Judul: Yuni

Sutradara: Kami­la Andini

Pro­duser: Ifa Isfan­syah, Chand Par­wez Servia

Penulis: Kami­la Andi­ni, Pri­ma Rusdi

Pemer­an: Arawin­da Kirana, Kevin Ardilo­va, Dimas Aditya, Maris­sa Ani­ta, Neneng Wulan­dari, Vania Aurell, Boah Sar­ti­ka, Anne Yas­mine, Asmara Abigail

Tang­gal rilis: 12 Sep­tem­ber 2021 (Kana­da), 9 Desem­ber 2021 (Indone­sia)

Durasi: 122 Menit (Indone­sia), 90 Menit (Dunia)

Aku dan mata­hari tidak  bertengkar ten­tang sia­pa di antara kami yang telah men­cip­takan cahaya. 

Aku dan bayang-bayang tidak bertengkar ten­tang sia­pa di antara kami yang harus ber­jalan di depan.”

Larik Sapar­di Djoko Damono di atas men­ja­di salah satu puisi yang dis­ajikan dalam film Yuni (2021). Secara singkat, film ini mencer­i­takan ten­tang Yuni, perem­puan tahun ter­akhir SMA dalam meng­hadapi kon­flik struk­tur­al yang menimpanya.

Rema­ja dela­pan belas tahun yang masih dalam pen­car­i­an jati diri, bertanya-tanya ten­tang apa mimpinya dan apa yang ia inginkan. Namun harus berkali-kali dihadap­kan den­gan lama­ran demi lama­ran­dan perjodohan. 

Di satu sisi, Yuni yang dike­nal seba­gai siswa berprestasi men­da­p­atkan tawaran bea­siswa dari guru di seko­lah­nya agar dap­at melan­jutkan pen­didikan ke jen­jang per­gu­ru­an ting­gi. Karak­ter Yuni diper­ankan den­gan baik oleh Arawin­da Kirana. 

Film ini dipro­duseri oleh Ifa Isfan­syah bek­er­jasama den­gan label luar negeri. Berhasil diputar dalam 15 fes­ti­val film Inter­na­sion­al, ter­ma­suk di Busan Film Fes­ti­val (BFF). Yuni (2021) juga masuk ke lebih dari dua puluh nom­i­nasi dan meme­nangkan seti­daknya empat peng­har­gaan bergengsi.

Berlatar di Ban­ten, den­gan peng­gu­naan bahasa Jawa Serang dan Sun­da dialek Ban­ten dis­ep­a­n­jang ceri­ta mem­bu­at film ini memi­li­ki keu­nikan tersendiri. Film ‘Yuni’ti­dak hanya men­gangkat ten­tang per­masala­han perem­puan. Namun film ini juga hen­dak men­gangkat ten­tang budaya, bahasa, tek­stur, dan real­i­tas yang ter­ja­di di sebuah tem­pat ber­jarak 2 jam dari Jakarta.

Tak jauh dari ingar-bin­gar ibuko­ta tapi jika diband­ingkan keadaan­nya, bagai lan­git dan bumi. Yuni digam­barkan seba­gai gadis desa biasa yang ting­gal den­gan neneknya. Orang­tu­anya harus bek­er­ja di luar kota demi memenuhi kebu­tuhan ekono­mi keluarga.

Film ini men­jadikan war­na ungu seba­gai unsur yang pent­ing di sep­a­n­jang alur cer­i­tanya. War­na ungu yang meny­im­bolkan perem­puan dan kese­taraan men­dom­i­nasi tokoh uta­manya. Dalam film berdurasi 95 menit ini, Yuni mewak­ili perem­puan yang hidup di antara tra­disi dan modernitas.

Dalam lan­skap per­ten­tan­gan budaya, Yuni bisameno­lak lama­ran beber­a­pa laki-laki yang datang kepadanya meskipun hal itu diang­gap “pamali”. Ia meng­gu­gat hal-hal yang tabu, melawan den­gan segala kepas­t­ian sekali­gus ker­aguan yang mel­ingkupi kehidu­pan­nya seba­gai remaja.

Dalam beber­a­pa ade­gan­nya, film ini mema­sukkan puisi-puisi Sapar­di Djoko Damono, diantaranya; Aku Ingin, Yang Fana Adalah Wak­tu, Ber­jalan Ke Barat Wak­tu Pagi Hari, Pada Suatu Hari Nan­ti, dan Hujan Bulan Juni. Puisi berjudul Ber­jalan Ke Barat Wak­tu Pagi Hari yang diba­cakan Yuni mem­bu­at saya men­e­mukan inter­pre­tasi baru.

Sete­lah meny­i­mak puisi ini untuk kesekian kali. Puisi ini terasa sejalan den­gan tema gen­der dan human­isme perem­puan yang hen­dak diangkat oleh sang sutradara, Kami­la Andi­ni dalam film ‘Yuni’.

Men­gangkat Isu Pernika­han Anak yang Masih Marak Ter­ja­di di Pedesaan

Indone­sia men­dudu­ki per­ingkat ke‑2 di ASEAN dan ke‑8 di dunia untuk kasus perkaw­inan anak. Menu­rut Koal­isi Perem­puan Indone­sia (2019) dalam studinya Girls Not Brides men­e­mukan data, bah­wa 1 dari 8 rema­ja putri Indone­sia sudah melakukan perkaw­inan sebelum usia 18 tahun. Dil­i­hat dari aspek geografis, tren angka perkaw­inan anak dua kali lipat lebih banyak ter­ja­di pada anak perem­puan dari pedesaan diband­ingkan den­gan di perko­taan. (kompas.com)

Dalam film ‘Yuni’, isu pernika­han di bawah umur men­ja­di salah satu con­cern yang diangkat. Digam­barkan melalui teman-teman dari tokoh Yuni yang men­gala­mi per­masala­han dalam pernika­han­nya. Suci, salah satu tokoh yang diper­ankan oleh Asmara Abigail.

Dalam satu ade­gan mencer­i­takan ten­tang pen­gala­man­nya menikah di usia belasan. Hal itu mem­bu­at­nya berkali-kali kegugu­ran kare­na usia yang masih ter­lalu muda untuk men­gan­dung, dan beru­jung diceraikan oleh sang sua­mi. Akhirnya, tokoh Suci memil­ih untuk hidup bebas tan­pa terikat sta­tus perkawinan.

Pernika­han di usia dini bisa ter­ja­di kare­na berba­gai fak­tor, seper­ti fak­tor ekono­mi hing­ga seks bebas yang beru­jung pada kehami­lan yang tidak diinginkan. Seks bebas dap­at dipicu oleh keing­in­tahuan yang besar dalam diri rema­ja. Ia berpet­u­alang dan mengek­splor segala sesu­atu tan­pa per­tim­ban­gan yang matang.

Selain itu tidak adanya pen­didikan seks yang men­ga­jarkan ten­tang resiko melakukan hubun­gan sek­su­al den­gan lawan jenis. Menu­rut jur­nal penelit­ian Kementer­ian Kese­hatan, perkaw­inan dini dap­at menim­bulkan berba­gai dampak negatif bagi kon­disi kese­hatan perem­puan, mulai dari pen­dara­han, kegugu­ran, kelahi­ran pre­matur, infek­si pada jalan lahir hing­ga penu­laran penyak­it sek­su­al. Dampak yang pal­ing serius bisa bere­siko kema­t­ian si ibu dan bayinya.

Yuni (2021) juga tak mele­watkan dua isu pent­ing saat mem­ba­has gen­der, yakni men­ge­nai objek­ti­fikasi ter­hadap perem­puan dan mitos keper­awanan. Bagaimana perem­puan diang­gap seba­gai barang dagan­gan yang bisa dihar­gai den­gan uang dan bagaimana perem­puan dini­lai hanya dari ada atau tidaknya sela­put dara.

Yuni (2021) juga tak mele­watkan dua isu pent­ing saat mem­ba­has gen­der, yakni men­ge­nai objek­ti­fikasi ter­hadap perem­puan dan mitos keper­awanan. Bagaimana perem­puan diang­gap seba­gai barang dagan­gan yang bisa dihar­gai den­gan uang dan bagaimana perem­puan dini­lai hanya dari ada atau tidaknya sela­put dara.

Salah seo­rang lela­ki paruh baya yang telah beristri, mela­mar Yuni den­gan menawarkan sejum­lah uang dan men­gatakan akan menam­bahinya jika sete­lah menikah Yuni ter­buk­ti masih perawan.Meskipun tak sep­a­rah di pedesaan, perem­puan di perko­taan pun juga tak ter­lepas dari stig­ma­ti­sasi, objektifikasi.

Ser­ta berba­gai tun­tu­tan seper­ti keharu­san dalam men­gu­rus rumah tang­ga, melayani sua­mi, hamil, melahirkan, dan men­gu­rusi anak. Perem­puan yang tidak bisa hamil atau melahirkan akan dil­abeli ‘bukan perem­puan seu­tuh­nya’. Perem­puan yang memi­li­ki karir pun tak jarang harus dibebankan semua keharu­san itu, sehing­ga mere­ka memi­li­ki beban ganda.

Sam­pai saat ini, per­masala­han perem­puan masih men­ja­di isu yang rel­e­van untuk tetap diba­has dan direfleksikan.Yuni (2021) yang menyuguhkan gaya realis den­gan visu­al­isasi war­na ungu di sep­a­n­jang alurnya men­gakhiri ceri­ta den­gan ade­gan yang terke­san real­is­tis sekali­gus imajiner.

Dis­er­tai rin­tik hujan dan larik-larik puisi Hujan Bulan Juni. Sebuah akhir yang terasa indah sekali­gus mewak­ili keadaan perem­puan di masyarakat kita yang masih terlilit nilai-nilai patri­arkis, terkungkung oleh rekon­struk­si sosial yang pelik dan kompleks.

Penulis: Nadya
Edi­tor: Nurul