Tulungagung, 6 Februari 2025 – Diskusi bertajuk Tur Toer Tualang Buku digelar di Warung Kopi Kokofon dekat dengan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (SATU), pada Selasa (6/2) malam. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 100 tahun Pramoedya Ananta Toer yang menghadirkan adik kandung sang novelis, yaitu Soesilo Toer.
Diskusi yang berlangsung pukul 19.00–21.00 WIB itu menarik perhatian dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, hingga masyarakat umum. Iwan, perwakilan dari Tualang Buku, menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan di 15 kota di Jawa Timur dengan menghadirkan Soesilo Toer sebagai narasumber utama.
“Kalau yang tur tualang ini 15 kota, jadi dari mulai ujungnya jawa timur perbatasan jawa tengah itu Bojonegoro terus Tuban terus Lamongan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri, Pare, Malang, Pasuruan, Blitar, Tulungagung.” jelas Iwan.
Tur di tulungagung pada Selasa (6/2) malam juga merupakan titik singgah terakhir dari tur tualang buku dalam memperingati 100 tahun Pramodya Ananta Toer, dengan adiknya yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut. Mengingat juga menyesuaikan dengan kondisi fisik Soesilo Toer dengan usia yang sudah lanjut.
“Kedepannya kayaknya belum, karena ini kan evaluasi terus saya kan lihat kondisi fisik dia juga terus kayak hal-hal yang kekurangan-kekurangan dari saya juga dari panitia-panitia lokalnya itu kan perlu waktu ya, kalau permintaan sampai Jawa barat udah ada masuk ke saya, termasuk proposal-proposal kayak di Purwokerto mau bikin kosa kata festival itu, ada proposalnya udah gitu,” imbuhnya.
Dalam diskusi, Soesilo Toer banyak mengenang masa kecil Pramoedya, hubungan keduanya, serta berbagai pengalaman manis dan pahit yang dialami bersama sang kakak. Meski telah berusia 87 tahun, ingatan Soesilo masih cukup kuat untuk menceritakan kisah Pramoedya dan perjalanan hidupnya sendiri di dunia literasi dan sosial, meskipun pada akhir forum dihentikan karena kondisi fisik Soesilo Toer yang sedang kurang baik.
Selain daripada itu, ia banyak memberikan motivasi kepada generasi muda tentang pentingnya literasi dan kebebasan berpikir. Salah satu prinsip hidupnya yang disampaikan dalam diskusi adalah, “Hidup harus berani, menang-kalah lain lagi”.
Antusiasme peserta pun terlihat dari beragam tanggapan yang muncul. Husein, salah satu mahasiswa yang hadir, berharap kegiatan semacam ini dapat lebih sering diadakan. “Diskusi seperti ini penting agar kita lebih kritis dalam menyaring informasi dan tidak mudah menerima berita mentah-mentah,” ungkapnya.
Kehadiran Soesilo Toer dalam diskusi ini memberikan banyak pelajaran berharga, terutama dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya literasi dan kebebasan berpikir di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi saat ini. Melalui kisah-kisahnya, Soesilo tidak hanya mengenang sosok Pramoedya sebagai seorang sastrawan besar, tetapi juga sebagai pribadi yang penuh perjuangan. Diskusi ini juga menjadi pengingat bahwa karya-karya Pramoedya bukan sekadar cerita, tetapi juga adalah refleksi atas sejarah, kebebasan, dan ketahanan intelektual.
Semangat yang ditunjukkan Soesilo Toer, meskipun di usia senja, bisa menjadi inspirasi bahwa perjuangan dalam dunia literasi tidak mengenal batas usia dan harus terus diwariskan kepada generasi muda.
Penulis: Haris Aga Dhinata
Reporter: Haris Aga Dhinata & Wahyu Firmansyah
Editor: Wahyu Adjie Kumbara