Pada era orde baru buku yang beredar sudah melewati infiltrasi. Masa itu wacana diawasi dengan ketat oleh pemerintah yang dalam hal ini aktor-aktor kebudayaan. Para aktor kebudayaan yang direkrut ditugaskan untuk mengatur switch on off keran wacana di Indonesia, apakah bacaan ini berpotensi untuk menggoyahkan kemapanan pemerintah atau tidak.
Begitu pula dengan karya-karya Albert Camus. Karya Albert Camus dilegitimasi sepihak oleh aktor anti komunisme, yang selanjutnya dimasukkan dalam ideologi humanisme universal. Humanism universal digunakan oleh orde baru untuk menyingkirkan komunisme dalam kontestasi wacana. Humanism universal adalah kepanjangan tangan dari liberalisme yang diaktori oleh Amerika untuk mengembangkan pengaruh sosio-ekonomi di Asia. Upaya ini dilakukan Amerika untuk menekan ideologi komunisme di Asia.
Pengaruh Amerika memasuki detail terkecil dari kebudayaan Indonesia. Amerika lewat Ivan Kats (direktur Obor New York) menjalin hubungan baik dengan Goenawan Mohammad pada saat Obor Indonesia dibentuk–Obor juga mempunyai cabang di banyak negara. Kats secara personal menghubungi Goenawan untuk menerjemahkan buku dari salah satu tokoh barat, ia merekomendasikan Camus. Hal ini bertujuan untuk menegaskan bahwa kebudayaan modern Indonesia berakar pada kebudayaan barat.
Tahun 1988 akhirnya karya dari Albert Camus versi bahasa Indonesia diterbitkan oleh Yayasan Obor, dengan mengumpulkan tulisan Camus yang dibentuk bunga rampai berjudul “Krisis Kebebasan”. Goenawan Muhammad pada akhirnya memberikan pengantar komprehensif atas buku tersebut. Ia kagum atas pemikiran Camus yang mengecam komunisme Jean Paul Sartre. Lewat “Krisis Kebebasan” Yayasan Obor menggunakan Camus untuk mengukuhkan ideologi humanism universal yang anti komunis.
Pengantar tersebut memuat pandangan Goenawan Mohamad mengenai pemikiran Camus bahwa dunia bergerak dari tindakan individual, baru dirumuskan manifestasi tindakan baik/buruk setelahnya. Semangat semacam ini bertolak belakang dengan komunisme yang mengedepankan perubahan dunia dimulai dari tindakan kolektif bersama manusia, seperti yang ditawarkan Sartre.
Andil CCF
Alasan yayasan Obor menggunakan Camus sebagai kepanjangan tangan wacana orde baru harus ditelisik jauh sebelum Yayasan Obor itu sendiri tercipta. Yakni pada pembentukan Congress for Cultural Freedom (CFF) pada tahun 1950 di Berlin. Misi utama CCF adalah menciptakan pemisahan kaum intelektual dan seniman seluruh dunia dengan ideologi komunisme. CCF memerangi komunisme dengan cara mendeklarasikan ide-ide demokratis sebagai sumber asal dari ide kebebasan berekspresi.
Tahun 1950 pembukaan kongres yang diikuti oleh sejumlah tokoh; Albert Camus, Bertrand Russel, John Dewey, dan tokoh besar lainnya sepakat menyatakan mendukung kebijakan luar negeri AS atas nama kebebasan berekspresi. Para tokoh sayap-kiri anti-komunis yang bersatu dalam CCF, secara sadar ataupun tidak mereka mendukung gagasan liberalism/anti komunisme yang telah dimanipulasi oleh Amerika untuk kepentingan ekonomi-politik AS.
CCF melihat Indonesia sebagai lahan makmur untuk melebarkan sayap semangat liberalism anti-komunis. Buktinya CCF mendanai banyak penerbitan jurnal dan buku dari tokoh anti komunisme. Animal Farm karya George Orwell menjadi salah satu buku terlaris. Karya itu memotret ketidakmampuan komunisme bertahan dari nilai egaliter yang seharusnya diusung.
Lalu Bagaimana dengan Albert Camus?
Memang secara notulensi dia tertulis sebagai anggota CCF yang menyatakan kesepahamannya dengan CCF. Andil anti-komunisme camus tidak hanya berhenti disitu. Karya yang berjudul Orang Aneh menurut saya cukup menggambarkan pandangan anti komunismenya, namun tidak secara eksplisit seperti yang dilakukan Animal Farm.
Tokoh Mersault dalam buku Orang Asing adalah tokoh yang mempunyai pandangan filosofis yang unik. Bayangkan ketika ibunya meninggal ia menolak untuk melihat wajah terakhir ibunya. Lalu beberapa hari kedepan ia pergi menonton film komedi dengan pacarnya tanpa mengingat kesedihan ditinggal ibunya. Ia menurut saya akan dengan tegas berkata “oke, lalu apa?” dengan ekspresi kering, di setiap momen dalam hidupnya. Bahkan ia mampu membunuh orang Arab tanpa ada alasan yang jelas, hanya berdasarkan impulsivitas dan silau cahaya matahari.
Dari rentetan konflik yang dialami Mersault ia menekankan individualism dan menolak apapun yang dinamakan kolektivisme yang dianut komunisme saat itu. Dengan eksistensialis absurdisme yang ia anut, Mersault mengekplorasi peristiwa dalam hidupnya tanpa terikat pada norma apapun. Mersault dianggap individu yang terasing di berbagai macam lingkungan sosial.
Hal ini dianggap menentang nilai-nilai komunisme secara halus. Nilai komunisme mengedepankan kesejahteraan berdasarkan prinsip senasib sepenanggungan. Dan yang lebih penting buku ini tidak terdapat nilai-nilai untuk melakukan perlawanan dari setiap tragedy. Secara sederhana keseluruhan konfliknya berusaha menggambarkan “kepasrahan” yang khas dalam diri Mersault.
Corak filosofis seperti ini adalah kubangan emas bagi pemerintahan orde baru. Oleh sebab itu orde baru berkolaborasi dengan CCF menggunakan buku semacam ini untuk melawan narasi komunisme dalam ranah kebudayaan.
Penulis: Geafrinda
Redaktur: Zulfa
Editor: Novinda