Dimensipers.com — Pemilihan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) mahasiswa kembali menjadi perbincangan. Terlebih mengenai persyaratan pendaftaran yang dirasa memberatkan. Pada 23/09/2019 merupakan pendaftaran terakhir Capres maupun Cawapres. Tetapi, seluruh Pasangan Calon (Paslon) belum memenuhi persyaratan hingga batas akhir ketentuan. Padahal, persyaratan Capres maupun Cawapres pada pamflet tahapan jadwal pemilihan umum telah menyebar secara online dan cetak.
Dalam pamflet tersebut tertera dengan jelas bahwa syarat pendaftaran bagi Capres, yakni 1) Bakal Capres maupun Cawapres minimal semester 7. 2) Fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa sebanyak satu kali. 3) Fotokopi slip atau bukti pembayaran Uang Kuliah Tunggal semester terakhir sebanyak satu kali. 4) Mengisi formulir yang telah disediakan oleh Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM). 5) Cetak foto dengan ukuran tiga kali empat dengan background merah-putih, soft file. 6) Bakal Capres maupun Cawapres pernah menjabat sebagai menteri atau pengurus harian dalam kepengurusan Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut (DEMA‑I) periode 2018–2019 dengan dibuktikan Surat Keterangan (SK) fotokopi kepengurusan. 7) Bakal Capres maupun Cawapres minimal mendapat 10 rekomendasi dari lembaga Keluarga Besar Mahasiswa (KMB) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung. 8) Tidak merangkap jabatan di kelembagaan lain.
Pada 20 hingga 23 September 2019, adalah batas waktu pendaftaran sekaligus pengumpulan formulir oleh masing-masing calon. Pengumpulan formulir di kantor Senat Mahasiswa Institut (SEMA‑I) pukul 09.00–15.00 dengan menggunakan map berwarna biru. Setelah penetapan Paslon, kemudian pada 24/09/2019, dilanjutkan dengan masa kampanye. Tetapi, kenyataanya para Capres maupun Cawapres belum juga dikampanyekan dan mahasiswa rupanya tak mengerti jumlah dan nama-nama Paslon tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Ainin Nafikah, selaku mahasiswi semester 3 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam. Ketika ditanya mengenai hal tersebut justru mengaku tidak mengetahui apapun. Selanjutnya, pada 25/09/2019 merupakan penentuan presiden dan wakil presiden atau masa Pemilu Raya (Pemira). Dan lagi-lagi tidak ada tindak lanjut dari panitia KPUM terkait hal tersebut.
Mita selaku ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tasawuf Psikoterapi menjelaskan, bahwa dari awal soal pemilihan Capres dan Cawapres tidak ada transparansi yang jelas dari DEMA‑I maupun SEMA‑I. Mita juga mengaku sedikit tahu tentang persoalan waktu yang diulur-ulur. Mita mengatakan bahwa, DEMA‑I hanya menunggu satu calon yang kurang dalam pemenuhan persyaratan.
Hal ini tentu menjadi kendala bagi Capres dan Cawapres yang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan apa yang telah dishare dan dicetak oleh panitia KPUM.
Namun, Irfan Wahyu selalu ketua SEMA‑I mengatakan, “Masing-masing Paslon terkait dengan pamflet itu tidak memenuhi persyaratan, tidak lengkap. Otomatis saya punya kebijakan saya sendiri, masak saya tidak harus memberikan kebijakan. Masak semua harus mahasiswa secara umum. Memangnya ini voting atau apa.”
Ia juga mengaku tidak tahu kapan permasalahan Pemilu Raya (Pemira) ditindaklanjuti. Yang jelas dari masing-masing paslon harus memenuhi persyaratan tersebut.
Irfan juga mengatakan, terkait dua paslon yang belum memenuhi surat rekomendasi dan satu paslon belum memenuhi semua persyaratan. Hal tersebut menjadi penyebab diundurnya pemilihan Capres maupun Cawapres.Yang mana juga menjadi alasan mengapa terjadi pengunduran penutupan pendaftaran mulai pukul 17.00 hingga 21.00.
Di samping itu, ketua HMJ Psikologi Islam, Rico menyatakan, bahwa panitia mengalami ketidaksiapan terhadap Pemira 2019/2020. “Kalau dibuat logika itu gak masuk akal, tanggal 23 pendaftaran 24 dialogis. Terus tanggal 25 langsung coblosan. Lalu hari tenang juga gak ada. Kalau menurut saya ini konyol. Penginformasian belum jelas,” ujar Rico.
Ditambah lagi presiden mahasiswa yakni Ibrahim Kholil Majid, resmi diwisuda tanggal 28 September 2019 kemarin. Kekosongan kursi sekarang menjadi kendala baru dalam kepengurusan DEMA‑I. Hal tersebut menjadi sorotan ketika surat pernyataan pengunduran diri oleh Kholil dikeluarkan. Hal ini tentu mempersulit mahasiswa yang memerlukan tanda tangan dan stempel DEMA‑I. [] (Ri/Nat)