Dimensipers.com 07/10. Dimen­si diun­dang untuk mengisi dik­lat kepenulisan dan kejur­nal­is­tikan di Pon­dok Pesantren Hiday­at­ul Mub­tadi’ien Ngunut. Acara yang berlang­sung sela­ma 2 jam 30 menit den­gan dua sesi perte­muan itu dise­but seba­gai kegiatan Dik­lat Jur­nalis. Ada­pun tujuan acara ini adalah untuk melatih seti­ap santri yang memi­li­ki minat kepenulisan agar mam­pu mengem­bangkan bakat­nya. Hasil­nya adalah mengisi seti­ap kolom dan rubrik yang ada di majalah “Madani” Pon­dok Pesantren Hiday­at­ul Mubtadi’ien.

Seper­ti yang dikatakan oleh ket­ua redak­si majalah Madani, M. As’ad Al Faidl (20) bah­wa acara ini meru­pakan acara Dik­lat Jur­nalis den­gan tujuan meningkatkan lit­erasi santri. Dari beber­a­pa penu­tu­ran­nya, acara ini memi­li­ki tujuan yang san­gat beragam. Mulai dari men­ge­nalkan santri den­gan budaya kepenulisan hing­ga den­gan tujuan agar santri mam­pu men­gir­imkan hasil tulisan­nya untuk mengisi majalah Madani.

Sesi per­ta­ma dik­lat jur­nalis ini diiku­ti selu­ruh peser­ta. Kemu­di­an sesi ked­ua ter­ha­lang agen­da pon­dok yang bertabrakkan.

Sesi ked­ua tadi santrinya ting­gal 3 yang ikut, terus kelu­ar 2 kare­na ada agen­da, jadi ting­gal satu. Satu itupun ikut kelu­ar lagi kare­na cari temen­nya”. Kata Luluk, seba­gai salah satu pengisi materi di asra­ma putra.

Namun demikian, pukul 15.00 WIB, acara terse­but dap­at dilan­jutkan den­gan jum­lah peser­ta sek­i­tar 20 santri. Acara semacam ini telah rutin dilakukan oleh pihak pen­gelo­la pon­dok untuk meningkatkan kual­i­tas majalah “Madani”. “Acara ini rutin dilakukan seti­ap tahun untuk majalah madani, tepat­nya dim­u­lai pada bulan yang sama tahun kemarin, yakni Okto­ber 2016” tegas M. As’ad Al-Faidl selaku ket­ua Majalah Madani.

Seba­gai acara yang rutin dilakukan, kegiatan ini bukan hal asing bagi seti­ap santri. Antu­sias santri dalam mengiku­ti kegiatan ini pun dap­at dil­i­hat dari hasil seti­ap tugas yang diberikan pema­teri. Dalam dik­lat ter­da­p­at dua jenis pelati­han yang diberikan, yakni sas­tra den­gan hasil pem­bu­atan puisi dan kejur­nal­is­tikan den­gan hasil beri­ta seder­hana. Dalam dik­lat sas­tra, pema­teri men­gatakan agar puisi yang dibu­at tidak bertemakan cin­ta layaknya puisi yang ser­ing dibu­at oleh santri. Perkataan terse­but lang­sung men­gun­dang gelak tawa para santri yang hadir. Meskipun demikian, mere­ka tetap melak­sanakan apa yang dis­arankan oleh pemateri.

Hasil dik­lat kepenulisan terse­but tidak menge­ce­wakan. Dalam materi sas­tra para santri telah memi­li­ki keahlian khusus. Ter­lebih di pon­dok tidak dap­at mem­bawa alat elek­tron­ik apapun. Buku yang dibawa pun ter­batas. Namun hal itu tidak men­ja­di peng­ha­lang bagi mere­ka untuk terus menge­tahui infor­masi di luar pon­dok pesantren. Hal itu­lah yang men­jadikan mere­ka istime­wa diantara teman-teman seu­sia mere­ka yang tidak bera­da di pon­dok. Melalui pon­dok­lah seti­ap karak­ter mere­ka ter­ben­tuk. Begi­t­upun melalui menulis, seti­ap kisah mere­ka ter­salurkan dan majalah “Madani” adalah salah satu media penyalurnya.

Per­lu dike­tahui bah­wa majalah “Madani” adalah salah satu Out­put kepenulisan di Pon­dok pesantren Hiday­at­ul Mubtadi’ien. Selain majalah, pon­dok yang ter­ma­suk besar di Tulun­ga­gung ini juga memi­li­ki buletin dan blog untuk memu­at karya tulisan para santrinya. Berkai­tan den­gan kepenulisan, pada dasarnya santri di pon­dok ini memi­li­ki antu­sias yang besar. Hal itu dibuk­tikan den­gan keikut­ser­taan sek­i­tar 20 santri tiap asra­ma pada saat ada event ter­ten­tu. /Al/

Hanya pun­ya mimpi: Cip­ta, Cita, Cinta