Demonstrasi mahasiswa yang digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Tulungagung pada 26 Agustus 2024 membawa empat tuntutan utama. Selain isu nasional terkait keputusan MK yang tengah menjadi perbincangan dan sedang banyak aksi hampir seluruh Indonesia, persoalan mengenai perampasan aset, permasalahan agraria dan pendidikan juga turut serta disuarakan dalam aksi ini.
Perlu diketahui bahwasannya demostrasi ini diikuti oleh para mahasiswa yang berasal dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kabupaten Tulungagung yang meliputi UIN SATU Tulungagung, Universitas Bhineka, Universitas Tulungagung, STAIN Diponegoro dan Organisasi Eksternal Kampus meliputi GNMI, HMI, IMM, PMII, Gusdurian, dan AMTI.
Nizam selaku ketua umum PC IMM Tulungagung menjelaskan latar belakang aksi demonstrasi ini. “Yang melatarbelakangi demo adalah keresahan terkait keputusan RUU yang alhamdulillah baru kemarin disahkan MK, bahwasannya keputusan Nomor 60 dan 70 yang terkait ambang batas, kedua terkait komersialisasi pendidikan dan apa-apa yang terjadi di tulungagung, ketiga tentang RUU perampasan aset yang dimana sama sekali belum ada kejelasan dari pihak DPRD tulungagung, yang keempat yakni dari mitigasi bencana yang selama ini apa-apa yang terkait dengan bencana tidak ada tanggapan sama sekali dari pemerintah” ucap Nizam.
Selaras dengan pernyataan tersebut, Kelvin selaku koordinator aksi memberikan tanggapannya. “Ada 3 isu utama yang dibawa pada kesempatan kali ini, itu terkait satu tetap mengawal putusan MK, kemudian yang kedua terkait mendorong DPRD untuk mengesahkan RUU perampasan aset, terus kemudian yang ketiga terkait mendorong DPRD untuk ikut mengawal dan membuat kebijakan berupa peraturan Daerah terkait isu komersialisasi pendidikan di wilayah Tulungagung”.
Selain tiga isu utama, Kelvin menambahkan bahwasannya Pemerintah hingga saat ini kurang memperhatikan terdapat isu mitigasi bencana yang ditemukan di daerah selatan Tulungagung. “Isu mitigasi termasuk dalam point-point tuntutan, dicek oleh kawan-kawan semua, di Daerah Selatan Tulungagung itu banyak isu-isu ekologis yang ditemukan, yang hingga ini tidak diperhatikan secara masif dan baik oleh pemerintah”
Isu-isu lokal yang disuarakan merupakan isu lama yang baru didemonstrasikan bersamaan isu yang sedang hangat diperbincangkan. “Isu perampasan aset itu isu lama yang tidak tertangani dengan baik dari legislatif DPR sehingga pada aksi ini kawan-kawan menyoroti hal itu karena berkesinambungan terhadap calon-calon pemimpin nantinya, terus yang komersialisasi pendidikan itu juga sama sudah terjadi di beberapa sekolah di wilayah Tulungagung dan ini cukup merugikan bagi masyarakat Tulungagung tentunya,” jelas Kelvin.
Nizam pun berpendapat bahwa jika hanya mengawal isu Nasional akan sia-sia ketika tidak dibarengi menyuarakan isu Daerah “Ketika kita mendemokan isu Nasional yang sifatnya hanya mengawal, itu sia-sia ketika kita tidak menyuarakan apa hasil dan apa usutan isu-isu Daerah kita, seperti itu,” tutur Nizam.
Bagas, peserta aksi demo dari UIN SATU Tulungagung menyampaikan alasanya mengikuti demonstrasi ini. “Motivasi saya ikut kegiatan demo ini adalah karena mahasiswa itukan salur lidah masyarakat ya, jadi semua keresahan masyarakat itu mahasiswa yang menyampaikan, tidak semua rakyat itu berani berbicara jadi mahasiswalah yang harus turun ke jalan, yang harus menyuarakan keluh kesah rakyat,” ungkapnya
Fuad, salah satu mahasiswa UIN SATU Tulungagung yang juga merupakan peserta aksi turut memberikan alasannya berpartisipasi dalam aksi ini. “Kita atas nama mahasiswa atas nama rakyat Indonesia turut miris melihat demokrasi Indonesia sekarang, apalagi kemarin sempat ramai juga terkait DPR yang tiba-tiba mengadakan rapat karena ada keputusan MK ya walaupun sekarang PKPU dalam rancangan tetapi kita tetap mengawal, sampai pendaftaran pilkada ini selesai, dalam arti kita sebagai rakyat Indonesia melawan ketidakadilan, ” ucapnya.
Aksi demonstrasi ini tentunya melibatkan banyak aparat kepolisian yang sudah mulai siaga pada pukul 12.22 WIB. Tampak terlihat dua orang polisi yang membawa pelontar gas air mata yang tampak berada di utara Gedung DPRD.
Sebelum hari pelaksanaan demonstrasi, pihak polisi dan koordinator aksi membuat kesepakatan untuk tidak melakukan tindakan represif pada mahasiswa demonstran. “Untuk koordinasi dengan polisi bahwasannya sepakat tidak ada bentuk represif yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap masa aksi sehingga peserta aksi bisa menyampaikan seluruh aspirasinya agar sama-sama bisa menjalankan demokrasi,” tutur Kelvin menegaskan.
Setelah proses penandatanganan dokumen tuntutan atau dikenal dengan sebutan Nota Kesepaktan, Marsono selaku Ketua DPR menyatakan tanggapannya mengenai aksi ini. Ia menjelaskan bahwa aksi unjuk rasa ini adalah bagian dari edukasi sosial rakyat sehingga nantinya rakyat akan mengetahui dinamika Pemerintahan yang terlepas disetujui atau tidaknya, hal tersebut merupakan proses demokrasi. “Saya pikir ini bagian dari pada edukasi sosial rakyat, jadi ketika ada dinamika dipemerintahan semua harus tahu dalam rangka merespon, terlepas itu nanti setuju tidak setuju itu proses demokrasi, tapi intinya ketika ini sudah disuarakan oleh mereka, sesuai dengan tupoksi yang kita miliki ya akan kita gunakan tupoksi itu secara maksimal, itu saja, kita tidak boleh keluar dari konteks aturan yang sudah berlaku,” pungkas Marsono.
Marsono juga menanggapi persoalan komersialisasi pendidikan bagian dari penderitaan yang tidak ada ujung pangkalnya. “Termasuk komersialisasi pendidikan memang bagian dari penderitaan mereka, tidak ada ujung pangkal, bagaimana memberikan suatu edukasi pendidikan yang bisa trasnparasi untuk rakyat, misalnya menjadi kesulitan wali murid dan muridnya juga,” jelasnya.
Pernyataan Marsono diakhiri dengan menegaskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi yang sudah menjadi kekuatan hukum harus dikawal. Hasil akhir dinamika politik yang terjadi di DPR RI harus dipatuhi “Keputusan makamah konstitusi yang sudah menjadi kekuatan hukum maka harus dikawal, kalaupun toh di DPR RI ada proses itu bagian dinamika politik yang harus dipatuhi hasil akhir kita harus tetap tegak lurus pada aturan kan itu saja toh” ucap Marsono dalam mengakhiri pernyataannya.
Kegiatan demonstrasi pun berakhir dengan cukup kondusif meskipun beberapa saat setelah pembubaran terjadi aksi pembakaran di depan Gedung DPRD yang langsung disemprot menggunakan alat pemadam oleh pihak kepolisian. Beberapa peserta pun turut serta membersihkan sampah-sampah yang berserakan di lokasi.
Penulis: Sifana
Reporter: Sifana, Gea, Deva, Zulfa, Novinda, Tika, Amalia
Editor: Novinda