Ming­gu, 9 Mei 2021 (23 Ramad­han) ter­ja­di kasus pen­ga­ni­ayaan di salah satu desa di Keca­matan Ploso, Kabu­pat­en Jom­bang. Pen­ga­ni­ayaan terse­but dilatar­be­lakan­gi kasus kek­erasan sek­su­al yang menyangkut Pon­dok Pesantren Majma’al Bahroin Hub­bul Wathon Minal Iman Shid­diqiyyah Jom­bang atau bisa dise­but Pon­dok Thoriqoh Shid­diqiyyah pada 2017. Dalam kasus ini yang men­ja­di kor­ban adalah Rani (bukan nama sebe­narnya), salah satu anggota dari Per­him­punan Pers Maha­siswa Indone­sia (PPMI) dan sak­si kuat sekali­gus pen­damp­ing dari kasus kek­erasan sek­su­al di pon­dok tersebut.

Kro­nolo­gi Penganiayaan

Pen­ga­ni­ayaan ini ter­ja­di keti­ka Rani sedang meng­hadiri undan­gan khata­man Quran di tetang­ganya pukul 08.00 WIB. Pada pukul 10.00 WIB, bersama empat orang yang sedang men­ga­ji dan satu anak kecil, pelaku datang enam orang laki-laki paruh baya diduga dari jemaah Shiddiqiyyah.

Awal­nya, kelom­pok terse­but men­datan­gi rumah Rani. Ibun­ya Rani men­gatakan bah­wa Rani sedang meng­hadiri undan­gan khata­man di tetang­ganya. Awal­nya, Ibun­ya men­gi­ra bah­wa kelom­pok terse­but adalah teman Rani.

Sesam­pai di lokasi khata­man, kelom­pok terse­but bert­e­ri­ak memang­gil Rani. Tan­pa per­misi den­gan tuan rumah, kelom­pok terse­but lang­sung masuk dan mengepungnya. Hand­phone (HP) yang sedang dimainkan anak kecil umur tiga tahun di pangkuan Rani, diram­pas oleh salah satu anggota kelom­pok. Lalu anak kecil itu ketaku­tan dan menangis.

Rani yang sendiri mem­per­ta­hankan HP seku­at tena­ga pun kalah den­gan kelom­pok terse­but kare­na perbe­daan jum­lah dan tena­ga. HP pun lep­as dari tan­gan Rani dan ter­ja­di cek­cok di ruang tamu kedia­man tetangganya.

Den­gan suara keras dan kesal kare­na HP terse­but diram­pas, Rani berka­ta kepa­da kelom­pok Shid­diqiyyah, “bali­kno HP-ku, awak­mu gak nduwe hak nyekel HP-ku, (kem­ba­likan HP-ku, kalian tidak berhak mem­bawa HP-ku, red.).”

Salah seo­rang dari kelom­pok terse­but men­gatakan, “awak­mu wes menghi­na guruku, awak­mu wes menghi­na war­ga Thoriqoh Shid­diqiyyah sak Indone­sia, awak­mu wes menghi­na war­ga Thoriqoh Shid­diqiyyah sak inter­na­sion­al, (kamu sudah menghi­na guruku, kamu sudah menghi­na war­ga Tarekat Shid­diqiyyah se-Indone­sia, kamu sudah menghi­na war­ga Tarekat Shid­diqiyyah inter­na­sion­al.).” Rani yang terus mem­inta HP-nya dikem­ba­likan pun akhirnya dicu­wowo (dicengk­er­am rahang den­gan satu tangan).

Posisi Rani tepat di depan tem­bok ruang tamu, tiba-tiba kepalanya diben­turkan empat hing­ga lima kali oleh salah satu dari enam orang terse­but. Adanya ben­tu­ran men­gak­i­batkan Rani men­gala­mi sak­it kepala dan pus­ing beber­a­pa hari.

Bali­kno HP-ku, ngunu. Awak­mu gak iso main kek­erasan nang aku, sta­tus ya dibales sta­tus, (kem­ba­likan HP-ku. Kamu tidak bisa main kek­erasan ter­dadap saya, sta­tus [media sosial] ya, dibalas den­gan sta­tus, red.),” ben­tak Rani.

Pelaku mem­ben­tak balik, “wis ra usah kakean cangkem!, (sudah tidak usah banyak bicara!, red.).” Rani pun men­gatakan bah­wa guru yang mere­ka bela telah melin­dun­gi pelaku pemerkosaan. Menden­gar perny­ataan terse­but, kelom­pok Shid­diqiyyah pun mengepalkan tan­gan dan ingin memukul wajah Rani.

Namun, usa­ha memukul terse­but tidak berhasil. Rani lang­sung dirangkul oleh teman sebe­lah­nya yang mengiku­ti khata­man quran terse­but. Rani sem­pat mem­inta tolong agar teman-teman yang menyak­sikan di tem­pat keja­di­an terse­but merekam dalam ben­tuk video. Namun, tidak ada respon dari teman-teman­nya kare­na merasa takut.

Rani terus-menerus mem­inta agar HP terse­but dikem­ba­likan. Di sisi lain, suara dari kelom­pok Shid­diqiyyah semakin keras. Akhirnya tetang­ga pun meng­ham­piri mere­ka. Tetang­ga mem­inta agar masalah ked­u­anya dis­e­le­saikan secara baik di rumah. Namun, kelom­pok Shid­diqiyyah tidak mengindahkan.

Sebelum kelom­pok Shid­diqiyyah mening­galkan tem­pat, Rani sem­pat dian­cam bah­wa mere­ka akan datang lagi den­gan mas­sa yang lebih banyak dan ia tidak akan sela­mat. Kemu­di­an, kelom­pok terse­but mening­galkan rumah dan menu­ju mobil yang telah diparkir sebe­lah masjid sek­i­tar rumah tetang­ga Rani.

Rani yang masih tidak ter­i­ma kare­na HP-nya dibawa pun sem­pat kelu­ar menge­jar mobil yang ditumpan­gi. Kare­na mobil mela­ju ken­cang, Rani tak sang­gup menge­jar. Di sisi lain, ia masih men­gala­mi sak­it bagian kepala.

Sete­lah peri­s­ti­wa pen­ga­ni­ayaan terse­but, Rani diantar pulang oleh anak tetang­ganya. Lalu, ia mencer­i­takan peri­s­ti­wa pen­ga­ni­ayaan yang diala­mi kepa­da orang tua. Rani dan orang tuanya pun memu­tuskan untuk lapor ke polisi resor (Pol­res) Jombang.

Pela­po­ran

Tan­pa banyak per­si­a­pan, Ming­gu, 9 Mei 2021 pukul 11.00 WIB, Rani dan orang tuanya berangkat ke Pol­res Jom­bang. Adanya keten­tu­an bah­wa polisi sek­tor (Polsek) Ploso tidak bisa melakukan penyidikan, maka kasus ini dial­ihkan ke Pol­res Jom­bang. Jarak antara rumah dan Pol­res sek­i­tar 17 kilo­me­ter, wak­tu yang ditem­puh sek­i­tar 30 menit. Akan tetapi, Rani lupa tidak mem­bawa kar­tu iden­ti­tas apa pun. Rani yang dite­mani salah satu saudaranya, yakni AF dan kelu­ar­ga pun kem­bali ke rumah.

Dalam per­jalanan pulang terny­a­ta di rumah Rani ter­da­p­at dua orang dari Jemaah Shid­diqiyyah yang datang. Ked­ua orang tuanya datang ter­lebih dahu­lu, lalu men­e­mui dua orang terse­but. Belum sem­pat men­gatakan mak­sud dan tujuan mere­ka, AF datang untuk mengusir.

Ter­ja­di cek­cok antara kelu­ar­ga Rani dan dua orang terse­but. AF yang men­ge­nali salah satu dari dua orang terse­but meny­atakan, “semi­sal Rani salah kamu bisa mela­porkan, bukan main kekerasan.”

AF sem­pat ingin meng­han­tam ked­u­anya den­gan helm sepe­da motor yang bera­da di sebe­lah­nya. Namun, Rani meng­ha­lan­gi AF untuk melakukan hal terse­but. Akhirnya, ked­ua orang terse­but mening­galkan rumah.

Sete­lah­nya, Rani dan kelu­ar­ga berangkat ke Polsek. Sam­pai di sana Rani dim­inta untuk damai. Pihak Polsek mem­inta Rani agar tidak mela­por keja­di­an terse­but den­gan dal­ih ini berhubun­gan den­gan masa depan dan Rani bisa ter­jer­at Undang-Undang Infor­masi dan Transak­si Elek­tron­ik (UU ITE).

Terus mere­ka (Polsek) men­co­ba agar aku tetap eng­gak lapor. Aku dikongkon mbayang­no nak aku iki wedok, jek kuli­ah, terus masa depanku iku piye? Terus pros­es hukum iku (kata pihak Polsek) juga suwi, belum ten­tu aku iki menang. HP-ku engko iso dijalu­kno (pihak Polsek), (terus mere­ka men­co­ba agar saya tetap tidak lapor. Saya dis­u­ruh mem­bayangkan jika saya perem­puan, masih kuli­ah, lan­tas masa depanku bagaimana? Terus pros­es hukum [kata pihak Polsek] juga lama, belum ten­tu kamu itu menang. HP-mu bisa dim­intakan [pihak Polsek], red.),” ungkap Rani.

Rani yang tak lagi asing den­gan UU ITE pun bersik­eras agar lapo­ran­nya diter­i­ma. Ia berpen­da­p­at bah­wa UU ITE bisa men­jer­at sia­pa saja. Rani pun siap keti­ka ia dila­porkan balik oleh ter­sang­ka. Pada saat pela­po­ran di Polsek, Rani tidak dite­mani oleh pen­damp­ing hukum sama sekali. Rani hanya bersama kelu­ar­ga dan beber­a­pa orang lain­nya. Pada pros­es Beri­ta Acara Pemerik­saan (BAP) Rani dite­mani kelu­ar­ga dan Suwa­ji selaku lurah desa setempat.

Dalam wak­tu yang sama, lurah dan AF men­da­p­at intim­i­dasi dari Polsek agar Rani men­cabut lapo­ran­nya. Namun, Rani tetap mem­bu­at lapo­ran, sehing­ga ia pun di visum et reper­tum di Rumah Sak­it Umum Daer­ah (RSUD) Ploso. Usai visum, Rani diantar pihak kepolisian kem­bali ke Polsek.

Rani mela­por bah­wa ia men­da­p­at anca­man secara ver­bal dan dox­ing media sosial. Namun, menu­rut lapo­ran nomor LP‑B/15/V/RES/1.6/2021/Reskrim/Jombang SPKT Polsek Ploso, kasus Rani hanya masuk dalam pasal 365 KUHP dan atau pasal 351 KUHP yang berisikan tin­dak pidana pen­cu­ri­an den­gan kek­erasan atau penganiayaan.

Pada 10 Mei 2021, kasus terse­but dilimpahkan ke Pol­res Jom­bang berdasarkan surat pem­ber­i­tahuan per­limpa­han perkara Nomor: B/01/V/RES.1.6/2021/Reskrim. Pada 11 Mei 2021, kasus ini masuk dalam tahap penyidikan. Dalam pros­es ini, pihak Pol­res melakukan olah Tem­pat Keja­di­an Perkara (TKP) dan pemerik­saan beber­a­pa saksi.

Dalam pros­es pengumpu­lan barang buk­ti, sak­si tidak ingin mem­berikan kesak­sian­nya. Pihak Pol­res bahkan sem­pat melakukan pemang­gi­lan sak­si sebanyak dua kali. Namun, ter­da­p­at sak­si yang masih eng­gan memenuhi pang­gi­lan terse­but. Sak­si merasa takut kare­na menyangkut pon­dok pesantren. Selain itu, di desa terse­but ter­da­p­at beber­a­pa war­ga Shid­diqiyyah pula. Pihak Shid­diqiyyah diduga mem­berikan tawaran kepa­da sak­si beru­pa uang den­gan dal­ih supaya mere­ka tidak mem­berikan kesak­sian kepa­da pihak berwajib.

Pada 12 Mei 2021, kelu­ar surat den­gan nomor LP‑B/46/V/RES.1.10/2021/RESKRIM/SPKT Pol­res Jom­bang. Lapo­ran yang dikelu­arkan sete­lah pela­po­ran Rani ini diduga lapo­ran dari pelaku pen­ga­ni­ayaan dan per­am­pasan. Lapo­ran terse­but berisi dugaan tin­dak pidana pengerusakana mobil oleh Rani. Salah satu sak­si berna­ma Har men­gatakan bah­wa keti­ka ia tidur siang di rumah, tiba-tiba diban­gunkan oleh war­ga sek­i­tar rumah­nya. Ia dim­inta untuk memisah antara Rani den­gan kelom­pok Shid­diqiyyah tersebut.

Har meli­hat bah­wa Rani sem­pat mengam­bil batu kecil. Namun, Har tidak meli­hat bah­wa batu terse­but dilem­parkan oleh Rani. Berbe­da den­gan ungka­pan kelu­ar­ga Rani yang men­gatakan bah­wa Har mem­beri kesak­sian jika Rani melem­par batu untuk merusak mobil. Adanya kesak­sian dari Har, Rani men­da­p­at pang­gi­lan dari Pol­res Jom­bang den­gan nomor surat B/60/V/RES.1.10/2021/Sarteskrim yang dikelu­arkan pada 21 Juni 2021, meny­atakan bah­wa pada Senin, 28 Juni 2021 pukul 09.00 WIB, Rani dim­inta keteran­gan terkait dugaan perusakan mobil.

Senin, 28 Juni 2021 ter­da­p­at Press Release Sol­i­dar­i­tas Masyarakat sip­il yang ter­gabung dalam jaringan advokasi kasus pen­ga­ni­ayaan. Press Release terse­but berisi salah sat­un­ya desakan untuk Pol­res Jom­bang agar menghen­tikan pemerik­saan ter­hadap Rani.

Bah­wa berdasarkan keten­tu­an UU LPSK No. 31 Tahun 2014 atas peruba­han UU No. 13 Tahun 2006 pasal 10 ayat (1) Sak­si, Kor­ban, Sak­si Pelaku, dan/atau Pela­por tidak dap­at ditun­tut secara hukum, baik pidana maupun per­da­ta atas kesak­sian dan/atau lapo­ran yang akan, sedang, atau telah diberikan­nya, kecuali kesak­sian atau lapo­ran terse­but diberikan tidak den­gan iktikad baik. Ayat (2) Dalam hal ter­da­p­at tun­tu­tan hukum ter­hadap Sak­si, Kor­ban, Sak­si Pelaku, dan/atau Pela­por atas kesak­sian dan/atau lapo­ran yang akan, sedang, atau telah diberikan, tun­tu­tan hukum terse­but wajib ditun­da hing­ga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesak­sian telah dipu­tus oleh pen­gadi­lan dan mem­per­oleh keku­atan hukum tetap.

Intim­i­dasi

Ben­tuk intim­i­dasi dari pihak Shid­diqiyyah dim­u­lai dari pela­po­ran Rani ke Polsek yakni 9 Mei 2021. Sete­lah itu, AF meli­hat area Polsek sudah dikepung 50 motor dari pihak Shid­diqiyyah. Kare­na mas­sa rom­bon­gan terse­but begi­tu banyak mem­bu­at polisi resah. Pihak Polsek sem­pat mem­inta agar mere­ka bubar. Namun, beber­a­pa dari mere­ka masih di sana hing­ga BAP sele­sai pukul 21.00 WIB.

Intim­i­dasi tidak hanya dida­p­at keti­ka bera­da di Polsek saja. Sebelum rom­bon­gan terse­but per­gi ke Polsek, mere­ka sem­pat men­datan­gi rumah Rani. Mere­ka mengepung rumah Rani sejak sore hing­ga pukul 23.00 WIB. Meli­hat posisi rumah yang gelap dan tidak ada orang, kelom­pok terse­but sem­pat mem­inta izin RT untuk men­do­brak pin­tu rumah. Kare­na banyak motor dan beber­a­pa mobil yang bera­da di sek­i­tar rumah, hal ini pun menim­bulkan kere­sa­han warga.

Pukul 00.00 WIB ter­da­p­at petu­gas kea­manan dan ketert­iban (Kamtib) desa setem­pat kelil­ing kam­pung. Pada 10 Mei 2021 pukul 01.00 WIB dan 03.00 WIB, masih ada pula yang menanyakan letak rumah dan keber­adaan Rani. AF men­gatakan bah­wa hing­ga saat ini ter­da­p­at beber­a­pa orang Shid­diqiyyah meni­tip­kan kendaraan di ujung desa dan ber­jalan kaki menu­ju area rumah Rani hanya untuk menge­cek keber­adaan Rani. (28 Juni 2021, keti­ka reportase)

Berbe­da den­gan yang dikatakan Suwa­ji bah­wa, “kemarin kelom­pok terse­but cuman survei aja. Entah tujuan­nya apa saya ngak tau. Pen­gen­nya kita hen­tikan seben­tar. Cuman saya pikir-pikir, lurah Losari juga teman saya. Akhirnya saya kon­sul­tasikan ter­lebih dahu­lu agar dihen­tikan.” Lurah Losari adalah ket­ua Dewan Per­wak­i­lan Daer­ah (DPD) Organ­isasi Shid­diqiyyah (Orsid).

Selain intim­i­dasi dari kelom­pok Shid­diqiyyah kepa­da Rani dan kelu­ar­ga, intim­i­dasi juga dida­p­atkan oleh sak­si. Sak­si yang sem­pat meli­hat keja­di­aan pen­ga­ni­ayaan terse­but ser­ing didatan­gi oleh beber­a­pa orang dari Shid­diqiyyah. Mere­ka, kelom­pok Shid­diqiyyah mem­o­hon agar tidak mela­porkan tin­dak per­am­pasan dan pen­ga­ni­ayaan. Tak hanya itu, salah satu sak­si juga men­da­p­at teror lewat media sosial.

Orang tua Rani yang men­ja­di ben­da­hara di organ­isasi Jam’iyyah Kaut­saran Putri Haa­jarul­loh Shid­diqiyyah diber­hen­tikan pada 10 Mei 2021 den­gan surat kepu­tu­san nomor SK.01/JKPHS/IX/1442H dari organ­isasi rant­i­ng desa aki­bat dituduh seba­gai gerom­bolan (sebu­tan war­ga Shid­diqiyyah yang tidak taat den­gan ajaran Pon­dok Pesantren Majma’al Bahroin Hub­bul Wathon Minal Iman Shid­diqiyyah). Mulai menan­gani kasus kek­erasan sek­su­al hing­ga men­ja­di kor­ban pen­ga­ni­ayaan Rani dilin­dun­gi oleh Lem­ba­ga Per­lin­dun­gan Sak­si Kor­ban (LPSK).“Hing­ga saat ini Rani dilin­dun­gi oleh Lem­ba­ga Per­lin­dun­gan Sak­si Kor­ban (LPSK) yang pusat­nya di Jakar­ta,” ucap Ana Abdil­lah selaku Direk­tur Women Cri­sis Cen­ter (WCC).

Penulis: Aini
Reporter: Zaki, Luq­man, Fatoni, Aini
Edi­tor: Ulum