Aku seorang guru dan bisa dibilang keluargaku termasuk keluarga guru. Sebagian besar hidupku berurusan dengan guru. Oleh karena itu, setiap kali ada persoalan yang menyangkut nasib guru, perasaanku amat mudah terharu.
Bilamana ada guru merasa sedih, aku ikut sedih. Bila guru senang, aku pun ikut senang. Bila tulisan ini berisi curahan hati (Curhat) tentang guru dan dunianya, bukan hanya karena aku sedikit mengetahuinya, melainkan karena aku sendiri mengalami dan menghayati jauh sejak masa kanak-kanak yang dibiayai oleh seorang guru, hingga aku menjadi seorang guru juga.
Profesi guru membuatku amat gembira. Tapi apa yang sukar aku lakukan sendiri sebagai guru tidak terduga dalam benak pikiranku. Aku mulai berpikir dengan tuntutan dan kemajuan globalisasi. Seperti pepatah, “guru berarti orang yang digugu lan ditiru (diikuti dan diteladani)”. Jadi, mestinya guru adalah orang mempunyai bobot keilmuannya.
Guru perlu memiliki penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, kemampuan profesional yang baik, idealisme dan pengabdian serta keikhlasan yang tinggi dan keteladanan untuk diikuti dan dijadikan teladan.
Hingga detik ini, keprofesionalan guru dituntut memenuhi kewajiban jam mengajar yang telah ditetapkan pemerintah sampai-sampai waktuku untuk keluarga tersita oleh dunia pendidikan, mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB. Bagaimanapun, itulah perjuangan seorang guru.
Seketika, aku teringat akan lagu yang dibawakan Iwan Fals yang bertajuk Oemar Bahkrie, yang mana gambaran dunia sekolah bagaikan sebuah buruh pabrik. Berangkat pagi hingga pulang petang, bahkan petang masih mengoreksi dan menilai tugas-tugas anak didiknya. Setelah itu, baru bisa berkumpul dan ngobrol dengan keluarga tentang.
Namun, ketika pandemi Coronavirus menyebar, dampaknya telah dirasakan oleh dunia pendidikan. Beberapa sekolah dan universitas telah memberhentikan atau menunda sementara aktivitas belajar mengajar sebagai antisipasi pencegahan penyebaran virus tersebut.
Maka, satu-satunya solusi yang bisa ditawarkan dengan melakukan pembelajaran dalam jaringan (Daring/online learning/online classroom). Hal ini seperti memberikan shock therapy bagi guru dan siswa. Pasalnya, banyak guru belum mengenal pembelajaran daringdan bagaimana melakukannya, bahkan siswa masih belum familiar dengan pembelajaran daring.
Curhatan Seorang Guru
Selama ini dunia pendidikan seakan-akan tak acuh terhadap pembelajaran online, khususnya di Tulungagung. Pembelajaran online menjadi pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan komputer atau gadget yang mlibatkan guru dan siswa berkomunikasi secara interaktif dalam memanfaatkan media komunikasi dan informasi.
Pembelajaran online banyak memanfaatkan aplikasi pembelajaran, seperti WhatsApp Group, Google Classroom, Edmodo, Quizzi, Zoom Cloud, Jitsi, dan lain-lain. Namun, dalam penerapannya maih ada kendala pengoprasian komputer atau gadget. Demikian pula siswa masih belum terbiasa terutama di daerah pedesaan yang kurangnya jaringan signal, belum lagi tentang pengeluaran biaya untuk pembelajaran online.
Masalah mendasar lainnya adalah pola kebiasaan cara belajar mengajar siswa dan guru yang sudah terbiasa dengan pebelajaran konvensional. Di sini, guru dituntut untuk mampu merancang atau mendesain pembelajaran online yang ringan dan efektif. Pasalnya, pembelajaan online memang memberikan kesempatan lebih luas dalam mengeksplorasi materi yang diajarkan, namun guru perlu memilih dan membatasi sejauh mana cakupan materinya dan aplikasi yang cocok untuk pembelajaran.
Banyak guru yang terlalu memaksakan sebuah aplikasi yang ditenggarai kekinian dan keren. Namun, tidak sesuai dengan tujuan awal dari sebuah pembelajaran online, yaitu untuk mempermudah siswa mendapat pembelajaran atau pendidikan dalam situasi pandemi ini. Bukannya malah membantu meringankan beban psikis, melainkan membuat siswa menjadi stress. Ditambah lagi dengan banyaknya penugasan yang tidak terukur oleh gurunya.
Hal sederhana dan mudah dilakukan oleh guru, yaitu dengan memanfaatkan WhatsApp Group. Aplikasi ini cocok digunakan karena pengoperasiannya sangat mudah dan dapat diakses siswa dan guru. Menggunakan berbagai aplikasipembelajaran online sebenarnya sah-sah saja, asalkan sesuai kebutuhan guru dan siswa.
Curhatan Seorang Siswa
Setiap hari belajar di rumah, bermain di rumah, tidak boleh bermain jauh, dan aktivitas sangat terbatas merupakan gambaran keadaan siswa saat ini. Belajar di rumah dengan dibimbing ibu, ayah atau kakak. Setiap kegiatan harus difoto dan dikirim kepada guru. Tak dipungkiri kadang orang tua kesulitan menjelaskan tugas dari sekolah, sebab tidak semua orang tua bisa memahami materi. Tidak semua orang tua bisa menjadi guru bagi anaknya sendiri.
Andai saja Coronavirus tidak melanda, pasti anak-anak bisa ke sekolah seperti biasanya. Ketemu bapak dan ibu guru, serta teman-teman. Mereka bisa mendapat uang jajan dan bisa beli jajan di kantin sekolah sambil berdesak-desakan penuh canda ria. Bisa bebas berekspresi, bisa berpetualang ke sana ke mari. Andai saja.
Curhatan Orang Tua
Sempat ngobrol dengan beberapa wali murid, meskipun lewat WhatsApp, telepon, e‑mail, namun masih bisa terbaca jelas bahwa sebagian besar orang tua merasa senang bisa terus bersama buah hatinya sepanjang waktu. Bisa memantau belajar anak, bisa memperhatikan dan membantu mengerjakan tugas anak. Pagi hari tidak ribet, sebab kalau belajar di sekolah harus mempersiapkan semuanya, bangun harus lebih awal, sarapan pagi dan tetek bengek kegiatan lainnya.
Bagi sebagian anak yang terbiasa memakai handphone, merasa senang belajar di rumah, bila ada tugas yang tidak dimengerti, bisa langsung browsing di internet, dan merasa mendapat kesempatan emas untuk berlama-lama memakai handphone, tentunya dengan dalih mengerjakan tugas, padahal tersirat bermain game. Ini perlu pengawasan dan pendamping dari orang tua.
Bagi orang tua, pembelajaran di rumah hampir seluruh waktunya terforsir untuk membimbing anak dalam belajar. Sementara banyak tugas lainnya juga harus dikerjakan. Orang tua harus bisa membagi waktu agar semua berjalan dengan lancar.
Belum lagi bagi orang tua yang gagap teknologi (Gaptek), akan merasa kesulitan ketika tugas anak berupa tugas online dan akan memakan quota atau biaya tambahan. Bagi mereka juga menjadi sebuah persoalan, karena harus mengeluarkan uang khusus untuk itu.
Sering pula orang tua terlibat pertengkaran kecil gara-gara anak ogah-ogahan mengerjakan tugas. Orang tua harus membujuk dengan berbagai cara agar anaknya mau belajar. Ternyata, dalam mendidik juga perlu kesabaran dan ketelatenan dalam menghadapi anaknya sendiri, yang kadang menjengkelkan, bahkan orang tua marah-marah karena merasa kesulitan mengendalikan anaknya sendiri. Betapa sulitnya bertindak sebagai guru.
Bagi anak, belajar di rumah merasa kurang lengkap, karena penjelasan orang tua sering tidak memuaskan mereka, bahkan mereka merasa bahwa orang tua, terkesan lebih galak dari pada gurunya. Mereka berharap, semoga Covid-19 segera berakhir dan dapat kembali ke sekolah untul elajar normal seperti biasanya, bertemu dengan guru dan teman-teman, serta belajar di ruang kelas memakai seragam sekolah.
Sinar pelangi di pagi hari memancarkan semangat pagiku untuk mencari ilmu. Aku selalu siap belajar, tapi aku tidak selalu suka diajari, jangan sampai sekolah itu jadi candu dalam diriku.
Penulis: Trijono
Editor: Ulum
Penulis merupakan guru sejarah dan antropologi di MAN I Tulungagung, salah satu tim TACB dan Direktur KS2B Tulungagung.