Di ten­gah perkem­ban­gan yang ter­ja­di dalam kehidu­pan manu­sia yang bera­da di muka bumi terny­a­ta tak sela­manya berdampak posi­tif ter­hadap perkem­ban­gan bumi seba­gai tem­pat manu­sia itu berpi­jak. Namun juga men­gak­i­batkan dampak negatif baik berak­i­bat kepa­da alam sek­i­tar seper­ti glob­al warm­ing (pem­anasan glob­al) atau bahkan kepa­da manu­sia secara lang­sung. Datangnya ben­cana alam seper­ti gem­pa bumi, kebakaran hutan, ban­jir dan seba­gainya meru­pakan tan­da bah­wa bumi bukan hanya diman­faatkan saja namun per­lu dija­ga agar tetap layak ditinggali.

Ban­jir meru­pakan salah satu ben­cana alam yang ser­ing ter­ja­di di nusan­tara. Dilan­sir dari Kamus Besar Bahasa Indone­sia (KBBI) ban­jir meru­pakan peri­s­ti­wa ter­be­nam­nya daratan kare­na vol­ume air yang meningkat. Peri­s­ti­wa itu yang kini sedang ramai diperbin­cangkan, salah atun­ya men­ja­di alasan dipin­dahkan­nya Ibu Kota Negara Indone­sia. Penu­runan muka tanah Kota Jakar­ta terus ter­ja­di dari tahun ke tahun. Selain itu pen­ingkatan muka air laut juga mem­per­cepat penu­runan muka tanan Jakar­ta bahkan pulau-pulai lain juga.

Ban­jir rob sendiri meru­pakan ban­jir yang dise­babkan melu­ap­nya air laut pasang, jarak bulan yang sem­pat mendekat den­gan bumi dan keja­di­an alam seper­ti angin ken­cang dan gelom­bang ting­gi air laut. Hal itu men­ja­di salah satu penye­bab ban­jir rob yang melan­da daer­ah pan­tai utara pulau jawa yang seti­daknya telah mengge­nan­gi sek­i­tar 20 kabupaten/kota di Provin­si Jawa Barat, Jawa Ten­gah dan Jawa Timur pada 23–25 Mei 2022.

Tidak hanya wilayah pesisir Pulau Jawa saja, namun wilayah pesisir yang bera­da di Lam­pung, Man­a­do, Surabaya, Kali­man­tan ten­gah juga turut mewas­padai ter­jadinya ban­jir rob ini. Hal ini dikare­nakan ban­jir rob tak hanya ter­ja­di keti­ka turun hujan saja. Ban­jir rob biasanya ter­ja­di di daer­ah daratan yang lebih ren­dah dari­pa­da per­mukaan laut. 

Ada banyak fak­tor ban­jir ini ter­ja­di seper­ti pem­anasan glob­al, peman­faatan air tanah yang berlebi­han, peneban­gan hutan man­grove, penyem­pi­tan ban­taran sun­gai oleh pen­duduk sek­i­tar sun­gai, mem­buang sam­pah di sun­gai, sis­tem drainase atau ali­ran air tidak ter­awat, juga mem­bu­at dampak yang ditim­bulkan oleh ban­jir rob ini semakin buruk bagi masyakat sek­i­tar terke­na dampak dari ban­jir rob tersebut.

Namun, yang patut men­ja­di sorotan bah­wa alam ten­gah menun­jukan tan­da-tan­da kesak­i­tan­nya. Memang yang kini ten­gah melan­da adalah ban­jir rob, namun dari situ saja bisa dipastikan sebab aki­bat­nya bukan. Yang pasti kita manu­sia harus lebi­hi men­ja­ga alam tem­pat kita ting­gal. Pem­anasan glob­al yang terus ter­ja­di, muncul­nya ben­cana tan­pa tan­da-tan­da, hing­ga yang pal­ing baru covid-19 yang melan­da dunia bukankah sudah cukup untuk menyadark­an kita akan pent­ingnya men­ja­ga lingkungan. 

Aki­bat dari ter­jadinya ban­jir rob ini men­gak­i­batkan kegiatan perekono­mi­an masyarakat pesisir yang may­ori­tas mata pen­car­i­an men­ja­di nelayan men­ja­di ter­gang­gu. Selain itu keru­gian mate­r­i­al yang jum­lah­nya tidak sedik­it, kerisakan ban­gu­nan seper­ti tem­pat ting­gal, fasil­i­tas pub­lik, pen­didikan bahkan kan­tor instan­si pemer­in­ta­han setem­pat, menye­barkan penyak­it, meng­ham­bat jalan­nya lalu lin­tas, kelangkaan air bersih men­ja­di masalah juga.

Dilan­sir dari bnpd.go.id dibu­tuhkan cara yang efek­tif untuk menang­gu­lan­gi ben­cana ban­jir rob ini seper­ti mem­berikan edukasi atau pema­haman terkait budaya untuk sadar ben­cana yang selalu meng­in­tai seti­ap saat kepa­da masyarakat masyarakat umum. Selain edukasi juga ten­tun­ya mem­bu­tuhkan aksi nya­ta dalam kehidu­pan sehari-hari seper­ti tidak buang sam­pah di ban­taran sun­gai atau ali­ran air yang men­garah ke laut, menanam pohon man­grove dan men­ja­ga eko­sis­tem yang bera­da di daer­ah pesisir, masih banyak lagi aksi nya­ta demi mence­gah ban­jir rob yang lebih parah pada kemu­di­an hari nanti.

Penulis: Alfi
Edi­tor: Nurul