Peruba­han iklim tidak meng­hor­mati per­batasan; tidak meng­hor­mati sia­pa Anda – kaya dan miskin, kecil dan besar. Ini­lah yang kami sebut ‘tan­ta­n­gan glob­al’, yang mem­bu­tuhkan sol­i­dar­i­tas glob­al” –Ban Ki-moon.

Peruba­han iklim glob­al seba­gai imp­likasi dari pem­anasan glob­al men­ja­di salah satu fak­tor uta­ma penye­bab meningkat­nya ben­cana dan keja­di­an-keja­di­an ekstrem terkait cua­ca atau iklim.

Pem­anasan glob­al meru­pakan kon­disi naiknya suhu rata-rata dis­elu­ruh per­mukaan bumi aki­bat dari emisi gas rumah kaca dalam jum­lah banyak yang mem­bu­at ener­gi panas mata­hari ter­perangkat di atmosfer.

Dampak pem­anasan glob­al pun dap­at dil­i­hat dari ter­gang­gun­ya hutan dan eko­sis­tem lain­nya. Selain itu, Indone­sia seba­gai negara mar­itim akan men­gala­mi keru­gian kare­na naiknya per­mukaan laut, sehing­ga ter­jadi­lah peruba­han iklim yang ekstrem.

Iklim men­ja­di pelu­ang sta­tis­tik berba­gai keadaan atmos­fer, antara lain tekanan angin, suhu, dan kelem­ba­pan yang ter­ja­di pada suatu daer­ah dalam kurun wak­tu yang pan­jang. Di Indone­sia, secara umum diba­gi men­ja­di 3 pola iklim uta­ma, jika dil­i­hat pola curah hujan dalam setahun (Ismi, 2015:50).

Per­ta­ma, wilayah den­gan curah hujan pola mon­sunal yang bersi­fat uni­modi­al atau satu pun­cak musim hujan. Curah hujan ini cen­derung bera­da pada wilayah Indone­sia bagian selatan.

Ked­ua, wilayah den­gan curah hujan pola eku­a­to­r­i­al yang bersi­fat bimodi­al atau dua pun­cak hujan, curah hujan ini meliputi wilayah Indone­sia bagian tengah.

Keti­ga, wilayah den­gan curah hujan pola lokal yang bersi­fat uni­modi­al atau satu pun­cak musim hujan. Namun, ben­tuknya berlawanan dengn tipe hujan mosum, curah hujan ini meliputi daer­ah, Sulawe­si, Maluku, dan seba­gian Papua.

Peruba­han iklim pun menye­babkan pen­ingkatan cua­ca ektrem dan inten­si­tas ben­cana seper­ti ban­jir, abrasi, long­sor, dan lain­nya. Musim penghu­jan lebih pan­jang dan musim kema­rau yang lebih pen­dek, ataupun seba­liknya pen­garuh dari pen­ingkatan suhu udara dan peruba­han inten­si­tas ser­ta pola hujan.

Dalam meng­hadapi pen­garuh peruba­han iklim dan meren­canakan aksi penan­ganan, per­lu menge­tahu perki­raan kon­disi iklim di masa depan. Indone­sia ter­letak di antara dua samud­era dan garis eku­a­tor, sehing­ga berdampak pada pola iklim dinamis.

Dampak peruba­han iklim di Indonesia

Secara umum, dampak peruba­han iklim diba­gi men­ja­di 2 kat­e­gori (Suhar­so, 2021:10), yaitu dampak peruba­han iklim berlang­sung dalam kurun wak­tu relatif pan­jang (slow onset) dan dampak peruba­han iklim berlang­sung cepat (rapid onset).

Meskipun dampak tidak bisa dirasakan secara sig­nifikan, namun akan men­ja­di lebih besar di masa men­datang. Selain itu, masyarakat akan kehi­lan­gan mata penc­a­har­i­an, teruta­ma pro­fe­si yang berkai­tan lang­sung den­gan iklim atau cua­ca, seper­ti nelayan dan petani.

Tidak hanya pada tingkat mikro, peruba­han iklim juga berdampak negatif pada tingkat lebih lan­jut yaitu makro, salah sat­un­ya meru­panan poten­si penu­runan Pen­da­p­atan Domestik Bru­to (PDB) dan PDB per kapita.

Ked­ua dampak di atas memicu keru­gian ekono­mi di empat sek­tor. Menu­rut kajian pada 2019, keru­gian ekono­mi Indone­sia pada sek­tor pri­or­i­tas, kelau­tan, air, per­tan­ian, dan kese­hatan diperki­rakan sebe­sar 102,3 Tril­i­un Rupi­ah pada 2020 dan 2024 diperki­rakan men­ca­pai 115,4 Tril­i­un Rupiah.

Dap­at dil­i­hat dari 2020 ke 2024 men­gala­mi pen­ingkatan sebe­sar 12,76%. Namun, nilai keru­gian terse­but masih under­val­ue atau belum menghi­tung selu­ruh vari­abel yang ditim­bulkan oleh peruba­han iklim. Sehing­ga keny­ataan­nya keru­gian ekono­mi bisa jauh lebih besar.

Pada kajian 2023 keru­gian ekono­mi dap­at ditu­runk­an den­gan tin­dakan adap­tasi spon­tan, sehing­ga turun sam­pai 15% atau sek­i­tar 95,7 Tril­i­un Rupi­ah. Apa­bi­la tin­dakan pem­ban­gu­nan keta­hanan iklim teren­cana, maka bukan tidak mungkin dap­at turun ham­pir 50% atau pada angka 58,3 Tril­i­un Rupiah.

Untuk mence­gah dampak peruba­han iklim dan keru­gian ekono­mi yang ditim­bulkan, hen­daknya per­lu mengam­bil kebi­jakan yang terukur dan tepat, den­gan meli­hat berba­gai ske­nario peruba­han iklim dan risiko yang mungkin ter­ja­di. Sehing­ga, ter­wu­jud­lah masyarakat dan pem­ban­gu­nan yang tahan (resilient) ter­hadap peruba­han iklim.

Mit­i­gasi

Menu­rut Pasal 1 Ayat 6 Per­at­u­ran Pemer­in­tah Nomor 21 Tahun 2008 ten­tang Penye­leng­garaan Penang­gu­lan­gan Ben­cana, mit­i­gasi diar­tikan seba­gai serangka­ian upaya yang dilakukan untuk men­gu­ran­gi risiko ben­cana, baik lewat pem­ban­gu­nan fisik ataupun penyadaran ser­ta pen­ingkatan kemam­puan dalam meng­hadapi anca­man bencana.

Secara umum, mit­i­gasi berar­ti pen­gu­ran­gan emisi Gas-Gas Rumah Kaca (GRK) dari sum­bernya. Jadi, pengert­ian ini mem­berikan pama­haman tidak hanya dari kon­teks ben­cana atau dampak peruba­han iklim saja. Pengert­ian mit­i­gasi belakan­gan lebih banyak digu­nakan para prak­tisi dalam praktiknya.

Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1996 men­ja­di UU pem­baru­an dari UU lama Tahun 1994 yang memi­li­ki tam­ba­han pengert­ian ten­tang mit­i­gasi, berisikan Penge­sa­han Kon­ven­si Peruba­han Iklim. Meskipun per­at­u­ran perun­dang-undan­gan itu lahir, fak­tanya belum mam­pu men­gako­modasi secara memadai isu-isu peruba­han iklim.

Beber­a­pa per­at­u­ran perun­dan­gan yang menya­jikan mit­i­gasi, diantaranya Undang-Undang Repub­lik Indone­sia (UURI) Nomor 24 Tahun 2007 ten­tang Penang­gu­lan­gan Ben­cana dan UURI Nomor 27 Tahun 2007 ten­tang Pen­gelo­laan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Pros­es penyem­pur­naan kebi­jakan keta­hanan iklim dap­at dilakukan secara berkala. Kebi­jakan ten­tun­ya harus menye­suaikan dan mem­per­tim­bangkan kon­disi ser­ta kebu­tuhan nasion­al ataupun inter­na­sion­al.  Hal ini dap­at dilak­sanakan di dalam masa berlaku doku­men pada peri­ode tertentu.

Imple­men­tasi aksi keta­hanan iklim bukan hanya men­ja­di tugas pemer­in­tah, namun juga memer­lukan keteri­b­atan aktif dan koor­di­nasi baik pada selu­ruh lapisan masyarakat ser­ta ele­men pem­ban­gu­nan. Melalui aksi dan per­an aktif terse­but dap­at men­gu­ran­gi dan mence­gah kan­tong-kan­tong kemiski­nan dan penyak­it aki­bat peruba­han iklim atau cua­ca ekstrem. Maka dari itu, mari wujud­kan bersama Indone­sia yang berke­ta­hanan iklim!

Penulis: Imas
Edi­tor: Ulum