Kare­na sep­a­tu kaca itu, ia berani men­jual gelas kosong
Gelas yang disir­am ke pohon lapuk nan rapuh
Demi rasa kasi­han yang katanya ada
Aku mengutuk Sang Raja
Namun aku tak kuasa mencer­ca pada si Pohon Tua

Den­gan lan­tang si Putri berka­ta, “den­gan gelas ini, daun­mu akan mekar, bunga­mu kan berbuah, akar­mu kan kuat men­jalar“
Begi­t­u­lah ceri­ta yang dika­ta
Den­gan upah lima puluh ribu per­bu­lan­nya
Sebab surya menyen­gat hebat seakan siap mem­bakar jan­tung para rant­i­ng ker­ing,
Tak ada pil­i­han selain menu­ru­ti suara Putri yang berbau Ibu Peri

Cepat tang­gap para pohon bert­e­ri­ak, berseru bere­but gelas pal­su
Sal­ing menyikut dan berge­sek, menim­bulkan api di antara per­go­lakan­nya
Banyak yang men­ja­di abu
Dan untuk mere­ka yang dap­at, tak cukup bila hanya satu
Seper­tinya mere­ka benar-benar buta, tan­pa sadar telah mem­bunuh sesamanya

Mere­ka yang seten­gah hidup berseru, “kena­pa si Putri tak ikut per­gi?!“
Namun suara itu hanya men­gawang ter­bawa angin
Seakan mere­ka lupa
Bah­wa si Putri hanya seten­gah mati
Sebab Raja berdiri di balik lakon keji

Penulis: Naeli Izza
Edi­tor: Nurul