeluhkan DPR RI untuk sekadar mem­ba­has RUU-PKS den­gan trau­ma bertahun-tahun yang diala­mi oleh para penyintas.

Tidak cukup sam­pai di situ, pada kolom pen­car­i­an Tik­Tok kita bisa men­cari kata kun­ci den­gan tagar #sahkan­ruupks. Ada ratu­san peng­gu­na Tik­Tok yang meng­gu­nakan tagar terse­but dan menyuarakan pen­da­p­at­nya untuk segera menun­tut dis­ahkan­nya RUU-PKS


Screen­shot kolom pen­car­i­an Tik­Tok den­gan tagar #sahkan­ruupks

Hal ini ten­tu berto­lak belakang den­gan angga­pan bah­wa Tik­Tok hanya media hibu­ran saja. Tidak bisa dis­isip­kan nilai-nilai ter­ten­tu yang edukatif atau bahkan tidak bisa dikaitkan den­gan tema PBAK 2020. Den­gan tidak adanya lan­dasan sub­stan­si yang jelas, keter­jangkauan yang luas beser­ta views yang banyak hanya beru­pa kuan­ti­tas yang tidak memi­li­ki kualitas.

Reporter: Amy Ameiliya, Irfan­da Andy Eka A., Aris Wahyudin, Maslin­da N. S., Amin
Penulis: Syafi­ul Ardi
Edi­tor: Muham­mad F. Rohman

Mem­perbe­sar kemu­ngk­i­nan pada ruang-ruang ketidakmungkinan.