Berbicara tentang pandemi Coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang masuk ke Indonesia mulai bulan Maret 2020 hingga sekarang, Juli 2021 tidak akan ada habisnya. Pencegahan Covid-19 dapat dilakukan dengan menerapkan 3M (Menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker). Meski demikian, masyarakat Indonesia masih banyak yang abai akan hal tersebut, sehingga virus kebal untuk menetap. Untuk itu, pemerintah mendatangkan vaksin Covid-19 dari China, dengan harapan wabah pandemi dapat segera terselesaikan. Vaksin yang dimaksudkan adalah vaksin sinovac. Sinovac sampai di Indonesia pada akhir bulan Februari 2021 yang kemudian dikuti dengan kedatangan vaksin-vaksin jenis lain.
Setelah sampai di Indonesia pada akhir bulan Februari 2021, Kementerian Keseharan Republik Indonesia (Kemenkes RI) memastikan keadaan vaksin benar-benar layak, sehingga berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pula melakukan berbagai macam tahapan tes untuk memastikan kehalalan dari vaksin. Sebulan berlalu, pada awal Maret Kemenkes RI mengeluarkan sertifikat keamanan vaksin, pula MUI mengeluarkan sertifikat kehalalan vaksin. Setelah vaksin tersertifikasi, barulah dapat didistribusikan ke masyarakat.
Proses pendistribusian vaksin dimulai pertengahan bulan Maret 2021, yang diawali oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, dilanjutkan ke pejabat-pejabat publik lainnya. Meski demikian, masih didapati di lingkungan masyarakat, mereka yang enggan mendapatkan vaksin dengan dalih efek samping yang membahayakan.
Hal ini juga saya dapati di lingkungan pertemanan saya, yang bahkan mempertanyakan “Apa guna vaksin?”. Padahal keluhan terkait dengan lonjakan kasus Covid-19 yang tidak ada habisnya masih saja dilontarkan. Namun, ketika diberikan solusi, mereka malah abai. Hal ini menjadikan saya berpikir, sebenarnya oknum-oknum yang menyebarkan berita negatif tentang vaksin, pun mereka yang mempercayainya sebenarnya memelukan “Anti bodoh” dari pada “Anti body”.
“Anti bodoh” ini dapat diperoleh dengan banyaknya mencari informasi akurat tentang vaksin, misal. Mengutip dari Instagram @Matanajwa, yang bersumber dari survei University Maryland, menyebutkan bahwa di Indonesia kelompok yang ragu vaksin ternyata didominasi oleh kalangan anak muda. Dari 19,2% yang ragu vaksin, 1/5‑nya dengan rentan usia 18–24 tahun dan 25–34 tahun.
Hal itu terjadi karena pada kondisi psikologis anak muda secara umum jarang mengalami keluhan kesehatan jika dibandingkan yang berusia lebih tua. Hal tersebutlah yang menjadikan dasar pemikiran bahwa, tubuh yang terlihat sehat tidak memerlukan vaksin.
Menyoal dengan egoisme anak muda yang enggan melakukan vaksin, hal ini bertentangan dengan anjuran agama Islam yang termaktub di dalam kitab I’anah Ath-Tholibin (3/316): “Disunnahkan meningkatkan imunitas tubuh atau daya tahan tubuh dengan menggunakan obat-obatan yang boleh dikonsumsi dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan medis dan disertai dengan tujuan yang baik, seperti menjaga kehormatan dari perbuatan hina (iffah), dan memperbaiki keturunan. Karena meningkatkan imunitas tubuh/daya tahan tubuh (al-Taqawwi) menjadi sarana (wasilah) untuk tercapainya hal-hal yang terpuji, maka hukum meningkatkan daya tahan tubuh (taqawwi) termasuk perbuatan yang terpuji”.
Selain penjelasan tersebut dijelaskan pula menurut ulama Nahdatul Ulama (NU) bahwasannya pelaksanaan vaksin Covid-19 ini hukumnya fardhu ‘ain atau wajib. Langkah program vaksinasi ini perlu di ambil agar dapat membentuk “Anti body” pada diri seseorang dan dapat melindungi orang-orang sekitar, agar terhindar dari virus Covid-19.
Penulis merupakan mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN (Universitas Islam Negeri) Sayyid Ali Rahmatullah
Penulis: Ilham Yahya Romadoni
Redaktur: Natasya