Di era globalisasi seperti sekarang ini dimana segala bentuk kehidupan mengalami kemajuan, kita dituntut untuk mampu mengikuti perubahan di berbagai bidang. Perubahan akibat adanya globalisasi dapat terjadi pada aspek sosial dan budaya. Untuk menghadapi hal tersebut, dibutuhkan bekal berupa pengetahuan yang nantinya dapat membantu kita dalam persaingan di era global dengan negara-negara asing.
Pendidikan saat ini bukanlah hal yang “Wah”, karena masyarakat lebih memandang pendidikan sebagai suatu kebutuhan. Pemerintah juga sudah banyak memberi dukungan melalui kontribusi dana bantuan di bidang pendidikan, khususnya untuk masyarakat yang kurang mampu. Baik tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai tingkat Perguruan Tinggi. Sangat disayangkan jika masyarakat tidak memanfaatkan kesempatan yang ada.
Dalam pendidikan sendiri yang ditekankan adalah pembentukan sikap manusia yang baik, disiplin diri dan nasional, tanggungjawab susila, kemauan keras, dan kesenangan belajar. Sehingga tercapai learning society, etika kerja yang tinggi, dan moralitas bangsa.
Menyinggung masalah tujuan pendidikan, Plato mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan negara dan tujuan hidup manusia, yaitu menjadi warganegara yang baik sesuai dengan kodrat dan kemampuan individu. Sebab menjadi warganegara yang layak, orang mempunyai kewajiban moral terhadap bangsa dan negara untuk bertingkah laku susila, kebaikan, memenuhi konvensi dan norma hukum, serta melaksanakan bela negara.
Perlu diketahui, keberhasilan pembangunan dan pertumbuhan negara juga tak lepas dari dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, salah satunya diukur dari tingkat pendidikannya. Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, maka akan semakin meningkat pula kualitas penduduk serta menggambarkan kemajuan dari suatu daerah.
Membentuk Jati Diri Wanita Yang Independen
Perempuan masa lampau cenderung terbatas untuk bekerja dan berpendidikan tinggi. Namun, kini pendidikan tidak hanya untuk kaum laki-laki saja, tetapi perempuan juga diperbolehkan mengenyam pendidikan. Berkat perjuangan Raden Ajeng Kartini, perempuan masa kini telah mengalami banyak peningkatan. Tidak hanya untuk mencapai kesetaraan saja, namun juga berprestasi. Hal tersebut dipandang memiliki nilai lebih atau keistimewaan tersendiri.
Perempuan yang berkualitas diharapkan nantinya juga turut andil dalam pembangunan pembentukan karakter dan peningkatan kesejahteraan bangsa. Hak dan kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan juga telah diatur oleh negara dalam Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan juga ditegaskan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita.
Meskipun demikian, sebagian wilayah di Indonesia sudah banyak perempuan yang menempuh pendidikan tinggi. Namun masih terdapat di beberapa wilayah yang tingkat pendidikannya masih rendah. Lokasi yang sulit untuk dijangkau, atau karena faktor mindset masyarakat yang masih menganut paham Patriarki. Paham yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi. Sehingga seolah-olah perempuan adalah manusia kedua yang tempatnya dibelakang.
Betapa mirisnya ketika kita melihat di beberapa daerah terpencil di Indonesia, sebagian besar perempuan dengan usia 10 tahun sudah dinikahkan bahkan ada yang masih usia 17 tahun sudah menyandang status janda.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1999 menunjukkan kelompok dengan usia 20–44 tahun, sebesar 4 persen laki-laki masih buta huruf, sedangkan perempuan 9 persen buta huruf. Sejak tahun 2012 telah mengalami peningkatan yang membaik untuk nasional.
Data BPS RI menunjukkan bahwa angka melek huruf untuk perempuan usia 15 tahun keatas sebesar 90,64 persen. Satu sisi mengalami peningkatan presentase, namun angka melek huruf perempuan masih lebih rendah dibanding laki-laki, yakni sebesar 95,87 persen. Hal ini terlihat bahwa tingkat kemampuan membaca dan menulis perempuan masih jauh tertinggal. Namun itu tidak menutup kemungkinan terjadi peningkatan, seperti kita ketahui saat ini di beberapa sekolah maupun perguruan tinggi yang lebih mendominasi adalah kaum perempuan.
Pendidikan merupakan alternatif untuk menjadikan perempuan sebagai agen perubahan, bukan hanya sebatas penerima pasif program pemberdayaan. Perempuan juga diharapkan mampu memiliki independensi (kemandirian) ekonomi dengan berkarir maupun dalam mengatur siklus perekonomian keluargannya. Sebab, dia akan selalu berusaha bertanggungjawab akan kondisi keuangannnya sendiri.
Jumlah perempuan yang berkerja saat ini juga sudah meningkat. Mereka rela menjadi seseorang yang berperan ganda dalam kehidupannya. Mengurus rumah tangga dan mencari nafkah sebagai penunjang tambahan financial keluarga serta untuk memenuhi kebutuhan pribadinya tanpa harus bergantung pada suami. Kini di sektor publik, keterlibatan perempuan sudah banyak terlihat. Tampak dari banyaknya perempuan yang menjadi wakil rakyat. []