Dalam rangka memperingati hari toleransi internasional, Komunitas Gusdurian Bonorowo mengadakan Nonton Bareng (Nobar) film dokumenter Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan diskusi publik. Dengan tema “Rekognisi Agama/Kepercayaan Minoritas di Indonesia” yang menghadirkan pembicara Gedong Maulana Kabir. Acara dilaksanakan pada Selasa, 16 November 2021 dan dimulai pukul 18.00 Waktu Indonesia Barat (WIB).
Persiapan acara Nobar film dokumenter KTP mulai 12 November. Dengan melibatkan tiga orang panitia yakni Rifqi Ihza Fahrizza, M Fathur Rohman, Habiburahman Tamba. Acara tersebut di-support oleh delapan komunitas yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam(HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Aksara dan Dimensi, Musik Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah(FUAD), Dewan Mahasiswa Fuad, Aliansi Rakyat Jelata (Arak Jagung). Tamu undangan ikut hadir seperti Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI), Tri Dharma, Agama Baha’i, Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Indonesia (GKI), Badan Kerja sama Gereja–Gereja Tulungagung (BKSGT).
Terdapat rekomendasi dari Sekretariat Nasional Gusdurian mengenai film yang perlu diputar. Terdiri dari empat film panjang, yakni Masih Pentingkah Kita Berdoa, Cahaya Dari Timur Beta Maluku, Where Do We Go Now, Life Is Beautiful, serta tiga film dokumenter yakni Liyan, KTP, dan Selaras. Film KTP ini sebagai film tunggal yang ditayangkan dalam acara tersebut.
Film KTP berdurasi 15:32 menit. Pertimbangan mengenai keresahan yang ada dan juga durasi menjadikan film tersebut dipilih. Seperti yang dikatakan oleh Muhammad Nur Mukhlison selaku anggota Gusdurian, “Untuk film lainnya sudah sering dibuat Nobar. Jadi mengapa kita mengambil film KTP ini sebagai pengantisipasian kolom agama di KTP itu belum ada solusi sampai sekarang. Banyak orang yang menjadikannya biasa, yaudah mau diapakan gitu lo. Sedangkan, negara itu tidak toleran kepada pemeluk agama/kepercayaan selain 5 agama yang diyakini oleh negara”.
Komunitas Gusdurian selaku penyelenggara mendapatkan banyak dukungan mulai dari tenanga hingga ide pemajuan. salah satu peserta diskusi Atna putra Setya Febriyanto dari Gereja Pantekosta Tabernakel (GPT), mengatakan bahwa “ketika Tulunggung dimungkinkan adanya kesulitan tentang salah satu agama itu kita bisa kompak, jadi Gusdurian itu jangan hanya kumpul tapi kita punya efek. Semisal lebaran gusdurian membuka stand”.
Acara diliputi banyak pendapat, baik dari peserta maupun panitia. “Harapannya peserta diskusi nobar kemarin bisa memahami yang selanjutnya bisa menyuarakan terkait konflik intolerannya pemerintah kepada agama dan penganut kepercayaan yang tidak tercantum dalam kolom agama negara. Walaupun, sekarang sudah tercantum kolom “Kepercayaan” Tapi itu masih bersifat general”, ucap Rifqi Ihza Fahrizza selaku ketua pelaksana.
Penulis: Ferdian
Reporter: Rizal, Riza
Editor: Aini