Akhir tahun 2016 (21/12) IAIN Tulungagung mendapatkan penghargaan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Blitar sebagai Satuan Kerja (Satker) terbaik. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan IAIN Tulungagung, Samsi, bahwa penghargaan tersebut merupakan bentuk penghargaan bagi satuan kerja dengan anggaran di atas 1 milyar terbaik yang dilayani oleh KPPN Blitar. Setelah mendapatkan prestasi diakhir tahun 2016, IAIN Tulungagung mendapatkan amanat untuk berproses menuju kampus badan layanan unum (BLU) pada awal 2017.
Badan Layanan Umum (BLU) merupakan salah satu paradigma tentang daya kelola keuangan. Paradigma ini dimaksudkan untuk memangkas ketidak efesienan dalam hal pengelolaan keuangan. BLU berfungsi sebagai badan yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Segala bentuk pengadaan, pengelolaan dan hasil yang didapat akan masuk dalam kas suatu instansi itu sendiri. Secara umum, suatu instansi yang telah menggunakan sistem ini dapat mengatur keuangan secara mandiri.
Dunia pendidikan pun tak luput dari sistem BLU, khususnya Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hadirnya sistem BLU pada perguruan negeri sebagai salah satu cara memangkas ketidak efesien pengelolaan keuangan. Status BLU yang disandang oleh kampus sebagai tanda pemberian otonomi kepada kampus dalam hal pengelolaan keuangan. “Kampus diberikan hak penuh untuk membuat kebijakan apapun mengenai tata kelola keuangan Untuk menjalin kerjasama pun juga diperkenankan. Keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung kampus.” Ujar Imam Fuadi selaku Wakil Rektor Bagian Akademik Dan Pengembangan Lembaga IAIN Tulungagung.
Syaifuddin Zuhri selaku Wakil Rektor 2 Bagian Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan mengatakan bahwa masih sedikit sekali kampus yang telah menjalankan sistem tersebut. Setidaknya ada terdiri dari 15 Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) yang berstatus BLU, dan 24 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tercatat dalam data kementerian keuangan per 15 Mei 2016. sebenarnya program BLU sudah lama dihimbaukan kepada seluruh Perguruan Tinggi oleh Menteri Keuangan. Tetapi, dengan melihat persiapan dan efek yang ditimbulkan dari sistem tersebut, menjadikan beberapa kampus belum beralih kepada sistem BLU. Contoh kampus dengan status Badan ayanan Umum antaralain UIN Malang, UIN Yogyakarta, UIN Surabaya,Universitas Negeri Malang (UM), Institut Teknonologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.
Untuk menjadi PTN BLU tentunya tidak semudah yang diperkirakan kebanyakan orang. Banyak syarat yang harus terpenuhi. Pertimbangan bagaimana aplikasi bisa dijalankan dengan baik dan implikasi bagi pihak-pihak lain tentunya tidak bisa disepelekan. “Ya untuk menjadi PTN BLU perlu banyak persiapan. Kita juga harus memperhatikan bagaimana segmen perekonomian mahasiswa di sini”, ujar Imam Fuadi.
Dengan menyandang status PTN BLU, kampus diberikan kebebasan mengelola pemasukan dan pengeluarannya. Pemasukan yang bisa diadakan oleh pihak kampus dapat berupa pelayanan-pelayanan umum, seperti halnya Rumah Sakit, Hotel, SPBU, Wahana Pariwisata, dan Koperasi. Universitas Negeri Jember ( UNEJ ) misalnya, telah bekerjasama dengan PT.Pertamina, sekarang mendirikan SPBU untuk beralih menjadi kampus BLU.
Selain sistem BLU masih ada Perguruan Tinggi Negeri Pendapatan Negara Bukan Pajak (PTN PNBP) dan Perguruan Timggi Negeri Berbadan Hukum ( PTN BH ). PTN PNBP masih dibawah PTN BLU. Daya kelola keuangan dalam sistem ini masih tersentralisasi oleh kementerian keuangan PTN, tidak seperti BLU yang diberikan keleluasaan dalam pengelolaan keuangan seperti BLU. Posisi PTN PNBP itulah yang saat ini IAIN Tulungagung sandang.
Menyandang status PTN PNBP, kampus kita IAIN Tulungagung merasa kesulitan dalam hal pengelolaan keuangan. Pasalnya semua pendapatan tidak bisa dikelola sendiri oleh pihak kampus, tetapi masuk kepada kas menteri keuangan. Pihak kampus tidak bisa (tidak mempunyai hak ) menggunakan dana yang dperolehnya secara langsung.Dana tersebut hanya bisa dicairkan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran ( DIPA ) kampus. Sehingga kampus tidak bisa menggunakan dana yang didapat secara langsung. “DIPA diajukan dalam kurun waktu satu tahun sebelumnya. Pengajuan DIPA hanya bisa dilakukan satu tahun satu kali. Sehingga tidak bisa mengajukan lagi jika yang direncanakan meleset dari perkiraan”, ungkap Wakil Rektor bidang Perencanaan dan Keuangan.
Berbeda dengan kampus penyandang status BLU, yang diberikan hak penuh atas pengelolaan dana yang telah diperolehnya. Sehingga pengelolaan dana lebih fleksibel. Dana yang didapat kampus tidak masuk ke kas negara, melainkan masuk kepada kas kampus, sehingga kampus bisa menggunakan dana tersebut secara langsung.
“Sebenarnya kita telah mendapat amanat untuk menjadi PTN BLU. Dan saat ini kita sedang dalam pengkajian dan pengumpulan data terkait hal tersebut. Jadi, belum banyak yang bisa kami sampaikan”, ujar Saifudin Zuhri.
Dengan adanya himbauan dari Kementrian Keuangan untuk segera berproses menuju kampus BLU menjadikan kampus dilema, karena dibalik keleluasaan yang ditawarkan oleh sistem BLU juga mempunyai konsekuensi didalamnya. Konsekuensi yang harus diterima adalah kenaikan biaya kuliah dan di pangkasnya subsidi negara. Maka dari itu pihak kampus harus benar-benar matang dalam segala bidang. Baik dalam bidang pendanaan dan pengembangan segmen ekonomi kampus. Sebab kampus dengan status BLU dianggap sudah mandiri dalam segala hal, termasuk dalam hal pendanaan.
“Karena sumber dana utama kampus dari Uang Kuliah Tunggal (UKT ) mahasiswa dan segmen ekonomi kampus, maka tidak menutup kemungkinan adanya kenaikan UKT mahasiswa jika beralih ke BLU”, jelas Imam Fuadi selaku Wakil Rektor bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga.
Kenaikan UKT ini disebabkan karena dikuranginya subsidi negara yang diberikan kepada pihak kampus. Bahkan tidak menutup kemungkinan subsidi yang diberikan kepada kampus akan dipangkas habis jika benar-benar menjadi BLU. Hal ini terjadi karena kampus telah dianggap mandiri dan mampu mencari sumber dana sendiri selain dari subsidi negara. Selain itu kampus juga telah mampu mengembangkan segmen ekonomi serta dibebaskan untuk menjalin kerjasama dengan pihak lain untuk mendapatkan dana.
Beralih ke sistem BLU, kampus harus bisa mengembangkan segmen ekonominya. Supaya pendapatan yang diperoleh dari pengembangan segmen ekonomi dapat menekan kenaikan UKT yang harus dibayarkan mahasiswa. Seperti yang dilakukan di UIN Yogyakata, pengembangan segmen ekonomi berupa hotel. Dimana pendapatan hotel akan masuk ke dalam kas kampus untuk menopang perekonomian kampus selain dari uang kuliah mahasiswa.
Kampus dengan status BLU akan merubah mainset dari kampus sendiri. Kampus tak lagi berfokus kepada pelayanan pendidikan tetapi lebih kepada instansi semi korporasi. Dimana pendidikan tak menjadi fokus utama tetapi kampus juga berfokus juga mengembangkan segmen ekonomi guna menopang perekonomian kampus.
Wacana kampus BLU di IAIN Tulungagung sendiri merupakan hal yang masih awam dibicarakan. Wacana ini baru dimandatkan kepada kampus pada rapat kerja (raker ) para petinggi kampus yang dilaksanakan di kota Batu Malang pada tanggal 3- 5 februari 2017. Pihak rektorat pun masih belum berani berkata banyak soal kesiapan menuju kampus BLU, karena hal ini merupakan sesuatu yang perlu direncanakan secara matang. Apalagi IAIN Tulungagung belum memiliki badan layanan satu pun sampai saat ini. Sehingga memutuskan IAIN Tulungagung menjadi kampus BLU bisa jadi perjudian yang amat berisiko.
“Siap atau tidaknya kampus melangkah menuju kampus BLU baru akan di sosialisasikan kepada seluruh rakyat kampus nanti pada bulan september 2017”, tegas Saifudin Zuhri. []
reporter : /Nafi’/Baha’/