Muncul­nya akun @uinsatu.cantik di media sosial tik­tok menam­bah daf­tar hitam akun yang melanggengkan objek­ti­fikasi pada perem­puan di ranah kam­pus. Objek­ti­fikasi adalah tin­dakan mem­per­lakukan sese­o­rang seba­gai barang tan­pa mem­per­hatikan marta­bat dari orang terse­but. Objek­ti­fikasi sek­su­al pada perem­puan dap­at ter­ja­di keti­ka bagian tubuh mere­ka diper­lakukan seba­gai ‘objek’ yang sen­ga­ja dap­at dinikmati melalui mata. akun terse­but den­gan kon­sis­ten men­gung­gah video yang berisi kumpu­lan foto dari maha­sisi­wi yang diang­gap ‘can­tik’  melalui stan­dar yang tok­sik dan bias.

Di salah satu video yang meraih angka view­ers pal­ing banyak, sek­i­tar 30,6 ribu penon­ton, ramai diko­men­tari oleh maha­siswa. Kebanyakan komen­tar menawarkan akun milik teman mere­ka untuk dipost­ing ke dalam kon­ten selan­jut­nya. Beber­a­pa akun ada juga yang mengkri­tisi ung­ga­han dari akun terse­but. “akun gin­ian fungsinya apaan? Melanggengkan objek­ti­fikasi Perem­puan.” Tulis akun berna­ma @caramiarl. Cui­tan ini lalu ditang­gapi oleh Uinsatu.cantik den­gan men­gatakan ter­gan­tung pan­dan­gan dari pemi­lik akun @caramiarl dan tujuan uta­ma mere­ka adalah mem­ban­gun cit­ra posi­tif sekali­gus mem­pro­mosikan pro­gram stu­di ser­ta komu­nikasi antar jurusan.

Tak lama kemu­di­an, banyak akun bermuncu­lan yang menulis keti­dak­se­tu­juan mere­ka ter­hadap kon­ten terse­but. Hal itu mem­bu­at admin dari Uin­sat­u­can­tik meng­ha­pus komen­tar peno­lakan dari sejum­lah akun, ter­ma­suk komen­tar dari akun @caramiarl. Tak berhen­ti di situ admin juga sem­pat mem­bat­asi komen­tar untuk semua video yang mere­ka ung­gah sete­lah beber­a­pa akun mem­protes men­ge­nai apa alasanya meng­ha­pus komen­tar mereka.

Sebe­narnya cit­ra posi­tif seper­ti apa yang Uinsatu.cantik inginkan melalui ung­ga­han seper­ti itu? Kon­ten tidak berman­faat yang berisikan nama alma­mater kam­pus den­gan menampilkan perem­puan seper­ti kat­a­log barang.

Sep­a­n­jang yang penulis lihat, akun terse­but hanya men­gung­gah video maha­siswi den­gan cap­tion nama dan pro­di, tidak ada unsur pro­mosi pro­gram stu­di seper­ti yang dikatakan oleh Uin­sat­u­can­tik. salah satu akun pun den­gan terang-teran­gan melakukan pele­ce­han ver­bal den­gan menulis ‘pulen’ di kolom komen­tar. Pada kon­teks ter­ten­tu, kata pulen ker­ap digu­nakan untuk menggam­barkan perem­puan yang memi­li­ki ben­tuk tubuh yang berisi, men­gacu pada berat badan dan uku­ran payudara.

Dilan­sir dari detik.com, Eni Widiyan­ti selaku Asis­ten Deputi Bidang Per­lin­dun­gan Hak Perem­puan dalam Rumah Tang­ga, men­gatakan bah­wa pele­ce­han ver­bal ter­ma­suk ke dalam kasus pidana. “Kata-kata mele­cehkan itu sudah bisa masuk pidana. UU TPKS. Mungkin ada yang belum tahu, itu bisa dian­cam pidana. UU TPKS diku­atkan di KSBE, kek­erasan sek­su­al berbasih elek­tron­ik, itu bisa dipen­jara sela­ma 4 tahun dan den­da mak­si­mal Rp 200 juta.”

 Objek­ti­fikasi pada perem­puan tidak hanya men­cip­takan stan­dar ter­ten­tu seper­ti kulit putih, wajah mulus ataupun tubuh yang pro­por­sion­al, namun juga dap­at meman­tik komen­tar sek­sis dari laki-laki. Endah Tri­as­tu­ti Ph.D, salah seo­rang Dosen dari Departe­men Ilmu Komu­nikasi FISIP UI melalui web­site theconversation.com juga turut mem­berikan pen­da­p­at. Iamengutip pakar teori film Lau­ra Mul­vey yang mem­perke­nalkan kon­sep ‘male gaze´, di mana laki-laki meng­gu­nakan sudut pan­dang mere­ka untuk men­cip­takan wacana perem­puan dalam layar. Wacana cit­ra ini dibu­at untuk memenuhi kepuasan laki-laki den­gan perem­puan seba­gai objeknya. Cit­ra di sini meng­ha­pus kual­i­tas perem­puan, sehing­ga perem­puan hanya dil­i­hat melalui fisik, bukan kapa­bil­i­tas mereka.

Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2022 ten­tang Tin­dak Pidana Kek­erasan Sek­su­al  men­gatakan, seti­ap orang yang melakukan per­bu­atan sek­su­al secara non­fisik ditu­jukan untuk tubuh den­gan mak­sud meren­dahkan harkat dan marta­bat sese­o­rang berdasarkan sek­su­al­i­tas ataupun kesusi­laan­nya dap­at dip­i­dana pen­jara pal­ing lama 9 (sem­bi­lan) bulan dan pidana den­da pal­ing banyak Rp. 10.000.000,00 (sepu­luh juta rupi­ah). Masih di Undang-Undang yang sama, yakni Pasal 14 ayat (1) huruf b berisikan, seti­ap orang yang tan­pa hak men­trans­misikan infor­masi elek­tron­ik dan atau doku­men elek­tron­ik bermu­atan sek­su­al di luar kehen­dak pener­i­ma ter­hadap keing­i­nan sek­su­al dap­at dip­i­dana kare­na telah melakukan kek­erasan sek­su­al berba­sis elek­tron­ik den­gan anca­man pidana pen­jara pal­ing lama 4 (empat) tahun dan atau den­da pal­ing banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pent­ing rasanya untuk menghen­tikan dan tidak menor­mal­isasi akun-akun seper­ti Uinsatu.cantik. Per­gu­ru­an ting­gi adalah tem­pat yang iden­tik den­gan sum­ber daya yang ter­didik dan kri­tis. Cara Uinsatu.cantik mere­spon keti­dak­se­tu­juan beber­a­pa akun menun­jukan kega­galan pola pikir dan social­ly tone deaf, alias tidak peka ter­hadap keadaan dan nor­ma sosial yang masih dim­i­li­ki oleh sia­papun di balik akun terse­but. Uinsatu.cantik tidak hanya melestarikan budaya objek­ti­fikasi pada perem­puan, namun juga men­ciderai alma­mater kam­pus UIN SATU yang memi­li­ki slo­gan kam­pus dak­wah dan per­ad­a­ban.  Perem­puan dan tubuh­nya bukan­lah komod­i­tas pemuas mata.

Penulis: Mari­na Aiu­la (Kon­tir­b­u­tor)
Edi­tor: Musto­fa Ismail