“Ivan Illich, seorang pemikir cemerlang dan langka yang telah menawarkan gagasan pedasnya tentang kebebasan belajar di sekolah. Namun, wacana revolusionernya yang melawan arus dan utopis itu nyaris tak disambut dengan hadirnya pengikut.”
Judul : Bebas Dari Sekolah
Penulis : Ivan Illich
Kota terbit : Jakarta, 1984
Penerbit : Buku Obor
Salah satu upaya seseorang dalam mencari kebahagiaan hidup adalah dengan pendidikan. Pendidikan tak lepas dari perjalanan hidup seseorang seiring bertumbuhnya umur menjadi manusia seutuhnya. Seperti Imanuel Kant yang menyebut, manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan.
Kiranya amat jelas bahwa perkembangan zaman yang semakin bertransformasi cepat tentu diiringi dengan kehebatan manusianya. Tak lain karena pendidikanlah yang menjadi alasan kebenaran dalam membangun masa depan bangsa, yang ditandai dengan menjamurnya berbagai lembaga sekolah di mana-mana. Dan sekolah, kini dianggap sebagai jalan dan upaya hidup manusia modern. Mereka yang tidak bersekolah, merekalah yang terbelakang. Padahal, ilmu pengetahuan didapat tidak melulu melalui sekolah.
Maka, tak heran jika banyak dari mereka seperti para praktisi dan pengamat pendidikan seringkali menuai kritikan, salah satunya adalah Ivan Illich. Seorang pemikir besar dan tokoh pendidikan dengan ide pembebasannya yang menjadikan ia sebagai pemikir “humanis radikal”. Pasalnya, ia telah menuliskan gagasan kontroversialnya melalui buku “Bebas Dari Sekolah/Deschooling Society”. Buku yang ditulis Illich ini banyak mengkritisi praktik kemapanan sekolah dan berupaya menyadarkan masyarakat bahwa untuk belajar seseorang dapat bebas mendapatkannya tanpa harus terbelenggu oleh sistem kemapanan sekolah.
Hampir secara keseluruhan, Illich mengkritik sistem pendidikan di Amerika Latin yang tidak mampu menjawab sekaligus menyelesaikan persoalan dari siswanya. Meski begitu, sistem-sistem yang ada tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain yang menggunakan sistem yang sama. Persoalan biaya pendidikan sekolah tak ada beda antara orang miskin dan kaya yang akhirnya menimbulkan pembedaan mutu tidak seimbang yang didapatkan para murid.
Kewajiban 12 tahun bersekolah juga menjadi persoalan yang nyaris mengecilkan hati orang miskin dan melumpuhkan semangatnya untuk menguasai pengetahuan sendiri. Di mata Illich, sekolah ibarat jalan tol. Mereka yang mampu membayar akan leluasa untuk masuk dan menikmatinya. Sebaliknya, mereka yang tidak mampu membayar, nihil sekali kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah.
“Sekolah diakui sebagai satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. Banyaknya kegagalan sekolah oleh banyak orang dipandang sebagai bukti bahwa pendidikan merupakan tugas yang sangat mahal, sangat kompleks, selalu tertutup, dan kerap kali sangat sulit dilaksanakan”.
Dari buku ini, pembaca juga akan mengenal kembali gagasan pemikir pendidikan Brazil, Paulo Freire. Di mana Illich sulit menormalisasi ketika guru menjadi subyek aktif pendidik, dan anak didik adalah obyek pasif yang penurut. Guru mendulang informasi yang mana siswa harus mampu menelan dan meyakininya. Sedikit gambaran ini, kita bisa membuka mata dan mengerti beginilah potret pendidikan di Amerika Latin waktu Ivan Illich masih hidup.
Illich mengatakan bahwa sekolah telah bergeser dari nilai-nilai keluhurannya. Sekolah dijadikan ruang komoditi, pengetahuan dikemas-kemas dan dijajakan, siswa yang tidak memiliki akses lebih banyak untuk belajar terkadang acuh sehingga mereka gagal akan menanggung kesalahan dan kesulitan sendiri.
Persoalan tersebut yang membuat Ivan Illich mengkritisi habis-habisan model pendidikan yang dikembangkan di sekolah Amerika Latin. Pada akhirnya, gagasan Illich sampai pada “wajib sekolah” harus ditiadakan. Dia yakin dengan ini masyarakat akan percaya bahwa siswa dapat memperoleh kebebasan dalam belajar.
Dalam tiap kritiknya, Illich memberikan tiga tujuan pendidikan yang baik dan membebaskan. Pertama, pendidikan harus memberi kesempatan kepada semua orang untuk bebas dan mudah memperoleh sumber belajar. Kedua, pendidikan hendaknya harus mengizinkan semua orang yang ingin memberikan pengetahuan mereka kepada orang lain dengan mudah, begitu juga bagi orang yang ingin mendapatkannya. Ketiga, menjamin tersedianya masukan umum yang berkenaan dengan pendidikan.
Sekolah telah menjelma pabrik tenaga kerja dunia yang paling cepat berkembang. Murid dididik seolah menjadi konsumen yang mana lulusannya menjadi siap pakai dan tumbuh dengan daya kerja sesuai kemapanan. Masyarakat seakan dipaksa untuk selalu tunduk pada proses belajar yang didasarkan pada sertifikat atau ijazah mengenai keterampilan yang dimiliki seseorang.
Namun, untuk mendapatkan semua itu, guru yang dapat mengajar harus mengikuti aturan pemerintah untuk wajib mengenyam pendidikan tinggi, bersertifikasi. Sedangkan untuk mendapatkan capaian itu, masyarakat banyak yang mengeluh dengan semakin mahalnya pendidikan tinggi.
Kembali pada ide pembebasan dalam dunia pendidikan oleh Illich, kiranya dapat dibagi menjadi beberapa sasaran. Pertama, pembebasan pada usaha dan akses belajar dengan menghapus kontrol pada lembaga yang selama ini dipegang orang atau lembaga dari nilai pendidikan mereka. Kedua, bebas dari usaha membagikan keterampilan dengan menjamin kebebasan mengajar.
Ketiga, membebaskan sumber-sumber daya yang kritis dan kreatif yang dimiliki masyarakat, kemampuan mereka berkumpul mengadakan pertemuan. Keempat, membebaskan individu dari kewajiban menggantungkan harapan pada jasa yang diberikan profesi seperti sekolah, dengan memberikan kesempatan belajar dari pengalaman teman sebaya dan bebas mempercayakannya kepada guru, pembimbing, penasehat, yang dipilihnya sendiri.
Menurut Illich, kebebasan dalam belajar dan berfikir dapat menimbulkan daya kreatifitas anak. Namun, dalam hal ini, Illich pun seakan mengesampingkan etika yang seharusnya juga menjadi satu hal penting yang tidak dapat terpisahkan. Masih banyak sekali ide gagasan lain yang diletupkannya melalui buku ini.
Seperti ungkapan pengantar awal, Illich mendekonstruksi persekolahan bagi setiap kalangan dengan sebuah hal yang utopis. Pasalnya, dari tahun ke tahun sekolah telah menjamur dan tak akan pernah mati dan telah menjadi jalan hidup bagi masyarakat post modern.
Penulis: Asna
Editor: Ulum
“Orang bodoh tak kunjung pandai.”