Pengangguran dan kemiskinan memicu pernikahan dini di Kabupaten Tulungagung. Berbagai program pengentasan kemiskinan sudah dilakukan namun angka pernikahan dini masih terus meningkat.
Tampak seorang perempuan dan laki-laki paruh baya tengah duduk di teras rumah mereka. Sang perempuan sedang menggendong seorang balita yang belum genap berusia satu tahun. Sang balita terlihat anteng dan tak rewel. Sesekali keduanya bercanda dan mengajak interaksi sang balita.
Aktivitas itu mereka lakukan di waktu senggang bersama cucu pertamanya. Sang perempuan dan laki-laki paruh baya tersebut adalah orang tua dari Nawang (bukan nama sebenarnya), 17 tahun, yang merupakan istri dari Jaka (bukan nama sebenarnya), 19 Tahun. Mereka telah melangsungkan pernikahan selama kurang lebih satu tahun. Saat mereka menikah, Nawang masih berusia 16 tahun dan Jaka berusia 18 tahun.
“Kulo menikah waktu mau masuk SMA, lekne Mase pun medal SMA. Jalarane niku amargi kulo hamil rumiyen, terus kaleh orang tua dinikahkan (Saya menikah waktu mau masuk SMA ‑masih kelas IX SMP-. Kalau Masnya ‑suami- sudah lulus SMA. Penyebabnya karena saya hamil dulu, terus dinikahkan sama orang tua),” ujar Nawang saat ditemui di rumahnya di Kecamatan Kalidawir, Minggu, 2 Oktober 2022.
Saat ini, Jaka bekerja serabutan sebagai pengoset atau buruh di kebun tebu yang membersihkan daun kering dari batang tebu. Sementara Nawang bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Nawang mengaku sejak menikah, perekonomian keluarganya terkadang mengalami kesulitan.
“Perekonomian setelah menikah nggeh kadang sulit, kadang lancar amargi tasek belajar (Perekonomian setelah menikah terkadang sulit, terkadang lancar karena masih belajar),” ujar Nawang. Ia juga mengaku penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun terkadang harus meminjam uang untuk mencukupi kebutuhan anaknya yang masih balita.
Pernikahan Nawang dan Jaka tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kalidawir pada 26 Juli 2021. Menurut keterangan Asrofi selaku penghulu yang menikahkan Nawang dan Jaka, sebelumnya Jaka enggan bertanggung jawab atas kehamilan yang dialami Nawang “Akhirnya saya dimintai tolong oleh ayahnya Nawang untuk menemui Jaka dan meminta pertanggungjawaban,” ujar Asrofi. Setelah diberi pengertian dampak hukumnya jika tidak bertanggung jawab, Jaka akhirnya bersedia menikahi Nawang
Selain hamil sebelum menikah, alasan klasik untuk menghindari zina juga jadi alasan seseorang menikah di usia dini atau masih berusia anak. Namun dampaknya, salah satu dari mereka terpaksa putus sekolah.
Seperti yang dialami Kunti (bukan nama sebenarnya), 16 tahun, yang dinikahi Pandu (bukan nama sebenarnya), 22 tahun. Warga Kecamatan Sendang ini baru saja menikah pada 9 September 2022.
“Menikah untuk menghindari zina dan mendapat dukungan dari pasangan dan orang tua,” kata Pandu.
Pandu bekerja sebagai peternak sapi dan Kunti sebagai ibu rumah tangga. Pandu mengaku perekonomian mereka sejak menikah cukup. “Alhamdulillah cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Pandu.
Tren Pernikahan Usia Anak di Kabupaten Tulungagung
Pengalaman pasangan suami istri, Jaka-Nawang dan Pandu-Kunti, merupakan bagian dari tren pernikahan dini di Tulungagung yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Naiknya angka pernikahan dini dapat dilihat dari naiknya permohonan Dispensasi Kawin (Diska) dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2021.
Permohonan Diska tersebut merupakan syarat bagi pasangan yang belum cukup usia menurut ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut menjelaskan batas minimal usia menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 Tahun. Oleh karenanya, pasangan yang beragama Islam dan belum berusia 19 tahun harus mengajukan Diska ke Pengadilan Agama (PA) agar diberi dispensasi untuk menikah.
Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Kabupaten Tulungagung, jumlah perkara diska sempat turun dari tahun 2017 ke 2018. Namun sejak tahun 2019 hingga 2021 terus mengalami kenaikan dengan rata-rata 40,38 persen.
Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2020 sebesar 124,15 persen atau lebih dari dua kali lipat.
Lonjakan tersebut patut diduga terjadi karena adanya perubahan batasan usia menikah untuk perempuan dari negara. Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 merevisi ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Usia menikah untuk perempuan yang sebelumnya minimal 16 tahun ditingkatkan menjadi 19 tahun atau sama dengan usia menikah laki-laki yang juga 19 tahun. Ketentuan itu berlaku sejak Oktober 2019.
Kenaikan batas usia menikah pada perempuan ternyata tidak serta merta dapat menekan angka pernikahan dini, justru mengakibatkan permohonan Diska naik pesat.
Berdasarkan data permohonan diska tahun 2021 dari Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Tulungagung, ada lima kecamatan dengan jumlah diska tertinggi antara lain Kecamatan Sendang, Pagerwojo, Rejotangan, dan Kalidawir.
Menurut Kepala KUA Kecamatan Sendang, Jauhari, mayoritas masyarakat yang menikah di usia dini karena sudah tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Mayoritas masyarakat sekiranya tidak sekolah, di rumah, dan sudah bisa bekerja akan menikah. Bisa dikatakan menikah karena keinginan,” katanya, Kamis, 29 September 2022.
Menurutnya, pernikahan dini di Kecamatan Sendang yang merupakan daerah pegunungan telah mengakar kuat dan telah menjadi hal yang wajar bagi masyarakat setempat.
Selain faktor kewajaran menikah dini, terdapat faktor lain seperti ekonomi dan pergaulan bebas. Faktor tersebut menyebabkan pernikahan dini di Kecamatan Sendang meningkat pesat.
Bukan hanya di Kecamatan Sendang, faktor putus sekolah juga menjadi penyebab dominan dari pernikahan dini yang dilakukan warga dari seluruh kecamatan di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2021. Faktor putus sekolah ini berkaitan erat dengan masalah ekonomi masyarakat, meskipun bukan menjadi alasan utama. Putus sekolah tersebut akan mengakibatkan naiknya tingkat pengangguran.
Keterkaitan Pernikahan Dini dengan Pengangguran dan Kemiskinan
Berdasarkan data pengangguran yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tulungagung, jumlah pengangguran terus meningkat dari tahun 2017 sampai 2021. Kenaikan tertinggi jumlah pengangguran terjadi pada tahun 2020 sebanyak 27.951 jiwa atau naik sebesar 31,71 persen jika dibanding tahun 2019 dengan jumlah pengangguran 19.089 jiwa. Kenaikan jumlah pengangguran di tahun 2020 ini diduga akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja maupun stagnannya investasi dalam rangka efisiensi.
Menurut penelitian Eka & Amalia (2022) tentang tingkat putus sekolah, kemiskinan, dan pengangguran terhadap kriminalitas, ada banyak hal yang akan ditimbulkan akibat pengangguran terbuka seperti bertambahnya penduduk miskin dan menurunkan daya beli masyarakat. Tidak hanya itu pengangguran terbuka juga dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan masih banyak akibat lainnya.
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin Kabupaten Tulungagung yang dihimpun dari BPS Jawa Timur menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun 2017 sampai 2019 sempat menurun. Namun sejak 2020 hingga 2021, jumlah penduduk miskin meningkat.
Sementara itu, faktor pengangguran yang memicu kemiskinan berkontribusi pada naiknya pengajuan dispensasi kawin di Kabupaten Tulungagung. Menurut juru bicara PA Kabupaten Tulungagung, Mohammad Huda, faktor ekonomi tidak bisa dilepaskan dari pengajuan dispensasi kawin. Namun, faktor ekonomi tidak dapat dijadikan alasan pemohon dalam mengajukan dispensasi kawin. Sebab, jika pemohon beralasan karena faktor ekonomi, maka pengajuan dispensasi kawinnya terancam ditolak.
“Begini, kalau yang menikah dini itu rata-rata ekonomi orang tuanya kurang mapan, anak-anak belum siap menikah, tapi ekonomi bukan menjadi alasan untuk mereka untuk mengajukan dispensasi, sebenarnya itu alasan kenapa harus ditolak. Segi ekonomi khan belum mapan, sehingga dipastikan mereka kalau berumah tangga kemungkinan akan gagal karena faktor ekonomi,” ujar Huda, Selasa, 27 September 2022.
Sedangkan menurut Pekerja Sosial di Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI) Kabupaten Tulungagung, Akrin, kemiskinan menjadi salah satu faktor adanya pernikahan dini.
“Jadi, pernah ada yang ke sini itu orang tuanya sakit-sakitan butuh pengobatan. Akhirnya anaknya disuruh untuk menikah. Akhirnya si ibu tadi biaya pengobatannya di-cover (ditanggung) oleh si menantu,” katanya.
Namun menurut Akrin, kurang siapnya mental anak yang menikah dini akan berpotensi menimbulkan masalah sosial baru termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Dari kasus kekerasan tersebut akan berakibat pada penelantaran anak dan perceraian.
Hal yang sama dikatakan Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Kabupaten Tulungagung, Winarno. Menurutnya, faktor ekonomi juga dapat berpengaruh pada terjadinya pernikahan dini. “Karena dengan menikahkan anaknya, ada harapan perubahan status ekonomi dalam sebuah keluarga,” katanya, Selasa, 4 Oktober 2022.
Winarno juga mengatakan pernikahan dini berpotensi menimbulkan masalah baru seperti KDRT, perceraian, dan penelantaran anak. Bahkan menurutnya, harapan untuk memperbaiki ekonomi lewat pernikahan dini, malah bisa menimbulkan masalah ekonomi baru karena belum siapnya ekonomi pasangan yang menikah dini. “Masalah ekonomi selain menjadi faktor, juga bisa jadi dampak, karena melihat pasangan yang di bawah umur belum memiliki kesiapan dalam hal ekonomi,” katanya.
Sosialisasi ke Sekolah dan Masyarakat
Selama ini, sejumlah pihak sebenarnya sudah berupaya melakukan sosialisasi untuk untuk mencegah pernikahan dini. Seperti yang dilakukan KUA Kecamatan Kalidawir.
“Cara yang pertama secara formal kita menghadirkan mudin (penghulu) dan Dinas KBPPPA. Kita sampaikan sosialisasi tentang masalah pernikahan dini dalam satu majelis tentang pendewasaan usia nikah,” kata Kepala KUA Kecamatan Kalidawir, Lamuji, Rabu, 5 Oktober 2022.
Harapannya, penghulu akan menyampaikan secara langsung pada masyarakat. “Kemudian yang kedua secara informal melalui penyuluh agama kita sampaikan pesan untuk terus memberikan sosialisasi langsung pada masyarakat,” ujarnya.
Upaya pencegahan juga dilakukan Dinas KBPPPA dengan melakukan sosialisasi ke siswa dan orang tua. Penyuluhan dilakukan dengan tujuan memastikan agar siswa dan orang tua menyadari pentingnya wajib belajar 12 tahun. Selain itu juga memberikan wawasan pada siswa untuk bersosial media yang sehat dan menjaga kesehatan reproduksi.
“Penyuluhan ke sekolah itu kita beri edukasi mengenai bersosmed yang sehat, tumbuh kembang di era digital, dan kesehatan reproduksi, serta dampak seks bebas, pernikahan dini, dan narkotika,” ujar Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas KBPPPA Kabupaten Tulungagung, Winarno.
Penanggulangan Pengangguran dan Kemiskinan
Sebagai salah satu faktor pendorong pernikahan dini, pengangguran dan kemiskinan perlu ditangani secara komprehensif. Selain melaksanakan program penanggulangan pengangguran dan kemiskinan dari pemerintah pusat, Pemkab Tulungagung melalui Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) juga memiliki program dan inovasi kebijakan dalam penanggulangan pengangguran dan kemiskinan.
Program tersebut antara lain pengembangan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif (ULT PSAI), Pemberian Bantuan Iuran Daerah (PBID), penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), perluasan dan penguatan pelatihan kerja pada Balai Latihan Kerja (BLK), bantuan Rehab Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), listrik bagi keluarga kurang mampu, pembangunan MCK bagi warga miskin, dan pengembangan Koperasi Wanita.
Salah satu bantuan bagi warga miskin dari pemerintah pusat misalnya Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur, jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT di Tulungagung tahun 2018 hingga 2020 meningkat dan berkurang di tahun 2021.
Dinas Sosial merupakan salah satu unsur dalam TKPKD. Salah satu tugas Dinas Sosial adalah melakukan pemutakhiran data penerima bantuan sosial atau yang disebut dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Secara berkala, Dinas Sosial setempat melakukan bimbingan teknis pengelolaan DTKS dan program bantuan sosial.
“Setiap tahun untuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) selalu mengalami perubahan. Kegiatan bimtek sebagai upaya update data untuk keperluan DTKS tahun 2022 termasuk untuk pengelolaan data fakir miskin untuk cakupan wilayah Kabupaten Tulungagung,” kata Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tulungagung, Suyanto, dikutip dari laman Dinas Sosial Tulungagung.
Suyanto mengatakan berdasarkan pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin disebutkan bahwa DTKS yang ditetapkan oleh Menteri Sosial merupakan dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dan pemberdayaan. “DTKS merupakan data yang mempunyai kedudukan sangat vital dalam program penanggulangan kemiskinan,” katanya. (*)
Karya ini merupakan hasil Pelatihan Jurnalisme Data Investigasi 80 Jam untuk Mahasiswa yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan dukungan USAID dan Internews. Karya ini dimulai dengan tahapan mengumpulkan data dengan database dan dituangkan dalam kerangka masterfile. Berikut link database dan masterfile tersebut.
Penulis: Ana Asihabudin
Reporter: Ana Asihabudin
Redaktur : Bayu Galih