Pembukaan pameran lukisan karya Nurali dan Widji Paminto Rahayu dilaksanakan pada sebuah warung kopi Dewi Sri yang terletak dipinggiran kali Ngrowo, di desa Ketanon, kecamatan Kedungwaru, Tulungagung. Ide pameran ini bermula karena keinginan Nurali dan Widji untuk menghidupkan kembali seni rupa di Tulungagung agar lebih bergebyar lagi karena saat ini kesenirupaan di Tulungagung kurang menonjol. Para perupa di Tulungagung membutuhkan tempat untuk berekspresi, namun pemerintah kurang memfasilitasi adanya keinginan perupa untuk menumbuhkan kembali seni di Tulungagung yang telah lama mati.
Pemilihan warung kopi dengan konsep sederhana itu lebih memberikan kesan menarik dan menyuguhkan nilai estetika tersendiri daripada pameran di hotel, galeri ataupun Taman Budaya.“Ternyata itu bukan jaminan bahwa saya bisa melakukan pameran dengan baik karena banyak birokrasi yang bikin ribet, jadi tidak nyaman. ” Ungkap Nurali, salah seorang perupa asal Boyolangu
Hal senada juga diungkapkan Widji, seorang seniman, “kita butuh ekspresi, nah untuk ekpresinya itu pemerintah kurang memfasilitasinya, sedangkan kita membutuhkan ekspresi itu. Maka dari itu kita memanfaatkan warung ini” Ungkap Mbah Widji, sapaan akrab crew DIMëNSI
Pameran Lukisan dengan tema Symbolize yang masih akan berlangsung sampai dengan Jum’at 31 Maret 2017 ini menyedot banyak apresian baik dari kalangan budayawan, mahasiswa ataupun masyarakat pada umumnya. Walaupun diadakan pada sebuah warung yang terbilang kecil dan terpencil untuk pameran, ini tidak menyurutkan semangat creator dan apresian untuk menikmati keindahan seni yang ditampikan. Symbolize atau simbolik itu sebuah karya dari pengalaman subyektif yang dikreasikan hingga menjadi karya seni. Konsep ini lebih ke arah simbolik bukan ke logika, melainkan ke pengembangan rasa atau psikis.
Wawan Setyabudi, seorang kurator mengungkapkan bahwa banyak sekali aliran dalam lukisan, antara lain realis,impresionis, ekprersionis. Tema Symbolize dimaknai sebagai simbol atau pesan tersirat yang dimunculkan dalam sebuah karya seni lukis. Hal ini lebih ditekankan pada subjektifitas dan kreatifitas, bagaimana keduanya itu disatukan, “ini merupakan tema besar kebudayaan yang antara lain meliputi filsafat, pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Kalau kita nilai dari seni, itu ada seni music, lukis, seni gerak, ada sastra.” tuturnya
Seni Rupa di Tulungagung
Kesenian di Tulungagung memanglah sangat kental, namun sayang untuk seni rupa masih sangat kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah. Kecenderungan untuk melek terhadap adanya perupa di Tulungagung sangat rendah, padahal jika dicermati banyak aset seni budaya yang bisa dikembangkan. Mau berangkat dari manapun bisa jika pemerintah mau membuka diri untuk para seniman dan budayawan yang ada di Tulungagung. Seperti yang diungkapkan Nurali, salah seorang creator “Yang mau kita eksplor itu banyak (seni budaya;red) kenapa ini apa karena mereka menutup diri atau karena tidak mengerti”
Dewan Kesenian Tulungagung (DKT) sendiri tidak berjalan dengan baik, tidak ada program yang dijalankan dengan pasti tiap tahunnya. Walaupun demikian, para seniman di Tulungagung tetap bisa berjalan mengadakan pameran-pameran kedalam ataupun keluar kota, seperti yang dilakukan di Warung Kopi Dewi Sri ini. “Saya bisa menggerakkan anak-anak muda itu bisa pameran kemana-mana tanpa wadah Dewan Kesenian, penyakitnya Dewan Kesenian itu dimana-mana hamper sama, dan di Jawa Timur itu DK belum pernah sukses.” Tambah Nurali ketika ditemui crew DIMëNSI.
Makna Seni
Pada dasarnya, perkembangan dunia ini kita tidak lepas dari yang namanya teknologi, seni dan religi. Keyakinan seorang seniman adalah bahwa dengan seni hidup bisa menjadi indah, dengan teknologi hidup bisa jadi mudah, dan dengan religi hidup jadi terarah. Saat ketiganya bisa bersinergi dengan baik maka akan menciptakan ritme kehidupan yang pas. Nurali, seniman berusia lima puluh tahun itu berpendapat bahwa di Tulungagung itu belum bisa jalan seimbang seperti itu. Mungkin maju secara pembangunan ekonomi, namun sisi lain ada yang belum tuntas. Beliau juga mengatakan “pemerintah itu harusnya membangun secara holisitas agar terjadi kolaborasi yang pas antar ketiganya” ungkapnya
Nurali dan Widji Paminto Rahayu sangat bersyukur karena respon dari apresian serta pengunjung yang hadir positif. Antusiasme pengunjung menjadi wujud apresiasi masyarakat akan adanya seni dan budaya yang ada. Keduanya berharap bisa menghidupkan kembali seni rupa di Tulungagung dan membentuk komunitas perupa sehingga tetap ada ruang khusus bagi mereka untuk berekspresi dalam balutan kanvas dan warna-warni cat.[]