Konflik agraria yang berada di Desa Pakel, Licin, Banyuwangi kembali mendapatkan dukungan dan pelbagai aksi solidaritas dari berbagai tempat, termasuk Tulungagung. Hal ini terjadi setelah adanya penangkapan tiga warga pakel, yakni Mulyadi, Suwarno dan Untung oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (POLDA JATIM) di Rogojampi saat hendak menghadiri rapat asosiasi Kepala Desa pada Jumat (3/2).
Dukungan dan aksi solidaritas diwujudkan dalam acara “Nobar Film dan Diskusi Publik” yang diadakan di Loka Kopi pada 24 Februari 2023. Terdapat dua film yang ditampilkan dengan judul “Surat Cinta dari Pantura” & “Pakel: Perjuangan Agraria di Banyuwangi.” Acara tersebut di inisiasi oleh komunitas Gigi Berkawatn, yang turut menghadirkan tiga pembicara penting yaitu Harun sebagai ketua rukun Tani Sumberejo-Pakel, Sri Maryati sebagai warga Pakel, dan Taufiqurochim dari TEKAD GARUDA (Tim Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria), sebagai kuasa hukum warga Pakel melalui zoom—serta perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa Segara (UKM) dari Universitas Islam Kadiri (UNISKA) dan beberapa kawan solidaritas dari Blitar secara luring.
Acara dimulai pada pukul 15.00 WIB, diawali dengan kegiatan nobar film dokumenter ”Surat Cinta dari Pantura” dilanjut dengan film dokumenter “Pakel: Perjuangan Agraria di Banyuwangi.” Nobar film dokumenter tersebut tak lain sebagai bentuk merawat ingatan tentang kasus konflik agraria serta membangkitkan rasa solidaritas akan perampasan ruang hidup yang melanda tanah Desa Pakel.
Selanjutnya, acara diisi dengan diskusi menyoal konflik Agraria di Desa Pakel. Diskusi tersebut cukup memberikan informasi penting, baik pada pembahasan konflik secara historis, pengalaman warga Desa Pakel dalam memperjuangkan hak atas tanah, dan berbagai catatan kelam mengenai pelanggaran hukum yang terjadi di Pakel.
Kejadian penangkapan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur terhadap tiga petani Pakel, Banyuwangi dengan tuduhan melanggar tindak pidana pasal 14 dan 15 UU No. 1/1946, terkait penyebaran berita bohong hingga memicu terjadinya keonaran. Tiga petani itu atas nama Mulyadi, Suwarno, dan Untung. Berita bohong tersebut merujuk pada pengakuan Suwarno sebagai ahli waris dari warga pakel berdasarkan akta penunjukkan atas nama Sri Bginda Ratu pada tanggal 11 Januari 1929, yang dirasa tidak ada dan tidak memiliki legalitas. Namun, keterangan tersebut dibantah oleh Taufiq selaku kuasa hukum Pakel.
Ia menjelaskan, secara materi pun terdapat beberapa berkas-berkas administrasi terkait bagaimana akta 1929 yang berhasil diterbitkan oleh Pak Noto Hadi Suryo, bupati banyuwangi di masa kolonial itu. “Jadi, selama proses hukum yang diterbitkan oleh pejabat hukum dan selama itu tidak dicabut, maka masih legalitas, bagi saya begitu. Meskipun di dalam undang-undang pokok agraria pasca diterbitkan itu harus diprosesi, akan tetapi upaya-upaya itu sudah dilaksanakan. Namun, pada waktu itu memang pemerintah yang berkuasa tidak ada keinginan untuk melindungi dan memenuhi warga pakel.” Sambungnya.
Tak hanya persoalan itu, tuduhan atas penyebab terjadinya keonaran yang dialami tiga petani Pakel cukup menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, memang telah terjadi bentrokan antara warga dan polisi pada tahun 2021. Akan tetapi, bentrokan tersebut diawali dengan polda dan polresta yang secara tiba-tiba masuk di wilayah desa Pakel.
Pada saat itu, beberapa warga dan tim solidaritas hanya menanyakan terkait maksud kehadiran para polisi tersebut di lahan yang masih sengketa. Akan tetapi, tim mereka malah dihajar oleh pihak-pihak yang bertugas tersebut hingga terjadi kekerasan dan berujung saling bentrok. Dengan demikian, keonaran tersebut tidak sesuai dengan apa yang dituduhkan kepada tiga petani Pakel tersebut.
Dikutip dari Tempo, diketahui bahwa penangkapan tiga petani tersebut tidak disertai dengan surat tugas atau dokumen lain yang terkait. “Jadi, saya menilai itu adalah suatu kejanggalan yang meskipun di beberapa kesempatan Polda Jawa Timur melalui konferensi persnya menyatakan objek dari berita bohong itu berkaitan dengan atau ada irisan dengan atas peristiwa 1929 yang hari ini dijadikan dasar historis oleh warga untuk merebut kembali hak-haknya.” Ungkap Taufiq.
Faktor ketidakprofesionalitasan dari aparat itulah yang menyebabkan penangkapan tersebut hampir dapat disamakan dengan aksi penculikan. Hal ini berbuntut dari usaha warga pakel yang mempertahankan tanahnya dari PT. Bumi Sari, hingga terjadi kekerasan bahkan berujung penculikan tiga petani warga Pakel tersebut.
Pasca penangkapan trio Pakel yang secara tiba-tiba oleh Polda Jatim menambah catatan kelam tentang kriminalisasi dan intimidasi yang berdampak serius pada kondisi psikologis warga. Maryati dalam diskusi menceritakan, “kondisi di Pakel sekarang sedang siaga mas, warga banyak yang takut, apalagi setelah adanya tiga warga pakel yang tiba-tiba ditangkap, itu cukup membuat rasa takut warga menambah, bisa segampang itu nantinya kita ditangkap”. Sebab, setidaknya sudah ada 14 warga anggota Rukun Tani Sumberejo Pakel yang dikriminalisasi dalam kurun waktu tahun 2020–2023.
Dengan adanya nobar film dan diskusi publik, diharapkan masyarakat mampu mengawal isu tersebut dan turut bersolidaritas menyuarakan kebenaran demi terwujudnya keadilan bagi warga Pakel yang dikriminalisasi. Adapun salah satu peserta berharap agar tiga warga Pakel yang telah ditetapkan menjadi tersangka untuk segera dibebaskan, dan tidak ada kriminalisasi lagi di Pakel maupun di tempat-tempat lainnya.
Hal tersebut selaras dengan urgensi dari agenda malam itu yang diucapkan secara lantang oleh salah satu panitia, “kami tetap berusaha untuk mengaktivasi ruang agar tidak ada individu-individu yang menjadi korban atas kriminalisasi, diskriminasi maupun intimidasi.” tuturnya.
Kemudian, acara disusul dengan sesi mimbar bebas, makan bersama hingga ditutup dengan penampilan-penampilan dari peserta yang saling menyampaikan sikap solidaritasnya. Dalam hal ini, pernyataan sikap yang ditunjukkan meliputi: menuntut Polda Jatim untuk segera membebaskan tiga petani pakel yang telah ditetapkan sebagai tersangka, menuntut BPN dan ATR untuk segera menyelesaikan konflik Agraria di tanah Pakel, Licin Banyuwangi dan konflik agraria di tempat-tempat lainnya.
Penulis: Lila
Reporter: Gea, Cindy, Fatra, Lulu
Redaktur: Danu